Pagi yang cerah menyambut para santri pondok akhwat saat mereka berkumpul di ruang pertemuan utama. Suasana ramai namun penuh semangat menjadi tanda bahwa hari ini ada agenda penting yang harus diikuti: rapat akhwat yang membahas berbagai program dan kegiatan berbasis sunnah yang akan dijalankan bersama. Lina, sebagai salah satu senior dan pengarah acara, membuka rapat dengan senyum hangat.
“Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,” sapanya, disambut serempak oleh para santri. “Hari ini kita akan membahas agenda sunnah yang akan memperkuat kualitas ibadah sekaligus keseharian kita di pondok. Mari bersama kita diskusikan dan tentukan langkah-langkah yang akan membawa berkah bagi kita semua.”
Agenda pertama yang dibicarakan adalah penguatan pembiasaan dzikir pagi dan petang. Aira mengambil kesempatan untuk ikut berbicara, “Saya rasa, jika kita bisa menghidupkan dzikir ini dengan penuh kekhusyukan, akan menjadi benteng penghalau gangguan hati sekaligus memperkuat ukhuwah.”
Zahra menimpali dengan gaya ringan, “Boleh juga tuh, kita bikin semacam grup dzikir yang kreatif, misalnya dengan kegiatan islami yang mudah dilakukan tapi sesuai sunnah, sehingga teman-teman tidak bosan dan semakin semangat.”
Nisa mengusulkan kegiatan pengajian rutin dengan materi sunnah yang sifatnya praktis, seperti tata cara berwudhu dengan benar, adab makan, dan sunnah-sunnah kecil sehari-hari yang sering terlupakan. “Kalau bisa setiap minggu ada satu topik yang kita kupas bersama, biar ilmu tidak hanya sebatas hafalan tapi juga diaplikasikan,” ujarnya.
Lina juga mengingatkan agar dalam setiap agenda, ada sistem pembinaan reward dan punishment yang adil dan mendidik, sehingga setiap santri merasa termotivasi untuk berubah menjadi lebih baik sesuai sunnah. “Reward tidak harus besar, bisa berupa pujian terbuka atau kesempatan memimpin dzikir, sedangkan punishment bisa berupa tugas tambahan yang konstruktif,” katanya sambil tersenyum.
Dalam rapat tersebut, muncul juga ide untuk membentuk kelompok khusus sunnah, yang akan menjadi pelopor dan motivator di kalangan santri dalam menerapkan sunnah secara konsisten. Tariqah menyatakan kesiapannya menjadi koordinator kelompok ini, berjanji akan mengajak sebanyak mungkin teman untuk bergabung dan saling mengingatkan.
Atmosfer rapat makin hangat dan cair ketika Syarifah mengangkat soal sunnah terkait kebersihan pondok dan tanggung jawab sosial. “Kita juga harus peduli pada lingkungan sekitar pondok, termasuk menjaga kebersihan, menanam pohon, dan membantu tetangga yang membutuhkan,” sarannya. Semua sepakat bahwa sunnah itu bukan hanya urusan ibadah individual, tapi juga berkontribusi pada kebaikan bersama.
Rapat akhwat ini berakhir dengan suasana optimis dan penuh harapan. Para santri mencatat semua usulan, siap untuk program konkret yang akan mulai dijalankan pekan depan. Lina menutup sesi dengan doa agar semua niat baik ini diridhoi Allah dan menjadi amal jariyah yang mengalir pahala selamanya.
***
Pagi yang cerah di Pondok Pesantren akhwat membawa semangat baru saat para santri berkumpul kembali di aula untuk melanjutkan rapat penting yang membahas agenda sunnah—program spiritual dan sosial yang akan menjadi pijakan selama bulan berikutnya.
Lina membuka pertemuan dengan menyampaikan catatan hasil diskusi sebelumnya, “Kita sudah sepakat bahwa sunnah tidak hanya untuk dipelajari, tetapi harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam pondok maupun saat kita berkegiatan di luar.”
Nisa mengajukan usulan agar setiap kelompok pelajar mengambil tema sunnah tertentu untuk fokus dalam praktik bersama, seperti sunnah makan, sunnah berjamaah shalat dhuha, dan sunnah bersedekah secara rutin. Ia mengingatkan pentingnya pendokumentasian agar perkembangan dapat dievaluasi bersama.
Zahra, dengan gaya santainya, mengusulkan acara “Sunnah Challenge”—kompetisi kecil antar kelompok dengan hadiah ringan seperti buku atau alat tulis islami. “Ini supaya belajar sunnah nggak kaku, tapi seru dan bikin kita semakin semangat sami’na wa atho’na,” katanya sambil tersenyum.
Aira menanggapi dengan menambahkan pentingnya refleksi harian dalam agenda tersebut. “Setiap dari kita perlu evaluasi sendiri tentang apa yang sudah kita lakukan, agar sunnah benar-benar melekat di hati,” ujarnya tegas.
Tariqah mengangkat topik bagaimana agenda sunnah dapat membantu membangun karakter yang tangguh. Ia menyarankan sesi khusus tentang bagaimana menghadapi godaan dunia dengan kembali pada sunnah dan doa, membentuk pondasi kuat dari dalam diri santri.
Lina pun menegaskan perlunya pola reward dan punishment yang bersifat mendidik dan motivatif, bukan hukuman keras. “Kita harus belajar dari kesalahan dengan penuh kasih sayang. Misalnya, santri yang berhasil konsisten berjamaah dhuha dapat penghargaan sederhana, sedangkan yang belum dapat pendampingan khusus,” katanya.
Syarifah mengusulkan agar ada pengisian materi singkat dari para ustadzah yang lain, misalnya tentang keutamaan sunnah tertentu dan cara menjalankannya sesuai kondisi zaman. Ini juga membantu membuat agenda lebih variatif dan mendalam.
Akhirnya, mereka menyepakati rencana implementasi dengan jadwal mingguan yang bisa diikuti dengan antusias dan fleksibel. Setiap kelompok berkomitmen untuk saling mengingatkan dan mendukung agar agenda sunnah tidak sekadar rencana, tapi benar-benar diwariskan sebagai gaya hidup.
Rapat ditutup dengan doa bersama, memohon agar sunnah menjadi cahaya yang menuntun mereka selalu dalam belajar dan beramal. Semangat baru bersemayam di hati para santri, menantikan tantangan dan kebahagiaan baru dalam perjalanan mereka di Pondok Pesantren akhwat.
***
Di ruang pertemuan pondok yang sederhana namun penuh semangat, para santri akhwat kembali berkumpul melanjutkan rapat penting mereka. Agenda kali ini semakin intens dan penuh dinamika, karena rencana pengembangan program sunnah yang akan dijalankan bersama semakin mendekati tahap realisasi.
Lina membuka rapat dengan menegaskan pentingnya setiap anggota menyuarakan ide dan kekhawatiran mereka. “Sunnah itu bukan hanya ritual, tapi cara hidup yang mengikat kita sebagai satu keluarga besar. Oleh karenanya, kita butuh komitmen dan keberanian untuk menjalankan agenda kita dengan penuh kesungguhan,” katanya.
Aira, yang sudah aktif memimpin tim literasi, membagikan laporan tentang persiapan bahan bacaan dan metode pengajaran sunnah yang lebih interaktif. “Kita ingin membangun suasana pembelajaran yang tidak membosankan, dengan menambahkan diskusi, kuis, dan permainan yang menguatkan hafalan dan pemahaman,” jelasnya antusias.
Zahra menyemangati peserta rapat dengan ide segarnya: mengadakan lomba sunnah kreatif yang melibatkan seluruh santri dalam membuat video pendek, drama, atau puisi yang mengangkat nilai-nilai sunnah dalam kehidupan sehari-hari. “Ini peluang besar untuk menyalurkan bakat sambil memperdalam ilmu,” ujarnya sambil tersenyum lebar.
Secara tidak terduga, muncul diskusi ramah tentang pengaturan jadwal antara belajar, beribadah, dan kegiatan sosial. Beberapa santri merasa khawatir bakal kelelahan jika terlalu banyak kegiatan. Lina dengan bijak merespons, “Inilah tantangan manajemen waktu yang harus kita kuasai. Sunnah mengajarkan keseimbangan, bukan beban berlebih. Kita harus saling mengingatkan dan merawat supaya semuanya sehat dan semangat.”
Dalam sesi tanya jawab, Tariqah mengangkat pertanyaan penting, “Bagaimana kita menjaga keberlanjutan agenda ini ketika nanti sudah ada yang lulus dan berganti generasi?” Ustadzah Hamidah yang hadir memberi penjelasan, “Ini memang ujian keberlangsungan. Oleh karena itu, agenda harus menjadi budaya pesantren yang diwariskan dan dikembangkan terus-menerus. Santri senior harus aktif membimbing yang junior, memastikan sunnah tidak hilang ditelan zaman.”
Syarifah menambahkan ide untuk membuat buku harian sunnah yang diisi setiap santri, sebagai media refleksi dan dokumentasi pengalaman menjalankan sunnah dalam kehidupan pondok. “Ini akan jadi warisan yang memperkuat rasa memiliki dan tanggung jawab,” katanya penuh semangat.
Rapat diakhiri dengan penentuan jadwal kickoff program dan pembagian tugas akhir. Suasana penuh semangat namun juga kesadaran bahwa perjalanan ini menuntut kerja keras dan ketulusan hati. Semua menyadari bahwa agenda sunnah ini lebih dari sekadar kegiatan; ia adalah pondasi kehidupan yang akan membentuk karakter dan ukhuwah.
Saat rapat bubar, para santri berjalan keluar dengan langkah pasti dan senyum optimis, siap menghadapi tantangan dan menyambut keberkahan dari agenda sunnah yang baru akan mulai. Mereka tahu, perjalanan ini tak mudah, tapi bersama-sama mereka akan menjaga cahaya sunnah tetap menyala.