Hari Pertama

1503 Words
"Iya, aku mengerti. Tapi ayah, semalam ada pria yang menerobos masuk dalam rumah kita." "Apa?" ayah menatapku dengan terkejut. Aku menghela nafas panjang sebelum menceritakan segalanya pada ayah. Aku sangat khawatir, aku takut ayah akan marah karena semalam aku tidak memberitahukan segalanya pada ayah. "Siapa pria itu? Apakah salah satu diantara pria yang menyerang rumah itu?" tanya ayah dengan tidak sabaran. "Aku tidak tau pasti siapa pria itu. Tapi dia sempat mengatakan namanya dan bahkan ia menitip salam pada ayah," jawabku dengan takut-takut. "Katakan siapa nama pria itu? Berani-beraninya dia menerobos masuk kedalam rumahku." Ayah terlihat sangat marah. "Leonardo," sahutku menimpali. Saat mendengar nama itu wajah ayah memerah, ia bangkit dari kursinya. Aku tidak tau pasti masalah apa yang ada antara ayah dan pria itu, tapi yang pasti ayah tidak menyukainya. "Berani-beraninya ia masuk kedalam rumahku! Kau? Mengapa kau tidak menelpon ayah semalam, huh?" Ayah menatapku dengan tatapan tajam. "A-aku takut. Maaf ayah." Ayah menghela nafas pelan lalu berjalan mendekat kearahku, "Lain kali jika kau ada diposisi seperti itu, jangan ragu untuk menelpon ayah. Dan lain kali jangan biarkan siapapun masuk kedalam rumah, mengerti? Ayah khawatir jika kau sampai terluka." "Aku tak apa ayah, sungguh. Ayah tidak perlu mencemaskanku, aku bisa menjaga diriku sendiri. Maaf karena semalam tidak memberitahumu," ucapku sambil menunduk menyesal. Ayah mendekat lalu mengusap puncak kepalaku, aku bisa lihat dari sorot matanya yang sangat mencemaskan keadaanku, "Ayah tidak akan pernah memaafkan diri ayah jika kau sampai terluka. Dan, jika kau bertemu pria itu lagi jangan pernah berfikir untuk mendekatinya, dia adalah pria yang buruk dan ayah tau pasti akan hal itu," jelas ayah padaku. *** Hari ini ayah telah berjanji akan mengajakku mencari universitas terbaik yang ada di kota Berlin. Aku sangat bersemangat menyambut hari ini. Akhirnya segala yang aku impikan bisa terpenuhi, ayah benar-benar membuatku merasa sangat bahagia. "Anna, apa kau sudah siap?" Aku mendengar suara ayah dari bawah, ia sudah menungguku. Setelah selesai bersiap-siap, aku segera keluar dari kamar untuk menemui ayah. Aku benar-benar sangat excited. "Aku telah siap, ayah!" seruku pada ayah. Ia melihat penampilanku dari atas hingga ujung kaki, ia tersenyum. "Putri ayah terlihat sangat manis, kau benar-benar sangat cantik dan anggun," puji ayah, "oh baiklah, ayo kita berangkat. Ayah akan membawamu ke universitas terbaik yang ada di kota Berlin." "Sungguh?" "Tentu saja, ayah pasti akan menempatkan mu ke universitas terbaik di kota ini." Aku tersenyum senang, ayah benar-benar hebat. Aku sungguh menanti hari ini selama bertahun-tahun dan kini semuanya akan tercapai. Aku menyusul ayah masuk kedalam mobil sambil bersenandung kecil. Aku sangat bersyukur atas semua segala yang kumiliki, terutama ayah. "Apa kau sudah menghubungi ibumu semenjak kau tiba?" tanya ayah. Ah iya, aku sampai lupa menghubungi ibu karena terlalu bersemangat. Ku ambil ponsel dari slingbag berwarna putih yang ku kenakan berniat untuk menghubungi ibu dan ayah di Indonesia. Ketika aku menghubungi ibu, suaranya terdengar bergetar. Aku tau ia pasti sangat merindukan ku, begitu pun juga denganku. Aku benar-benar merindukan ibu, makanan yang ia buat dan cara ia selalu menyenangkan ku ketika sedang ada masalah. "Apa kata ibumu?" ucapan ayah langsung membuyarkan lamunanku. Aku terdiam lalu menatap ayah sekilas. "Tidak ada, dia hanya mengatakan bahwa sangat merindukan ku padahal kami baru berpisah beberapa hari saja." "Tentu saja ibumu sangat merindukan mu, kalian telah bersama sejak kecil tentu ia tidak merasa nyaman jika jauh darimu." Ayah melirikku sekilas lalu tersenyum, "jangan lupa untuk selalu mengabarinya, jangan membuatnya merasa kau telah melupakannya. Ibumu pasti sangat khawatir, terlebih lagi saat ini ia telah mengandung adikmu, itu akan membuatnya selalu merasa tidak tenang," lanjut ayah. Ketika ayah menyebutkan kata adikmu itu aku bisa merasakan kalau hatinya terasa sangat sakit. Aku tau hingga saat ini ayah belum bisa melupakan ibu, dan masih sangat mencintai ibu. Aku berharap ayah bisa menemukan seorang wanita yang bisa membuatnya merasa bahagia—lagi. "Iya ayah, aku mengerti," seruku pada ayah. Tak terasa waktu berlalu begitu cepat, mobil kami berhenti disalah satu universitas yang cukup megah. Banyak mahasiswa yang berlalu-lalang masuk dan keluar dari kampus. Saat pertama kali aku melihat bangunan yang ada dihadapan kami, aku langsung terkesima. Kampus ini didominasi dengan warna putih dengan arsitektur bangunan yang beragaya Eropa. "Apa kau menyukainya?" Aku menatap ayah dengan sangat bersemangat, "Aku sangat menyukainya, ayah. Bangunannya terlihat sangat indah dan megah." "Baiklah ayah akan mengajakmu berkeliling dahulu sebelum menemui ketua yayasan kampus. Kita akan melihat terlebih dahulu setiap detail ruangan yang ada disini dari situ kau bisa menyimpulkan apa kau ingin berkuliah disini atau kita bisa mencari kampus lain," jelas ayah "Aku rasa kampus ini sudah sangat bagus untukku ayah. Kita tidak perlu melakukan itu. Aku menyukai kampus ini," ucapku dengan sungguh-sungguh. "Tapi kita tidak tau seperti apa lingkungannya, itulah sebabnya kita harus melihat-melihat terlebih dahulu, okey?" Aku tau ayah terlalu khawatir padaku. Ia sangat takut jika lingkungan tempatku tinggal atau berkuliah itu tidak baik dan akan mempengaruhiku, tapi bagaimana aku bisa menjelaskan bahwa aku bisa menjaga diriku sendiri? "Aku rasa itu tidak perlu." Setelah melewati beberapa perdebatan akhirnya ayah setuju. Sungguh aku merasa sangat senang. Kami menuju ruang kepala yayasan untuk menemuinya dan memberi tahu maksud kedatangan kami disini. Dan tidak membutuhkan waktu yang lama aku bisa diterima, ayah dan ketua yayasan kampus berteman dengan sangat baik itulah sebabnya aku bisa langsung diterima. "Besok kau sudah bisa masuk, ayah sudah mengurus segalanya," tutur ayah padaku. "Sungguh? Ayah memang ayah yang terbaik. Mari kita pulang untuk menyiapkan segalanya." "Ayah akan mengajakmu belanja dahulu, kau memerlukan banyak hal sebelum masuk kampus." Tidak ada kata-kata yang mampu kupakai untuk menjelaskan batapa aku sangat bahagia. Ayah benar-benar melakukan yang terbaik untukku. Aku pikir setelah aku tiba di kota ini rasanya aksn tetap sama ketika aku berada di Indonesia bersama ibu, tapi ini berbeda. Setelah kegiatan kami selesai ayah mengantarku pulang karena ada beberapa urusan yang harus ia kerjakan. Saat tiba dirumah ayah langsung pamit untuk pergi dan mengatakan mungkin dia akan pulang agak malam. Dia memintaku untuk tidak sembarangan membukakan pintu kepada orang yang tidak aku kenali karena ia tidak ingin hal yang kemarin terjadi lagi. "Baiklah sekarang ayah harus pergi, kau berhati-hatilah dirumah. Jika ada apa-apa jangan ragu untuk menghubungi ayah, ayah pasti akan datang secepat mungkin," jelas ayah. "Baik bos, aku mengerti!!" seruku lalu mengangkat tangan sebagai bentuk penghormatan. Sebelum pergi ayah mengecup puncak kepalaku sekilas lalu kembali masuk kedalam mobil dan melajukan mobilnya dalam kecepatan tinggi. Saat kurasa ayah sudah jauh aku masuk kedalam rumah untuk menyusun beberapa barang yang kami beli tadi. Hari sudah menjelang siang dan aku akan tidur sebentar karena sangat lelah. *** Sial, aku terbangun saat jam 7 malam. Hari sudah mulai gelap dan aku baru saja bangun? Bagaimana bisa aku tidur dari jam 1 siang hingga pukul 7 malam? Buru-buru aku menuju wastafel untuk mencuci muka kemudian mengambil handuk untuk menuju kamar mandi. Waktu rileks terbaik adalah berendam di bathtub saat sudah malam hari, itu benar-benar sangat nyaman. Pukul 9 malam aku sudah berada diruang TV sambil menonton serial TV yang sama sekali tidak menarik. Aku merasa sangat jenuh dirumah sendirian, segala jenis camilan sudah aku cicipi tapi aku masih merasa sangatjenuh. Ayah akan pulang mungkin 2 jam lagi, aku memutuskan untuk kembali ke kamar menyiapkan segala sesuatu untuk besok. Tapi sayangnya aku masih belum bisa tidur padahal sudah pukul 12 malam, hari sudah sangat larut. Apakah karena aku sudah tidur sampai jam 7 tadi? Atau karena aku terlalu khawatir? Sial, aku merasa benar-benar aneh. Sudah banyak hal yang kulakukan tapi aku bekum juga mengantuk, sedangkan ayah sampai sekarang belum pulang ke rumah. Entah apa yang akan aku lakukan sendirian. **** Cahaya matahari pagi ini tidak terlihat, Jam sudah menunjukkan pukul 7 pagi dan aku masih bergumul dibawah selimut tebal. Hari ini hujan, aku merasa malas untuk melakukan sesuatu. Masih ada waktu 2 jam sebelum aku beramgkat ke kampus. Kata ay, dia akan pergi ke kanto ketika sudah mengantarku, itu berarti dia akan tetap berada dirumah hingga aku pergi. Aku menuruni anak tangga dengan langkah gontai. Semalam tidurku terasa tidak nyenyak. Bagaimana tidak, aku hanya bisa tertidur ketika pukul 3dini hari. Sungguh, aku merasa sangat mengantuk!! “Selamat pagi Tuan James,” sapaku pada ayah. Ayah hanya melirikku sekilas lalu kembali fokus pada koran. Aku menuju dapur untuk menyiapkan sarapan dan benar saja, lagi-lagi ayah mendahului ku menyiapkan sarapan. Aku mengambil sepotong roti lalu melahapnya kemudian berlalu menuju kursi tempat ayah duduk. Ayah terlihat sangat fokus, dan yah semalam aku bahkan tidak tau kapan ayah pulang, itu terjadi lagi dan lagi. Hari ini adalah hari pertamaku masuk kuliah. Aku benar-benar merasa sangat bahagia. Ayah mempersiapkan segalanya hanya untukku. Aku berharap hari ini akan menjadi hari baik untukku terlebih lagi ini adalah hari pertamaku. Jujur saja aku merasa sangat khawatir untu hal kecil. Aku adalah tipe gadis yang susah bergaul, ini akan sangat sulit bagiku untuk beradaptasi. Semalam aku benar-benar tidak bisa tidur karena terlalu memikirkan hal-hal yang menurut ayah tidak pnting.Aku menjadi sangat khawatir, tapi untunglah ibu menelponku dan meyakinkan aku bahwa kuliah bukanlah hal yang perlu dikhawatirkan. Aku bersyukur, walaupun ibu dan ayah sudah berpisah aku tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD