Bab 2 - Siap-siap Bertemu Mantan Si Bos

1240 Words
“Tuan,” panggil Dira saat mereka sedang dalam perjalanan menuju lokasi acara.                 Regas yang tengah menyetir, langsung melirik gadis itu sekilas.                 “Setelah dipikir-pikir, sepatu saya ini memang terlalu tinggi.”                 “Makanya nggak usah dipikirin. Dirasa aja,” ujar Regas santai.                 “Ya ampun, Tuan, kaki saya memang yang merasa, tapi kan otak saya juga berpikir.”                 “Ya ampun, Dira,” ujar Regas menghela napas.                 “Saya nggak biasa pakai sepatu tinggi. Biasanya juga sehari-hari pakai sendal jepit.”                 Regas mendengus. “Iya lah, ngapain juga kamu pake sepatu tinggi setiap hari di tengah jalanan becek bertanah lunak di desa kamu. Yang ada malah jadi nggak bisa jalan entar.”                 “Tuan jangan menghina dong,” kata Dira jengkel.                 “Lho, siapa yang menghina? Faktanya memang begitu kan?” kata Regas yang tak terima disalahkan.                 Dira cemberut. “Kalau nanti saya jatuh terjerembab gimana? Nanti Tuan bakalan malu.”                 “Ya makanya jangan sampai jatuh dong. Kamu tuh sekarang ada di posisi kehormatan, meski jadi pacar pura-puranya aku. Ingat, kamu akan bergandengan dengan pria ganteng, jangan sampai jatuh dan bikin malu.”                 “Duh pede banget,” gumam Dira.                 “Apa kamu bilang?” tanya Regas sambil menoleh sekilas.                 “Hmm... Tuan tuh pede banget,” kata Dira lagi.                 “Lho, kan aku memang ganteng. Kamu tuh harusnya banyak-banyak bersyukur, Dira, kapan lagi kamu bisa dekat dengan pria ganteng kayak aku.”                 “Tuan, udah jangan terlalu pede. Meski Tuan ganteng, yang lebih ganteng lagi juga banyak.”                 “Siapa? Si pria yang kamu taksir itu lebih ganteng dari aku? Aku nggak yakin. Pasti jelas aku jauh lebih ganteng dari dia,” kata Regas percaya diri.                 “Astaga... Kalau gini pantas aja pacar Tuan selingkuh. Tuan narsisnya nggak ketulungan,” kata Dira geleng-geleng.                 “Eh, kok jadi bawa-bawa mantan pacarku?”protes Regas tak terima.                 “Tauk dah, males ah ngobrol sama Tuan. Mode narsisnya lagi high”                 “Eh, dari mana pula kamu belajar ngomong begitu?”                 “Dari TV. Kemarin saya nonton, ada yang ngomong begitu,” jawab Dira.                 “Astaga...” Regas geleng-geleng kepala melihat kelakuan gadis ini.                 “Tapi ingat ya, Tuan. Jangan terlalu pede. Bukan cuma Tuan doang yang ganteng di dunia ini.”                 “Ini kenapa tiba-tiba diungkit lagi sih?” tanya Regas heran. Ia pikir tadi mereka sudah selesai membahasnya.                 “Buat jaga-jaga kalau Tuan nanti kumat lagi,” kata Dira.                 “Dasar kamu ya,” ujar Regas sambil menyentil dahi Dira dengan tangan kirinya. Ia benar-benar gemas pada gadis ini yang belakangan mulutnya benar-benar selalu melontarkan ucapan yang membuatnya pusing.                 “Ouch... sakit, Tuan. Jangan KDRT dong,” keluh Dira.                 “Siapa yang KDRT? Kita kan nggak sedang berumah tangga.”                 “Saya tinggal sama Tuan lho, jadi tentu saja itu termasuk dalam kategori berumah tangga,” jawab Dira.                 “Ya ampun, Dira. Kenapa kamu jago banget berdebat sih?”                 “Tuan kalau kalah ya kalah aja, nggak usah ngeluh.”                 “Hey...” Regas memelototinya sambil sesekali melirik jalanan di depan mereka.                 Akan tetapi, Dira balas menatap bosnya itu sambil geleng-geleng kepala.                 Regas merasa ubun-ubunnya mendadak mendidih. *** “Tuan, kenapa kita parkirnya di sini?” tanya Dira yang mulai bawel lagi saat mereka tiba di hotel yang menjadi lokasi acara. Ia heran melihat Regas parkir di basement, dan di sudut agak terpencil pula.                 “Hotel ini punya temanku, jadi aku punya slot parkir khusus di sini,” jawab Regas seraya melepas sabuk pengaman.                 “Jadi karena itu kita nggak langsung turun di lobi?” tanya Dira masih ingin tahu. “Terus, apa nanti kita keluar lagi dan masuk dari sana?”                 “Nggak, kita akan masuk dari lift khusus di sini. Aku nggak mau masuk barengan dengan tamu lain,” jawab Regas. “Ingat, Dira. Kita sudah di lokasi acara. Berhenti bicara formal ke aku dan jangan panggil aku Tuan lagi, paham?”                 Dira mengangguk. “Siap, Sayang,” ujarnya sambil tersenyum manis.                 Regas mendadak bergidik. Semula Dira memang terlihat sangat cantik. Namun, setelah perdebatan panjang mereka tadi, ia jadi merasa gadis ini seperti alien.                 Mereka keluar dari mobil dan melangkah menuju lift yang tadi disebutkan Regas. Seperti latihan mereka siang tadi, Dira langsung menggandeng Regas dan melangkah dengan pelan. Regas puas dengan cara berjalan Dira yang hati-hati. Meski kadang bicaranya menyebalkan, gadis ini benar-benar bisa diandalkan.                 Setelah keluar dari lift, mereka melangkah menuju pintu masuk ballroom. Dira sangat terpesona dengan apa yang dilihatnya saat ini. Seumur hidup, baru kali ini ia menginjakkan kaki di hotel super mewah seperti ini. Namun, ia menahan mulutnya untuk tidak berseru takjub. Ia diam sambil mengikuti Regas. Setelah pria itu menyerahkan udangan, Regas dan Dira pun segera masuk ke ruangan acara.                 Dira lagi-lagi terpesona. Dekorasi di tempat acara bahkan lebih luar biasa lagi. Di ujung sana ada pelaminan tempat kedua mempelai dipajang sebagai raja dan ratu sehari. Tempat ini seperti mimpi baginya.                 “Re, ya ampun!”                 Langkah Dira terhenti ketika langkah Regas seketika terhenti saat mereka tiba di sisi kanan ballroom. Seorang pria berpostur tinggi dengan sorot mata tajam melangkah mendekati mereka.                 Wow... ganteng. Batin Dira dalam hati. Saat ini ia masih tidak berani bersuara, takut salah bicara.                 “Leon,” kata Regas kemudian tersenyum.                 “Brengs*k, lo masih hidup,” ujar pria itu, lalu langsung memeluk Regas dan menepuk pundaknya dua kali.                 “Ya, gue hampir mati sih,” jawab Regas santai.                 “Apa yang terjadi?” tanya Leon sambil mengurai pelukan. Sorot matanya memandang Regas khawatir.                 Regas menatap sekitar, lalu kembali pada Leon. “Kayaknya di sini bukan tempat yang pas untuk membahas itu. Kita bicarakan nanti saat berkumpul bersama Devon, oke.”                 “Ah, iya, si bajing*n itu baru saja kembali dari bulan madu,” kata Leon. Matanya lalu menatap ke arah Dira yang sejak tadi masih menggandeng lengan Regas. “Oh, halo, kita baru bertemu kali ini kan?” tanyanya pada Dira.                 “Kenalin, ini Dira, pacar gue,” kata Regas. “Dira, ini sahabatku, Leon.”                 “Salam kenal,” kata Dira mengangguk sopan.                 Regas benar-benar takjub karena Dira yang bawel bisa mendadak kalem seperti ini. Ia benar-benar bersyukur akan hal itu.                 “Salam kenal,” balas Leon. “Jadi sekarang sudah move on lo,” kata Leon sambil nyengir menatap Regas.                 “Well... Dia memilih pergi. Jadi gue bisa apa?” kata Regas sambil mengangkat bahu.                 “Good for you,” bisik Leon sambil menepuk pundak Regas. “Remember, women are parasite.”                 Regas hanya terkekeh menanggapi ucapan sahabatnya.                 “Lo masih di sini kan? Gue cari Devon dulu ya. Jangan kemana-mana,” kata Leon, lalu berlalu dari sana.                 Regas mengangguk sambil mengikuti punggung Leon yang bergerak menjauh. Lalu, tiba-tiba saja matanya menangkap sosok mantan pacarnya yang kini tengah menggandeng sepupunya.                 Akhirnya bertemu juga, ucapn Regas dalam hati. Ia lalu merundukkan kepala mendekati Dira, dan berbisik di telinga gadis itu.                 “Dira, di arah jam sebelas, ada mantan pacarku dan sepupuku. Kalau kamu mau melirik ke arah mereka, pastikan jangan terlalu kentara. Aku memberitahu ini supaya kamu bisa siap-siap, karena kurasa mereka pasti akan melangkah mendekati kita, cepat atau lambat.”                 Dira tersenyum, lalu mengangguk. Regas kembali menegakkan tubuh, sementara Dira berpura-pura menatap sekitar.                 “Yang pakai gaun berwarna biru itu ya, Sayang?” bisik Dira lagi.                 “Ya, benar,” jawab Regas sambil tersenyum menatap Dira.                 “Sepertinya tadi dia melihat ke arah kita,” kata Dira lagi. “Oh, siap-siap. Sekarang mereka akan melangkah ke sini mendekati kita.” *** Bersambung...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD