Bab. 2. Selingkuh.

1198 Words
"Kau mengadu apa saja kepada ibumu?" tanya Risang dengan tatapan penuh amarah. "Kita ini sudah berapa lama bersama, Mas? Tapi kenapa kau tidak paham dengan semua sikapku? Kau pikir aku tipe orang yang suka mengadu, begitu?" Risang mendesah kasar, saat dia diberondong pertanyaan oleh istrinya. Namun kali ini, dia tidak mau kalah, dia akan terus bertanya kepada Anandini, kenapa sikap mama mertuanya sangat membuat dirinya merasa gerah. "Tapi kenapa mama ngomong asal kepadaku?" Anandini menatap ke arah Risang dengan senyum tipis. Senyum yang bisa diartikan dengan ejekan. "Kau sendiri yang membuat mama berasumsi buruk. Sudah tahu aku baru melahirkan, kau tidak menunjukkan sikap pedulimu, malah ngilang sesuka hati seolah kau tak peduli." "Jadi kau menyalahkanku?" tanya Risang dengan suara keras. "Teriaklah, hingga mamaku membenarkan semu asumsinya kalau kau memang tidak peduli padaku!" Risang akhirnya memilih keluar dari kamar, sedangkan Anandini duduk di ranjang dengan menghela nafas panjang. Air mata yang sejak kemarin ia tahan, akhirnya tumpah. Namun sebisa mungkin wanita itu mulai menghapus dan menenangkan dirinya, agar mamanya tak semakin curiga dengan keadaan rumah tangganya yang sedang tidak baik. Setelah bisa menenangkan diri, Anandini mulai membasuh wajahnya, dia lalu turun ke bawah lagi untuk bergabung dengan yang lain. Dara berdiri saat melihat putrinya mendekat dengan wajah terlihat segar. Dia memberikan cucunya kepada Anandini, lalu pamit pulang. "Mama harus pulang, nanti aku akan bawa ayahmu datang untuk melihat cucunya lagi," pamit Dara. "Terima kasih, Ma!" Anandini menatap mamanya dengan tatapan tulus. "Jaga anakmu dengan baik, kamu juga harus beristirahat," ucap Dara. Anandini mengangguk, "Hati-hati, Ma!" Setelah mamanya pergi, laksmi juga pergi meninggalkan menantunya. Wanita paruh baya itu tak mau menyapa atau sekadar bertanya mengenai cucunya. Anandini pun hanya bisa menghela nafas panjang saja. Entah kenapa dia selalu diperlakukan tidak baik oleh ibu dari suaminya. Dan sejak dia hamil, tingkah Risang juga berubah aneh. 'Apa yang salah dengan diriku?' tanya Dara dalam hati. Sedangkan Abiyasa ayah mertua Anandini mendekat dan pamit akan kembali ke kantor. "Kamu istirahat saja. Aku dan Risang harus kembali ke kantor." "Iya, Pa. Hati-hati!" Anandini tersenyum ke arah papa mertuanya. Abiyasa mengelus pipi gembul sang cucu sebelum dia pergi menyusul langkah Risang yang sudah pergi lebih dulu. Anandini menatap putranya dengan senyum merekah. Meski hatinya sedang tidak baik, ada penawar dari segala hal yang ia rasakan, yaitu putra tercinta. "Mari kita pergi ke kamarmu!" Anandini menuju kamar sambil terus mengajak ngobrol anaknya, seolah bayi itu paham dengan apa yang dia bicarakan. ___ Risang dan papanya langsung bekerja, jam sudah menujukkan pukul sebelas siang. Di mana jam makan siang sebentar lagi akan tiba. Namun dua lelaki beda usia itu terus melanjutkan pekerjaan yang sudah terlanjur terbengkalai. Rapat dengan beberapa klien sudah terjadwal padat hingga sore hari. Sedangkan Risang terlihat tak bersemangat karena pertengkaran kecil dengan istrinya beberapa jam lalu. Elvantri mengetuk pintu ruangan bosnya, setelah dipersilakan masuk, Risang berdiri dari duduknya, dia menarik lengan sekertarisnya yang seperti biasa memakai baju seksi itu. Lelaki itu memeluk erat tubuh Elvantri. Membuat perempuan berambut panjang itu tersenyum merasa bahagia karena merasa di sayang oleh Risang. "Kau kenapa?" "Diam dulu sebentar!" Elvantri membalas pelukan Risang, setelah terdiam beberapa saat, lelaki tampan itu melepas pelukannya. "Aku sudah lebih baik, kau membawa apa?" tanya Risang sambil menatap ke sebuah map warna hijau di tangan Elvantri. "Ini laporan keungan yang kau minta kemarin!" Elvantri menyerahkan map itu kepada bosnya. "Aku akan kembali ke mejaku, hari ini ada papamu, jadi kita jangan macam-macam dulu!" Elvantri memperingatkan bosnya agar tidak membuat masalah karena ada Abiyasa. "Tunggu dia pergi dulu," ucap Risang menatap serius ke arah sekertarisnya. Elvantri hanya tersenyum lalu meninggalkan ruangan bosnya. Menit berlalu, tak terasa waktu sudah menunjukkan pukul empat sore. Risang dan Elvantri baru saja menyelesaikan pertemuan dengan klien. "Kita kembali ke kantor atau boleh langsung pulang?" tanya Elvantri menoleh ke arah Risang. "Kita kembali saja ke apartemenmu," jawab Risang. "Jadi, kau mau kucing-kucingan dengan papamu?" tanya Elvantri dengan nada bicara menggoda. "Kita berdua bisa mati kalau dia tahu mengenai hubungan ini," jawab Risang. Mobil mewah milik Risang melaju menuju apartemen milik Elvantri. Keduanya terlibat obrolan mengenai hubungan terlarang mereka. Di mana skertaris berpakaian seksi itu ingin menjadi istri kedua. "Kamu kapan resmiin hubungan kita ini, Risang?" Risang yang sedang menyetir pun menoleh ke arah kekasihnya. "Nanti ya, aku belum bisa pastiin karena istriku baru saja melahirkan. Elvantri memasang wajah cemberut, Risang selalu mengulur waktu untuk menikahinya. Risang yang tak mendengar jawaban dari Elvantri pun menoleh, dia langsung menggenggam tangan wanita yang seumuran dengannya itu. "Aku janji akan menikahimu, El. Tapi tunggu sebentar lagi." "Asal kau tepati janji, aku akan setia menunggumu!" Perjalanan pun sampai, keduanya bergandengan tangan menuju unit milik Elvantri. Setelah masuk, Risang seolah tak sabar untuk menyalurkan semua h@sr*tnya kepada sang sekertaris. Ciuman lembut didapatkan oleh Elvantri dari seorang lelaki tampan nan kaya. Keduanya melupakan semua hal yang sudah dimiliki lelaki itu. Yang mereka pikirkan hanya mendapatkan kesenangan saja. Tanpa memikirkan ada hati lain yang akan terluka akibat hubungan mereka berdua. Sambil ciuman, keduanya saling membuka pembatas tubuh masing-masing. Sehingga mereka terlihat polos. Dan Risang mulai menjamah penuh g*ir*h dua benda kenyal yang nampak besar. "Ah ...." Elvantri mendes@h pelan merasakan nikmat yang susah dijelaskan. "Kau sungguh menggoda, Sayang?" "Kau tidak sedang mencoba membuatku senang, kan?" "Untuk apa aku melakukannya? Karena istriku tidak selincah dirimu yang mampu membuat aku semakin bergairah." Elvantri mencium bibir Risang karena merasa senang akan ucapan lelaki itu. Tubuhnya seketika melayang karena bosnya menggendong dan mendudukkannya di meja makan. Rok mini yang dipakai Elvantri sudah terhempas. Tinggal dua buah pakaian seksi yang menempel di tubuh wanita itu. Tanpa menunggu lama, Risang melepas semua penghalang dan bermain di bagian bawah nan lembab seperti lembah. Elvantri terus mendesah dan bergerak tak karuan karena Risang mengobrak abrik bagian bawahnya dengan mulut juga lidahnya. "Owh, Risang ...." "Apa, Sayang? Terus panggil namaku!" "Ahh, aku tidak tahan, Risang!" "Keluarkan saja kalau sudah tidak tahan!" "Ahh ...." lolongan panjang karena gelombang cinta datang. Risang tersenyum puas, dia membersihkan bagian bawah tanpa rasa jijik. Kemudian dia memberikan ciuman lagi kepada sekertarisnya. Di sisa-sisa tenaganya, wanita itu berdiri kemudian berjongkok. Dia memberikan semua kenikmatan kepada bos yang merangkap sebagai kekasihnya. Risang pun terus merancau sambil menjambak pelan rambut panjang kekasihnya. Keduanya melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan. Setelah merasa tak tahan, Risang melakukan olah raga panas dan akhirnya menaburkan benih terlarang itu ke rahim wanita simpanannya. Keduanya mulai mengatur nafas setelah olah raga yang ia lakukan. Risang merasa bahagia jika bersama Elvantri. Entah mengapa dia merasa berbeda kepada wanita yang katanya ia cintai. Rasa itu hilang menjadi rasa bosan yang sulit dia jelaskan. "Kau tak akan pulang sekarang kan?" Elvantri bertanya kepada Risang dengan nada lembut. "Aku akan pulang, tapi nanti. Lusa kita akan ada pertemuan bisnis di Suarabaya, kita bisa lebih banyak menghabiskan waktu," jawab Risang. "Iya, aku tak sabar menunggu hari itu tiba." Ponsel Elvantri bergetar dengan terus menerus, pertanda kalau ada telpon yang masuk. Dia ingin tidak memperdulikan suara getaran itu, karena merasa nyaman di pelukan Risang. Hingga beberapa kali suara getaran membuat Elvantri merasa terganggu begitu pula dengan Risang. Setelah melihat siapa yang menelpon, wajah wanita itu berubah kaget juga sedikit panik. "Siapa yang menelpon, kenapa mukamu berubah begitu?" tanya Risang yang membuat reaksi Elvabtri kaget. "Eh, i-itu, di-dia ...?"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD