Bab 4

1053 Words
"Kamu yakin gak mau undang udang temen-temen kamu nanti?" tanya Reza saat mereka menyantap makan siang. "Tidak perlu, Mas. Paling sahabat-sahabat deket aja." "Acaranya mau sesederhana itu saja?" Arumi mengangguk. "Baiklah." Sebetulnya jika Arumi ingin dia bisa saja meminta acara semewah mungkin, dengan gaun paling mahal serta riasan yang terbaik. Karena Reza saat ini bisa mengabulkannya. Namun, Reza sudah cukup lama mengenal Arumi wanita itu memang tidak suka pada kemewahan. Ia lebih suka dengan hal-hal yang lebih sederhana. Padahal jika wanita lain yang ada di posisi Arumi, sudah barang tentu mereka akan mengambil kesempatan tanpa menyia-nyiakan barang sedikit pun. Selesai makan siang Reza mengajak Arumi untuk kembali pulang. Tak banyak yang Arumi bicarakan, bahkan di mata Reza ia tampak kurang antusias menyambut hari pernikahan mereka yang tinggal menghitung jari. Reza gusar, takut jika tiba-tiba Arumi membatalkan semuanya. Hingga tak terasa mereka sampai di depan rumah Arumi. "Ami, tunggu!" Reza berusaha mencegah Arumi yang hendak melepas sabuk pengaman serta membuka pintu. "Ya?" Arumi menghentikan tangannya. "Apa kamu bahagia dengan semua ini?" "Tentu saja. Kenapa kamu bertanya seperti itu?" "Aku takut, kamu tidak menikmati sama sekali." "Tidak. Aku sangat menikmati semuanya." "Lalu? Kenapa kamu diam saja sejak tadi?" "Jika sudah bahagia, aku paling tak bisa mengekspresikannya. Aku terkadang seperti orang kebingungan, padahal saat itu aku sedang sangat bahagia." "Ya, memang. Sejak tadi kamu banyak diam. Aku jelas takut perasaan kamu tiba-tiba berubah." "Tidak. Jelas itu tidak mungkin, Sayang. Aku bahagia atas semuanya." "Ah, syukurlah. Kalau gitu yuk, masuk! Aku mau sekalian pamit sama Ibu." "Yuk!" Arumi dan Reza sama-sama turun dari mobil. Namun, ternyata Sara tak ada di rumah jadi Reza hanya menitipkan salam pada Arumi. Arumi pun sempat menawarinya untuk masuk terlebih dulu, tapi Reza menolak karena banyak yang harus ia kerjakan. Begitu Reza hilang dari pandangannya, Arumi bergegas masuk menuju kamarnya. Ia sudah tak bisa lagi menahan kebahagiaan yang membuncah di dadanya. Aaaaa ... aku tidak sedang bermimpi kan? Ia terus menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menampar kecil wajahnya karena masih tak percaya dengan semua ini. Aw aw aw. Oke ini bukan mimpi karena aku merasakan rasa sakit! batinnya kembali setelah ia menampar pipinya sedikit lebih keras. Kemudian Arumi berdiri di depan cermin dengan senyuman yang terus tersungging di wajahnya. Kebahagiaan itu seperti ditumpahkan sekaligus padanya. Bahagia karena akhirnya ia menikah, serta bahagia karena yang menikahinya adalah pria yang sangat ia cintai sejak dulu. Ya, perasaan itu tak pernah berubah. *** Di tempat lain, Reza bergegas mengambil ponselnya yang sejak tadi bergetar. Ya, ponsel itu sejak Arumi masih bersamanya terus bergetar memberi tahu bahwa ada penelpon yang tak sabar. Dan Reza sudah bisa memastikan itu. Reza pun segera menelpon balik pada si penelepon yang sudah berapa kali menelponnya. "Kenapa lama sekali!" bentaknya saat baru saja sambungan panggilan tersambung. "Aku tadi sedang dengan Arumi!" jelas Reza mencoba untuk tetap tenang. "Berapa lama lagi kalian menikah? Aku kan sudah bilang jangan lama-lama!" "Satu minggu lagi. Kamu yang sabar sedikit dong, bukannya kamu kasih aku waktu tiga bulan?" "Iya, terserah! Pokoknya setelah aku pulang nanti, aku harus sudah mendapatkan kabar yang ingin kudengar!" "Akan aku usahakan," jawab Reza datar. Tiba-tiba sambungan telepon terputus begitu saja. Reza menggasak rambutnya frustasi. Kemudian ia mengambil sebatang rokok lalu menyesapnya setelah ia mematikkan api pada ujungnya. *** Tiga hari menjelang pernikahan mereka, Reza kembali datang. Saat ini ia ingin menunjukkan pada Arumi tempat yang disewanya dan di mana nanti mereka menginap sebelum acara dimulai. Selain itu, seorang MUA kenalan Reza ingin bertemu Arumi terlebih dahulu sebelum hari H nanti. Dengan ditemani Sara, Arumi menuju hotel bersama Reza. Sara berdecak kagum sekaligus merasa bangga diri memiliki calon menantu seperti Reza. Ini akan mengangkat derajatnya di depan keluarga Arif, suaminya. Ya, keluarga besar dari ayah dan ibu Arumi akan turut serta karena acara ini memang hanya diadakan dalam lingkup keluarga serta teman terdekat. Reza membawa keduanya menuju kamar yang telah ia booking tiga hari ke depan. Bahkan jika mau mereka sudah boleh menempatinya hari ini juga. Dua kamar dengan satu pintu akses di dalamnya untuk memudahkan orang tua Arumi menghubungi putrinya. Sedangkan untuk kamar pengantin berada di depan kamar yang di peruntukan Arumi. Reza sendiri nanti tidur di kamar yang terletak di sebelah kamar pengantin. Semua persiapan sudah mendekati seratus persen. Semuanya sudah hampir siap. Dekorasi pelaminan pun sudah terpasang. Semuanya sudah benar-benar hampir siap. "Jadi, mau pulang lagi apa langsung nginep di sini aja?" tawar Reza dengan sedikit bercanda. "Pulanglah, kasian Bapak!" jawab Arumi cepat. Reza hanya tertawa kecil. "Bapak mah biarin aja, nanti juga nyusul!" timpal Sara. "Ih, ibu kok gitu? Gak sayang Bapak nih!" "Haha bukan gitu, sayang lah sayang banget!" "Sekarang mending makan dulu yuk, sebelum pulang!" ajak Reza kemudian. "Boleh, Nak," jawab Sara. Kemudian Reza mempersilahkan calon ibu mertuanya itu masuk ke dalam mobil, di susul oleh Arumi. Ia melajukan kendaraan roda empatnya menuju sebuah restoran ternama di kota. Tentu saja ini kali pertama bagi Sara dan Arumi, biarpun ada uang untuk mengunjunginya bagi Sara yang memiliki suami hanya sebagai supir taksi merasa eman. Namun, tidak untuk sekarang. Sara tampak senang dan merasa beruntung, ia memanfaatkan peruntungannya ini untuk mencicipi menu paling enak yang ada. Wanita yang melahirkan Arumi itu memilih rib eye atau orang-orang sering menyebutnya dengan sebutan fillet scotch steak. Jenis steak yang cukup populer karena tekstur dagingnya yang terasa sangat juicy serta harganya yang cukup fantastis. Reza sama sekali tak keberatan, baginya harga steak itu tak seberapa. Berbanding terbalik dengan Arumi, ia merasa malu dengan kelakuan ibunya itu walau di sisi lain ia juga merasa senang melihat kebahagiaan ibunya sendiri. Arumi sendiri memilih menu paling biasa bahkan sering ditemukan di luar restoran pun. Chicken steak saus enoki menjadi pilihannya. Lumayan sedikit berbeda dari chicken pada umumnya, tapi tetap saja ini sangat biasa. Setelah menunggu cukup lama, pesanan mereka datang. Tak mau menyia-nyiakan momen begitu saja, Sara segera mengeluarkan gawainya kemudian mengambil gambar menggunakan ponsel pintarnya itu. Arumi sendiri hanya bisa geleng-geleng kepala. "Gak apa-apa, kapan lagi kita ke sini!" ujar Sara yang masih mengambil beberapa gambar sadar akan gelengan putrinya. "Udah ah, Bu. Malu dilihat orang. Kita makan aja, yuk!" ajak Arumi lembut. "Gak apa-apa, santai aja!" ujar Reza membesarkan hati calon ibu mertuanya. "Tuh, kata Nak Reza juga gak apa-apa!" Arumi hanya bisa menarik nafas panjang. Sedangkan Reza sendiri hanya bisa tersenyum menanggapi. Barulah mereka mulai menyantap makanan setelah Sara berhenti dan menyimpan kembali ponselnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD