"Tapi ini menyangkut anak kami, Teh. Teteh 'kan udah tahu soal Rafka. Tolong beri kami kesempatan bicara ya." Begitu katanya. "A Ufi itu ayahnya Rafka, tolonglah Teteh jangan egois." Dia bicara lagi. Enak sekali dia bicara, tak memikirkan perasaanku seperti apa. "Loudspeaker aja, Yang." Mas Lutfi menyahut. Aku pun menuruti perintahnya. "Sabrina, mau ngomong apa ayo bicara saja, kalau bicara berdua aku ga bisa, kasihan istriku takut sakit hati," ucap Mas Lutfi. Hatiku terenyuh, segitunya ia menjaga perasaanku, kalau begini apa alasan aku cemburu? sudah jelas ia sayang padaku. "Begini, Fi. Rafka sakit DBD, dia dirawat di rumah sakit. Sementara kamu cuma ngasih tiga juta, Rafka ga punya BPJS, aku bingung, Fi. Kamu bisa 'kan tolong aku," pinta Sabrina. Nada bicaranya terdengar santai,

