"On belay......!!"
"Belay on !!"
Aku membalas teriakannya. Dan Luke meluncur ke bawah dengan lancar menuruni tebing artifisial setinggi sekitar 18 meter itu. Hari ini kami hanya berdua untuk rock climbing yang lokasinya berada di sebuah taman nasional. Kami berencana akan naik bergantian. Dan hari ini Luke sebagai lead climber yang memasang alat-alat dan menambatkan anchor pada tebing artifisial di depan kami berdua.
Setelah tiba dibawah, aku melihat keringat bercucuran di tubuhnya yang besar dan bugar. Lengannya bertonjolan dan berkeringat dibalik t-shirt yang di potong di lengan. Untung saja si Nina tidak jadi ikut jadi aku bisa menyimpan daya telingaku untuk tidak mendengar teriakan-teriakannya ketika melihat Luke tak memakai baju
"Bagaimana ?? lumayan ??''
Tanyaku sambil mendekatinya. Biasanya kami kemari bersama ayah dan ayah lah yang biasanya menjadi lead climber dan sekarang karena kami hanya berdua maka sekarang dia lah yang menjadi lead climber nya.
"Woah...bukan lumayan lagi.. Luarrrrr biasa. Aku heran ayah tak pernah ngeluh ketika menjadi lead climber padahal....wooooww"
Aku kembali tertawa mendengar apa yang dikatakannya.
"Kan aku sudah bilang dari awal kalau tebing ini lumayan. Kalau tahu bakal ngeluh begini kan mending aku yang jadi lead tadi...''
Aku ngeledek dirinya sambil melemparkan air mineral dingin yang langsung diteguknya dengan tegukan besar-besar.
"Iya iya mas...aku tahu anda juga jago rock climbing...terus aku harus bilang wow gitu ??"
Dia balas ngeledek dengan memanggilku 'mas' seperti ibuku memanggil dirinya.
"Mas ?? jangan ngeledek ya, aku lagi PMS nih...."
"Ada yang bilang lagi PMS ya ??"
Badannya diputar ke belakang seolah mencari seseorang.
"Eh, nih yang lagi PMS. Berdiri di depanmu !!''
Ujarku pura-pura sewot.
"Mana ?? bukannya PMS itu dialami perempuan ya ??"
"Hei Mr. Braun look at me, nih gw cewek. Jangan lupa itu"
Aku berdiri tegak di depannya sambil berlagak galak.
"Oh kamu cewek ?? baru tahu...."
Maka bisa ditebak kemudian, tubuhnya yang gempal menjadi bulan-bulananku. Dan aku senang melakukannya karena dia tak pernah membalas apa yang aku lakukan padanya.
Begitulah siang itu kami habiskan latihan rock climbing dan bercanda dengan riang. Aku sendiri tak habis pikir bagaimana mungkin aku bisa akrab dengan teman bule ku sampai sejauh ini. Ini benar-benar di luar rencanaku.
Seat harnes, carabiner screw, melilit tubuhku dan Luke. Sementara chalk bag yang berisi magnesium di gantung di belakang punggung. Setelah memakai sepatu panjat maka aku siap melakukan pemanjatan.
"Jangan lupa helm nya"
Ups hampir lupa. Untung saja mister blasteran Jerman ini memperingati aku.
"okey"
Jawabku singkat.
Saat aku hendak mengambil helm panjant, tiba-tiba saja dia sudah mengambilnya duluan dan memasangkan di kepalaku sekaligus memasang penguncinya dibawah daguku.
Aku bisa melihat wajah Luke dari jarak sangat dekat ketika dia berusaha memasang helm di kepalaku dan memasang penguncinya sekaligus. Wajahnya yang terlihat terpahat dengan indah dan tegas dengan rahang yang kokoh, bibir bagus, mata bagus dan berwarna biru di hiasi bulu mata panjang.
"Luke bisa pasang ga sih ?? lama amat..."
Aku pura-pura mengerutu untuk mengalihkan perhatianku dari wajahnya.
Hmmm pantas saja cewek-cewek itu edan padanya.
"Sudah nih....penggerutu"
Dia melepaskan tubuhku dan pura-pura mendorong hingga aku hampir jatuh tapi tetap memegangku.
Dasar iseng.
Beberapa kali kami bergantian naik hingga Luke bilang terakhir kali akan naik lalu setelah itu kami pulang. Rupanya pemanjatan terakhir Luke menarik perhatian warga sekitar. Mereka mengerumun di bawah tebing yang memang biasa dipakai untuk latihan dari berbagai kalangan.
Dengan adanya Luke 'si bule ganteng' maka ada beberapa
warga yang kemudian melihat kami latihan bahkan ada yang membawakan kami es teh. Aku merasa tidak rugi membawa Luke kali ini karena rupanya tampangnya bisa menjadi berkah buat aku hingga bisa minum es teh di bawah terik matahari yang terik. Segarnya.
Di antara gumaman warga yang sedang membicarakan Luke, ponsel Luke yang berada diatas jaketku tiba-tiba berdering dan tentu saja aku tak bisa melihat siapa yang menelpon karena perhatianku hanya terpusat pada Luke dan tali kamantel di tangan dan tubuhku.
"Luke ponselmu bunyi !!"
Teriakku padanya ketika mendengar raungan ponsel dengan nada dering jelek itu berbunyi untuk kedua kalinya.
"Biarin aja, paling juga Diana"
Diana ?? pacar baru nya itu kah ??
"Diana ?? Pacar baru mu kah !!??"
Aku berteriak kembali. Warga pasti berdenging telinganya mendengar komunikasi jarak jauh kami. Pasti mereka kecewa atau malah senang mengetahui kami bukanlah sepasang kekasih.
"Iya !! Jangan cemburu !!"
Balasnya lagi sambil tertawa.
"Cemburu?? Cuiiihhhh !!"
Balasan dariku membuatnya tertawa terbahak. Saat aku tertawa itulah ponselnya kembali berbunyi.
Siapa sih ?? berisik amat.
Saat Luke sampai pada top dia naik keatas dan terlihat duduk santai sambil mengatur nafas.
"Luke, aku angkat telponnya ya, siapa tahu penting, soalnya bolak balik dia telpon"
"Okey, angkat saja. Bilang Luke sekarang lagi rock climbing sama gadis termanis di dunia !!"
Heh ?? apaan si ??
Sambil menggerutu aku buru-buru mengambil ponsel Luke saat berdering untuk kesekian kali.
Ibu ?? ternayata ibu Luke yang menelpon.
''H-halo ?? iya ibu ??"
Seperti hal nya Luke pada ibuku maka aku juga memanggil ibu pada ibu Luke.
"Eneng ?? Neng Melati ??"
Ah rupanya yang menelpon Luke adalah wanita yang menjadi pembantu ibu Luke.
"Bi Lastri ?? Iya bi ini saya, Luke masih diatas tebing. Ada apa bi sebentar lagi Luke turun akan saya sampaikan..."
"Ibu neng...Ibu Den Luke sekarang di Rumah sakit, ibu kena serangan jantung...."
Aku ternganga sambil melihat Luke yang sedang mengutak atik peralatannya diatas sana sambil bernyanyi.
"Siapa yang telpon Mel ??"
Teriaknya dari atas.
"Bu-bukan siapa-siapa, telpon nyasar. Ayo cepatlah turun !! Keburu hujan. Ayo Luke aku siap belay lagi"
"Sebentar lagi !! Pemandangan disini indah sekai !!"
Oh Luke andai kamu tahu apa yang terjadi.
"Bibi, saya akan segera membawa Luke pulang. Jika ada perkembangan setelah ini, telpon saja ke nomer saya jangan ke nomer Luke. Okey ??"
"Baik Non, cepat bawa Den Luke pulang ya non"
"Okey bibi, saya akan menurunkannya dulu. Ingat pesan saya, jangan telpon ke nomer Luke lagi setelah ini"
"Iya non"
Setelah mematikan telpon, dengan sigap aku langsung membetulkan tali karmantel dan seat harnes di pinggangku lagi untuk siap-siap menurunkan Luke. Aku harus Cepat-cepat menurunkannya.
"Luke !! Ada es teh di bawah, cepatlah turun atau aku habiskan !!"
"Es teh ?? Serius ?? Awas aja kalau sampai di habiskan. On belay ??!!"
"Belay on !!"
Teriakku beberapa detik sebelum Luke memelantingkan tubuhnya ke belakang tebing dengan tali melilit di pinggangnya. Dia meluncur dengan cepat, tak sampai semenit sudah berada lagi di bawah dengan keringat yang menggelantung di ujung hidungnya yang nukik seperti prosotan TK.
Luke mendekatiku lalu pura-pura membersihkan tangannya di t-shirt ku dan aku menghindar dengan cepat sambil menggerutu.
Saat aku lari menghindarinya, ponsel di saku celana gunungku berdering dengan meriah. Tiba-tiba saja aku punya firasat tidak enak.
Benar saja di ponselku tertera nama ibu Luke. Dadaku langsung berdegup kencang.
"Neng....Neng...!!"
"I-iya bi....??"
"Cepat bawa pulang Den Luke neng....ibunya...."
"Ibu kenapa bi ??''
"Ibu....ibu sudah pergi neng...."
Ya Tuhan ibu, pantas perasaanku dari tadi tidak enak. Aku sangat sedih, bagaimana perasaan sahabatku itu nanti. Dengan air mata yang tak bisa aku tahan bercucuran, telingaku mendengar tangisan bibi di telpon dan mataku langsung mencari sosok Luke diantara kerumunan warga yang mengaguminya. Dia terlihat menikmati saat-saat berbincang dengan warga yang tak menyangka cowok itu bisa bahasa Indonesia dengan lancar.
Bagaimana ini ?? Bagaimana cara aku menyampakan berita duka ini padanya ?? Dia sangat menyayangi ibunya, dia memilih tinggal di Indonesia karena kecintaannya pada ibunya. Dan sekarang ibunya telah tiada.
Aku tak bisa menahan air mataku. Betapa terpukulnya dia nanti. Hatiku ikut sakit mengetahui kenyataan ini.
*****