Pendapat yang sangat tolak belakang untuk beberapa saat didiskusikan. Awalnya kedua wanita itu bersikeras mempertahankan pendapat masing-masing tak ada satu pun yang mau mengalah. Hingga membuat Arif sebagai suami dan ayah tertunduk malu di hadapan calon menantunya karena ulah kedua wanitanya.
"Sudah, sudah! Kita sedang diskusi, jangan kukuh sama pendapat sendiri!" seru Arif mencoba melerai untuk yang kesekian kalinya.
Barulah berhasil. Reza hanya menanggapi dengan senyuman manisnya melihat calon istri dan calon ibu mertuanya begitu menggemaskan. Karena yang mana pun hasilnya, ia akan mengikuti.
"Pokoknya, Ami pengen sederhana! Acara keluarga aja juga cukup!" tukas Arumi tanpa sadar ia menyebut nama panggilan dari kekasihnya.
"Ami?" Arif dan Sara menoleh pada putrinya bersamaan.
"Eh, maksudnya Arum. Ya, pokoknya aku!" bela Arumi segera. Ia memalingkan wajahnya yang mulai merah merona.
"Bagaimana, Nak Reza?" tanya Arif kembali.
"Saya tidak keberatan. Jika memang itu yang diinginkan Arumi, saya setuju. Mungkin nanti mas kawinnya saya tambahkan karena biaya acara tidak akan seberapa."
"Lalu, Ibu?" Kini Arif menoleh ke arah istrinya. Ya, karena sejak tadi hanya dia yang tak setuju.
"Ya udah, mau gimana lagi. Ibu ikut saja lah!" jawab Sara walau sebetulnya masih tak terima.
Ya, karena inginnya bila bisa acara dilakukan selama tujuh hari tujuh malam. Semua temannya ia undang dari semua kalangan. Bukankah ini jadi satu kesempatan untuk menunjukkan bahwa ia memiliki menantu pengusaha kaya raya. Namun, saat Arumi membantah dengan sederet alasan Sara pun akhirnya mengalah.
"Baik, sekarang tinggal waktunya mau kapan?" Arif melontarkan pertanyaan kedua.
"Dua minggu dari sekarang," jawab Reza datar tapi mampu membuat ketiga orang yang ada di depannya tersentak.
"Bukan kah itu terlalu cepat?" Arumi jelas sangat keberatan.
"Menyiapkan pernikahan itu bukan hal mudah, Nak. Dan tidak bisa diburu-buru," tambah Sara.
"Serahkan saja semua pada saya, Bu. Bila perlu kita sewa hotel untuk tempatnya dan semua keperluan diurus oleh WO sehingga nanti Ibu, Bapak, juga Arumi tinggal datang saja."
"Wah, betul juga. Jadi kalau gitu gak perlu ribet juga, ya?" sahut Sara ikut tertarik.
Arumi menarik nafas panjang. Ia sedikit keberatan karena jika di hotel biaya yang dikeluarkan pasti lebih banyak lagi. Belum lagi dengan menggunakan wedding organizer biasanya akan memakan banyak biaya juga. Ini alasan ia memilih acara sederhana.
"Apa tidak sebaiknya di rumah saja?" tanya Arumi.
"Sudah lah acara biasa aja, masa acaranya mau di rumah juga. Sekarang ibu yang nentuin, kita sewa hotel saja kan ya, Nak Reza?" Sara kembali menjawab, tampaknya sejak tadi memang ia yang paling semangat.
"Monggo, Bu," jawab Reza sopan. "Kamu tidak perlu khawatir Arumi, semua akan saya siapkan!" sambungnya.
Arumi terdiam. Ia menoleh ke arah Arif, ayahnya.
"Bapak, ikut saja. Jadi tepatnya tanggal berapa, Nak?"
"Tanggal 16, Pak. Tepat di hari Minggu. Nanti saya kembali datang ke sini tiga hari sebelum hari H," jelas Reza.
"Baiklah. Kami di sini menunggu kabar baiknya ya, Nak. Yang pasti semoga semua Allah lancarkan segala maksud dan niat kalian berdua," ucap Arif.
"Amin," jawab keduanya serempak.
Berakhir sudah penentuan hari pernikahan yang hanya tinggal menghitung hari. Ya, dua minggu bukanlah waktu yang banyak semua akan terasa sangat singkat. Terlebih lagi untuk Arumi yang sudah tak mengharapkan lagi sebuah pernikahan, kini tiba-tiba saja akan menikah. Butuh banyak waktu rasanya untuk menyiapkan diri.
***
[Aku jemput sekarang. Kamu sudah siap?]
Pesan masuk dari Reza saat Arumi bersiap di depan cerminnya. Sebetulnya, sejak sepuluh menit yang lalu ia sudah siap hanya saja mungkin karena hendak bertemu sang pujaan semua terasa kurang.
[Iya. Sudah.] balas Arumi segera setelah ia menyematkan jarum pentul di bagian kepalanya.
'Ah, aku rasa begini juga cukup!' gumamnya kembali seraya berputar-putar di depan cermin. Ia masih belum puas dengan style hijabnya.
"Sudah. Sudah cantik, kok!" ujar Sara yang tiba-tiba muncul dari balik pintu.
Hari ini Reza bermaksud datang menjemput untuk fitting pakaian serta memilih cincin dan mas kawin lainnya. Sekitar satu minggu lagi acara pernikahan mereka akan digelar. Jadi hari ini semua itu harus benar-benar segera diselesaikan.
"Udah lama banget gak jalan berdua sama Mas Reza, rasanya kok deg-degan banget ya, Bu."
"Ini karena Reza bukan hanya sekedar pacarmu tapi juga calon suamimu!"
"Iya kali, ya. Duh keringat dingin pada keluar!"
"Assalamualaikum." Tiba-tiba suara seorang pria yang sangat Arumi kenal terdengar.
"Wa'alaikum salam," jawab Arumi dan Sara bersamaan.
Keduanya berjalan menuju arah pintu depan kemudian Arumi segera membukakan pintunya.
"Ayo, Nak, masuk dulu!" ajak Sara mempersilahkan masuk.
"Terima kasih, Bu. Tapi ini udah terlalu siang, gak enak ditunggu perancang pakaiannya. Jadi kami pamit langsung pergi saja, Bu," tolak Reza seperti biasanya dengan penuh sopan santun.
"Oh, ya udah. Kalau gitu hati-hati ya, kalian berdua."
"Iya, Bu. Aku pergi dulu, ya. Assalamualaikum," pamit Arumi seraya mengecup punggung tangan ibunya disusul oleh Reza.
Kemudian Reza mengajak Arumi menaiki mobil yang terparkir di depan rumah. Arumi dengan rasa bahagia yang membuncah segera masuk begitu kekasihnya membukakan pintu untuknya.
Ini merupakan kali pertama bagi Arumi menaiki mobil mewah dengan harga yang sangat wah. Jika dulu saat pacaran ke mana-mana ia hanya dibonceng dengan motor matic, tapi sekarang Reza justru membuatnya seperti seorang nyonya besar. Namun, semua itu cukup Arumi banggakan dalam hatinya.
Tak lama mereka sampai di butik tempat Reza memesan busana. Secara bergantian mereka mencoba satu persatu busana rancangan yang tersedia di sana. Pilihan Arumi jatuh pada busana putih dengan lengan panjang yang tidak memayung tapi panjangnya menjuntai hingga lantai. Saat dicoba pilihannya benar-benar sempurna membuat Reza untuk beberapa saat terpesona. Reza sendiri menjatuhkan pilihannya pada tuxedo hitam dengan kemeja putih.
Selesai memilih busana, mereka berdua menuju toko perhiasan terbesar di kota. Melihat Reza yang datang, para pelayannya menyodorkan beberapa set perhiasan mulai dari emas kuning hingga emas putih. Semua model diperlihatkan mulai dari yang terbaru, terlaris, hingga limited edition.
Arumi yang tak tahu menahu tentang perhiasan merasa kebingungan. Di matanya semua terlihat sama indah dan menawan. Ia hanya menoleh pada kekasihnya meminta bantuan agar segera dipilihkan.
"Yang ini saja," tunjuk Reza pada kotak set perhiasan emas putih yang terlihat simpel.
"Ayo, sekarang kita cari cincin pernikahannya!" ajak Reza kemudian.
Lagi-lagi Arumi hanya dapat terdiam kebingungan melihat sederet cincin yang terlihat sama cantiknya. Ia kembali meminta agar Reza saja yang memilih.
"Yang ini bagaimana?" tunjuk Reza pada sepasang cincin putih.
"Boleh," jawab Arumi setuju saja.
Setelah semua dipilih dan dibeli. Mereka berdua memutuskan untuk makan sebelum kemudian pulang.