CHAPTER 7 - JEALOUS

1591 Words
CHAPTER 7 - JEALOUS N I C K “Pagi Nick....” Julia terbangun karena ranjang kami yang melesak saat aku bergerak bangkit. “Kau mau ke mana?” tanyanya saat melihatku tergesa-gesa memakai baju. “Aku harus pergi, Julia,” jawabku tanpa menoleh dan sibuk mengaitkan kancing kemejaku. “Millie sendirian." Aku sudah bersikap seperti laki-laki b******k di hadapan Millie kemarin. Aku meninggalkannya sendirian di saat seharusnya aku bersama dengannya dan menemaninya menikmati perjalanan bulan madu kami. Aku bahkan tidak kembali sampai dengan pagi ini. Aku malah menikmati malamku bersama Julia di dalam dekapanku. Lebih buruk dari itu, aku tidak mengabarkannya langsung kepada Millie, melainkan kepada Ryan dan memintanya menyampaikan kepada wanita malang itu. Jangan tanya seperti apa reaksi Ryan semalam ketika aku memintanya menyampaikan pesanku kepada Millie. Dia memaki, tentu saja, dan melontarkan sumpah serapah untukku. Aku tahu, Ryan melakukan itu karena dia memosisikan diri sebagai temanku, dan aku tidak akan menyalahkan tindakannya. Aku terpaksa memberi tahu Ryan, sebab aku tidak tahu bagaimana caranya untuk mengatakan kepada Millie tanpa membuat hatinya terluka. Dan, ketika aku terbangun pagi ini, aku memutuskan untuk menemui wanita itu untuk meminta maaf kepadanya. “Bukankah Ryan bersamanya?” Julia menyelimuti tubuhnya yang tak tertutup sehelai benang pun. Matanya menatapku tajam dan aku bisa pastikan dia sedang kesal sekarang. Tidak ada rayuan seperti yang biasanya dia lakukan kepadaku setiap pagi setelah malam sebelumnya kami menikmati percintaan yang indah. Tidak ada ciuman selamat pagi yang mesra. Tidak ada godaan agar kami mengulangi saat-saat luar biasa seperti semalam.  “Kurasa tidak, Julia,” sahutku. “Tapi, kau tidak bisa meninggalkanku begitu saja, Nick!” sergah Julia. “Maafkan aku. Tolong, mengertilah.” Julia tidak menjawab. Aku menatapnya intens, berharap dia bersedia memahamiku. “Ini sudah menjadi kesepakatan kita, bukan? Kau tidak mau menikah denganku, maka inilah yang terjadi!” tukasku. Julia menatapku tidak percaya. Aku baru saja meninggikan nada suaraku dengannya, hal yang tidak pernah kulakukan kepadanya selama ini. “Aku bahkan tidak bisa memahami alasanmu menolak menikah denganku, sementara selama ini kau selalu mengatakan bahwa kau mencintaiku.” “Jangan mulai lagi Nick! Kita sudah sering membicarakan hal ini!” “Kau benar, kita sudah membicarakan ini. Sampai akhirnya kuputuskan menerima tawaran Kakek. Tapi, saat ini ada seorang wanita yang tersakiti, Julia. Dia tidak bersalah,” kataku tegas. “Setidaknya, aku harus bersikap baik kepadanya karena sudah membuatnya terlibat dalam permainan ini.” “Oh! Jadi, menurutmu hanya dia yang tersakiti sedangkan aku tidak?” balas Julia, tajam. “Jangan bilang kau mulai jatuh hati pada saudara angkatmu itu, Nick. Karena kau terkesan seperti itu!” “Kalau dugaanmu benar, aku tidak akan di sini bersamamu!” Aku pergi meninggalkan Julia begitu saja dan mengabaikan teriakan kemarahannya. Jika aku mencintai Millie, tentu aku tidak akan menghabiskan sepanjang hari kemarin bersamanya dan meninggalkan wanita yang sudah menjadi istriku itu, di saat aku seharusnya menikmati perjalanan bulan madu kami. Julia tidak memahami itu karena dia terlalu egois. Sedangkan Millie? Tidak sekalipun dia berusaha untuk menghalangiku bertemu dengan Julia. Karena dia tidak mencintaimu, i***t! Ya Tuhan, aku tidak sedang berharap wanita itu mencintaiku, kan? Aku merogoh saku dan mengeluarkan ponsel. Mencoba meneleponnya, tetapi tidak ada jawaban. Aku mengulanginya beberapa kali, namun tetap tidak ada jawaban. Aku beralih menelepon Ryan dan aku harus menunggu beberapa saat sampai akhirnya aku mendengar suaranya di ujung telepon. “Halo.” “Apa Millie bersamamu?” tanyaku langsung tanpa merasa perlu membalas sapaannya lebih dulu. “Pagi-pagi begini? Tentu saja tidak,” sungut Ryan. “Kau gila?” Aku mendengkus jengkel. “Aku beberapa kali menelepon ke ponselnya, tetapi dia tidak menjawab. Kupikir, kau sudah menjemputnya dan sedang bersamanya sekarang.” “Ini masih terlalu pagi, Nick,” gerutu Ryan. “Millie mungkin masih tidur, setelah semalaman tidak bisa tidur karena memikirkan suaminya tidur bersama wanita lain! Kau benar-benar gila, Nick!” Ryan mulai lagi dengan omelannya padaku setelah semalam dia juga mencaciku karena tindakanku ini. Millie masih tidur? Kenapa kemungkinan itu tidak terpikir olehku? Aku segera memutus sambungan teleponnya tanpa mengindahkan cacian Ryan. Lalu aku berjalan dengan langkah lebar menuju lift di ujung lorong. Dan lima menit kemudian, aku sudah berada di helipad, yang berada di puncak hotel dan langsung menghampiri helikopter yang akan  mengantarku ke tempat Millie. “Mr. Darren, silakan ,” kata seorang petugas. “Terima kasih,” kataku seraya tersenyum, lalu bergegas naik. Tak berapa lama,  helikopter itu sudah melayang untuk mengantarku ke Hotel Apeiron Island—tempat di mana Millie berada. *** Ryan benar. Ternyata Millie masih tidur. Saat tiba di kamar hotel kami, aku melihatnya sedang tidur meringkuk di tempat tidur. Aku tidak ingin mengganggu dan membuatnya terbangun, jadi aku berjalan mendekatinya dengan sangat pelan agar langkahku tak menimbulkan suara. Millie terlihat pulas dengan embusan napas teratur. Mengamatinya seperti ini membuatku terdorong untuk berbaring di sampingnya dan menariknya agar tidur di pelukanku. Namun, aku harus menahan diri atau malah akan membuat Millie semakin membenciku. Sebelum aku melakukan sesuatu di luar kendaliku, sebaiknya aku mengunci diri di kamar mandi dan membiarkan air dingin mengguyur sekujur badanku. Masih bisa kurasakan aroma tubuh Julia yang membaur dengan aroma tubuhku. Aku tidak ingin Millie melihatku dalam keadaan kacau seperti ini. Setidaknya, setelah apa yang kulakukan kepadanya kemarin, pagi ini aku harus menyambut dirinya dengan penampilan terbaikku. Aku menghabiskan waktu selama hampir setengah jam untuk berendam. Bahkan bakal kumis dan bakal cambang di sepanjang garis rahangku sudah kucukur. Penampilanku tampak lebih segar dan Millie tidak akan disambut mimpi buruk saat nanti bangun dan melihatku berdiri di hadapannya. Aku keluar dari bathtub dan memakai jubah mandi berwarna putih untuk membalut tubuh telanjangku. Tepat pada saat langkah pertamaku keluar dari kamar mandi, aku melihat Millie sudah bangun dan sedang duduk di atas tempat tidur sambil menatapku dengan heran. “Nick?” gumamnya heran. “Sedang apa kau di sini?” Dahiku mengernyit seketika mendengar pertanyaannya. “Apakah ada yang salah? Memangnya kenapa kalau aku di sini?” “Kupikir, kau sedang bersama Julia,” ujarnya. “Aku memang bersamanya tadi malam dan hari ini aku akan menemanimu.” “Ada apa dengan Ryan? Apa dia tidak bisa menemaniku hari ini?” Apakah dia berharap Ryan menemaninya lagi hari ini? Dia tidak menginginkanku untuk menemaninya? Tunggu! Apakah kemarin terjadi sesuatu di antara mereka yang tidak kuketahui? Aku menggertakkan rahangku kuat-kuat dan berjalan mendekati Millie yang masih menatapku. Dia terlihat gugup dan semakin panik ketika jarak di antara kami menjadi lebih pendek. Dia tampak gelisah di atas tempat tidurnya, sementara matanya masih belum berpaling dariku. “Apakah kau lebih mengharapkan kehadiran Ryan daripada aku?” tanyaku. “Kau lebih suka bersama dengannya daripada bersamaku?” Mata Millie melebar. “Apa maksudmu?” Tanpa menjawab pertanyaannya, aku lantas duduk di samping Millie. Mataku menatapnya intens. Dia bergeming di tempatnya dan menyandarkan punggungnya di kepala ranjang. Aku mengikuti dorongan dalam diriku untuk semakin mendekat padanya hingga membuat ketenangan di wajah Millie lenyap seketika. Dia semakin terlihat gelisah, sementara aku semakin b*******h untuk mencium bibirnya. “Apa yang kaulakukan, Nick?” tanyanya parau. Millie ternyata benar-benar cantik. Pagi ini adalah pertama kalinya aku memandangi wajahnya dalam jarak sedekat ini. Bibirnya mungil dan lembap. Hidungnya tinggi. Matanya... ya Tuhan, aku merasa terlalu bodoh karena selama ini tidak menyadari betapa indah sepasang mata almond milik Millie. “Nick,” ucap Millie lirih, “apa yang kaulakukan?” “Sesuatu yang seharusnya kulakukan sejak kemarin,” jawabku tanpa mengalihkan mataku dari bibirnya. “Memangnya, apa yang seharusnya kaulakukan?” Kini, mataku beralih menatap matanya, tepat di manik mata. Apakah dia bertanya seperti itu karena dia memang benar-benar tidak tahu? Atau, dia sedang menantangku untuk menebus apa yang kulewatkan kemarin? “Kau benar-benar ingin tahu, Millie?” tanyaku pelan. Millie tidak menjawab. Aku hanya sempat melihatnya menelan ludah. “Inilah yang seharusnya kulakukan sejak kemarin,” kataku, lalu mendekatkan bibirku ke bibirnya, menciumnya untuk waktu yang lama. Aku tidak bisa hanya berhenti sampai di sana. Aku tidak bisa menghentikan diriku untuk tidak menciumnya semakin dalam. Aku memagut bibirnya dan menikmati kelembutan bibirnya untuk pertama kalinya. Millie merespons dengan sedikit membuka mulutnya, aku semakin kehilangan kendali dan menuntut untuk mendapatkan lebih. Namun, tiba-tiba Millie berubah dingin. Dia tidak lagi membalas ciumanku. Dia tidak membalas godaan kecilku di sudut bibirnya. Dia tetap diam, sampai akhirnya aku melepaskan pagutanku pada bibirnya dan menatapnya penuh tanya. “Ada apa, Millie?” tanyaku bingung. “Kau lupa satu hal, Nick,” katanya datar. “Aku bukan Julia.” ***             Aku menelepon Ryan untuk memberitahu padanya bahwa hari ini aku yang akan bersama dengan Millie. "Ada yang ingin aku ketahui Nick. Kenapa kau memutuskan pulang ke Millie, huh?!" tanya Ryan dengan nada sinis yang sangat kentara. "Dengar Ryan, aku sedang malas berdebat, kau istirahat saja di kamarmu. Anggap saja ini hari liburmu."      "Kalau kau sampai membuatnya mengeluarkan air mata lagi di masa bulan madunya, aku tidak akan membiarkanmu, Nick!" Ryan terdengar sangat emosi. "Kenapa aku mencium keanehan di sini ya? Aku hanya memintamu untuk menemaninya, bukan mengurusi apa yang dirasakan Millie, Ryan. Aku harap kau tahu batasan itu," geramku kesal. Rahangku mengeras menahan amarah yang aneh menjalar ke dadaku mendengar Ryan begitu membela Millie, padahal dia baru seharian ini bersama dengan Millie. Kurasa aku menyesal sudah memberitahunya tentang paksaan menikahi Millie agar aku mendapatkan warisan Kakek Ritchie. "Apa kau akan menceraikannya begitu harta warisan Kakek Ritchie sudah kau dapatkan Nick?" Ryan bertanya waktu itu. Semua lingkaranku tahu aku adalah kekasih Julia. Tapi hanya Ryan dan Julia yang tahu aku mau menikahi Millie untuk warisan Kakek Ricthie. "Mungkin saja." "Kau Gila Nick! Millie tidak bersalah!" ***
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD