Malam harinya, Baskara datang. Ia membawa banyak makanan kesukaan Aluna, berusaha keras meredakan amarah istrinya.
"Sayang, maaf aku telat," ucap Baskara, nadanya penuh sesal.
Aluna tak menjawab. Ia memalingkan wajahnya, punggungnya menghadap Baskara.
"Kamu masih marah?" tanya Baskara. Aluna tetap diam, keheningan menyelimuti ruangan.
"Al," panggil Baskara, menggunakan panggilan kesayangan mereka. "Mau makan?"
"Aku bawa makanan kesukaan kamu," bujuk Baskara dengan sabar. "Makan, ya," ucap Baskara sambil mengusap rambut Aluna lembut.
"Siapa wanita kemarin?" tanya Aluna, suaranya pelan namun menusuk.
"Dia mantan aku. Kita sudah lama putus, tapi dia memang sering gitu, datang nggak jelas," jawab Baskara, memberikan jawaban yang terencana.
"Tapi dia bilang aku rebut kamu dari dia, Mas. Apa itu benar?" tanya Aluna, suaranya mulai bergetar.
"Nggak, Sayang, nggak gitu. Semua salah aku," akunya, mengakui bahwa ada rahasia besar di balik itu.
"Jelasin, Mas. Aku ingin tahu," tuntut Aluna.
"Nanti, Sayang, kalau sudah saatnya, ya," ucap Baskara, menghindari topik itu.
"Aku mau sekarang, Mas!" seru Aluna. "Aku nggak mau disebut pe..." Ucapan Aluna terhenti. Kepalanya mendengung hebat, ia kesakitan luar biasa.
"Tuh kan! Aku bilang apa!" Baskara panik. Ia menekan tombol panggilan perawat, lalu segera memeluk Aluna dengan erat.
"Sakiiit!" rengek Aluna.
"Aku bilang apa, Sayang? Jangan marah-marah. Sebentar lagi dokter datang, tenang ya," bisik Baskara dengan lembut, memeluk Aluna di dadanya.
Aluna mengangguk, mencari ketenangan dalam pelukan Baskara.
Tak lama, Dokter memeriksa Aluna. "Ibu jangan marah-marah, ya. Jangan paksa mengingat. Emosinya ditahan, ya," pesan Dokter.
"Baik, Dok," ucap Aluna, yang masih bersandar di pelukan Baskara.
Setelah Dokter pergi, Baskara membujuk Aluna makan. Aluna akhirnya mau. Baskara menyuapi Aluna dengan lembut dan penuh perhatian.
Setelah makanan habis, Aluna meminum obatnya. "Mas, jangan jauh," pinta Aluna.
"Nggak akan. Aku di sini, kok," janji Baskara.
Perlahan, mata Aluna berat. Ia pun tertidur malam itu, ditemani kehangatan Baskara.
Baskara mencium kening Aluna, mengecup tangan istrinya, lalu ia pun tertidur di kursi samping Aluna, menjaga istrinya dengan penuh kasih.
Keesokan harinya, Aluna membuka matanya. Tangannya masih berada dalam genggaman tangan Baskara yang masih tertidur.
Baskara merasakan tangan Aluna bergerak. Ia pun bangun dan menggeliat.
"Sudah bangun, Sayang?" ucap Baskara.
"Hmm," gumam Aluna.
"Gimana, masih sakit?" tanya Baskara sambil mengusap kepala Aluna dengan lembut.
"Udah nggak sakit. Aku mau berjemur nanti," ucap Aluna.
"Oke, nanti aku antar," janji Baskara.
Aluna pun sarapan pagi itu. Usai sarapan, mereka berjalan-jalan di taman rumah sakit, menikmati matahari pagi.
"Kemarin aku ketemu teman aku di sini," ucap Aluna sambil duduk di bangku taman.
"Oh, ya? Siapa?" tanya Baskara, matanya waspada melihat sekeliling.
"Namanya Risma. Dia satu sekolah sama aku," cerita Aluna.
"Oh, gitu," ucap Baskara, berusaha terdengar biasa saja.
"Mas," panggil Aluna.
"Ya," sahut Baskara.
"Kata kamu, kamu sayang sama aku. Coba buktikan," pinta Aluna.
"Maksudnya buktikan apa?" tanya Baskara.
"Ceritakan masa lalu kita," tuntut Aluna.
Baskara menghela napas panjang. Ia tahu ia harus memberikan sesuatu, sesuatu yang aman.
"Oke. Dulu kamu sekolah SMA di sekolah SMA Pelita Harapan, dan aku kuliah dekat sekolah kamu," Baskara memulai.
"Oh, jadi kita kenal dari dulu?" tanya Aluna sambil tersenyum bahagia.
Baskara menatap Aluna yang tersenyum bahagia, hatinya menghangat. "Iya. Kamu paling cantik, aku suka kamu saat pertama lihat kamu," Baskara memegang dagu Aluna, memaksa matanya menatap mata istrinya yang sayu.
"Terus, aku gimana?" tanya Aluna, penasaran.
"Kamu..." Baskara terdiam. Ia menatap Aluna. "Kamu baik, tapi aku malu kenalan sama kamu. Aku takut kamu nggak mau kenal sama aku," ucap Baskara sambil menunduk.
"Loh, terus kita kenalannya gimana?" tanya Aluna heran.
"Kita akhirnya kenalan kok," Baskara tersenyum, mengakhiri plot yang penuh teka-teki.
"Terus, pacaran?" desak Aluna.
Baskara tak menjawab. Ia sibuk membetulkan rambut Aluna yang tertiup angin.
"Mas?" panggil Aluna lagi.
Baskara tetap diam, lalu ia mengecup leher Aluna, sentuhan yang tiba-tiba. Darah Aluna berdesir, jantungnya berdebar kencang.
"Jangan berpikir terlalu banyak, ya," bisiknya lembut di telinga Aluna.
"Oke, nggak apa-apa. Aku senang dengar cerita hari ini. Nanti lanjut lagi ya," ucap Aluna, tersenyum manis, puas dengan sedikit petunjuk.
"Baik, Tuan Putri," ucap Baskara sambil tersenyum.
Aluna mengangkat tangannya, meraba-raba mencari wajah Baskara. Ia menutup matanya, membayangkan wajah suaminya.
"Padahal Mas tampan, kenapa malu kenalan sama aku?" ucap Aluna. Pipinya merona membayangkan masa lalu yang baru saja ia dengar.
"Aku pendiam," ujar Baskara.
"Masa sih?" ucap Aluna sambil terkekeh geli.
"Hmm," gumam Baskara. "Mataharinya sudah naik. Kita ke ruangan, ya," ajak Baskara.
"Oke," ucap Aluna. Kini ia terlihat bahagia setelah mendengar cerita masa lalu yang 'disaring' oleh suaminya.