Akhir Sebuah Penderitaan

1018 Words
Gavin di seret di masukan kembali ke dalam gudang, dan di lempar hingga Gavin merasakan sakit di sekujur tubuhnya. Tubuh Gavin sudah sangat kurus dan di lempar dengan keras membuat Gavin serasa tulangnya remuk. "Aku mohon lepaskan aku." Gavin memohon dan memegang kaki ibu angkatnya yang sejak tadi melihat dengan tatapan penuh kebencian. "Melepaskanmu, kau bermimpi, kau tahu betapa kami ingin memiliki anak kami sendiri, dan kau membunuhnya, lalu sekarang kau ingin kami melepaskanmu, aku bahkan ingin melihatmu mati disini dengan perlahan, kau mengerti!" Ibu angkat Gavin menendang Gavin hingga tersungkur. "Benar, mati saja." Ayah angkatnya tertawa, dia melepaskan sabuknya dan bersiap untuk memberi pelajaran pada tubuh yang sudah lemas itu. Akh! Akh! Jeritan Gavin menggema saat tubuhnya di cambuk, bukan hanya sekali, namun berkali-kali hingga darah merembes dari bajunya yang sudah lusuh. "Jangan berani untuk lari lagi! kau mengerti!" satu tendangan mendarat di perutnya. Gavin menggigil ketakutan dia kembali di kurung di ruangan gelap itu, Gavin tak tahu ini malam atau siang, dan sudah berapa hari dia disana, yang pasti Gavin sudah lemas karena perutnya kosong, juga tubuhnya yang terluka terasa perih dan nyeri, karena tak di obati luka- lukanya bahkan mengeluarkan nanah. Brak.. Gavin mendongak melihat seseorang membuka pintu, pandangan Gavin kabur, namun sebelum Gavin jatuh tak sadarkan diri dia tahu orang itu bukan Ayah ataupun Ibu angkatnya. .. Gavin terbangun di sebuah kamar yang bagus dan rapi, dia mengedarkan pandangannya dan menemukan pria pembunuh sedang duduk dengan pandangan tak lepas darinya. "Sudah bangun? sudah siap untuk pembalasan dendam?" Gavin mengeryit seluruh tubuhnya terasa sakit, dan Gavin masih mencerna ucapan pria pembunuh di depannya, "Kenapa diam saat disiksa, kau tidak ingin hidup lebih lama?" tanyanya dengan decakan yang keluar dari bibirnya. "Apa- maksudmu?" "Dengar Nak, Aku menangkap kedua penjahat itu, apa yang akan kau lakukan pada mereka, aku serahkan mereka padamu," ucapnya masih dengan raut tenangnya. Gavin mendongak melihat pria pembunuh itu seakan bertanya 'Siapa?' "Mereka yang menyiksamu, jadi pantasnya mereka mendapatkan balasan setimpal." Pria itu menggerakan kepalanya "Ikuti aku!" Gavin bangun melangkah mengikuti pria tinggi di depannya berjalan menyusuri rumah yang ternyata sangat besar itu, hingga mereka tiba di sebuah pintu yang mengarah ke ruang bawah tanah. Gavin melihat orang tua angkatnya di ikat di kursi dan berteriak saat melihatnya. "Anak sialan, tidak tahu diri lepaskan kami!" Ibu angkat berteriak tak terima di perlakukan seperti sekarang. "Gavin, kau hanya melihat, ayo lepaskan kami, dan kita pulang." Ayah angkat berbeda, dia bicara lebih lembut dan membujuk Gavin, dia tahu mereka sedang berurusan dengan pria berbahaya yang ada di belakang Gavin. Gavin melihat ke arah pria pembunuh yang duduk tenang lalu meletakkan sebuah pistol di atas meja "Kau ingin membunuh mereka dengan ini?" pria itu menunjuk sebuah pisau, dan membuat orang tua angkat Gavin membelalak. "Atau ini, tapi perlu keahlian untuk menggunakan ini" pria itu memberikan pistol ke tangan Gavin. "Gavin, jangan lakukan itu!" "Atau kau bisa berbelas kasih dan melepaskan mereka, namun aku tidak yakin aku akan melepaskan mereka begitu saja,melihat bagaimana mereka menyiksamu." "Pria sialan kau mempengaruhi Gavin!" Ayah angkat Gavin berteriak. Gavin memegang pistol dengan gemetar lalu mengangkatnya "Ingatlah Gavin, kau tidak memiliki kesalahan, tapi mereka menyiksamu tanpa ingat kau juga manusia." "Kau melenyapkan bayi kami," teriak si ibu angkat, tentu saja dia tak terima dan dia tak menyiksa Gavin tanpa alasan, dia tetap merasa benar dengan apa yang dia lakukan. "Itu bukan kesalahanmu Gav, itu tidak sengaja, siapa yang memintanya melewatimu di saat kau sendiri membersihkan rumah, bukankah itu setimpal, orang seperti mereka tak pantas memiliki keturunan, mereka bahkan menyia-nyiakanmu." Tangan Gavin semakin bergetar, dan terangkat ke arah wanita di depannya yang mulai menegang, benar semua bukan salahnya tapi wanita itu terus menyiksa dan menghardiknya. "Sialan anak tidak tahu diri, kau tidak tahu terimakasih," desisnya "Harusnya kami tidak membawamu dan biarkan kau membusuk di panti." Gavin mengeraskan rahangnya, di bawa lepas dari panti dan di masukan ke dalam neraka yang menyiksanya dia juga tidak sudi. "Kenapa kau terus bicara, diamlah, jika tidak kita akan mati," kata si ayah angkat. Gavin mendengus melihat pasangan suami istri itu, saat ini setan mulai merasukinya, perlakuan orang tua angkatnya yang menganggapnya seperti hewan membuatnya geram. Luka- luka di tubuhnya bahkan masih terasa nyeri. "Gavin dengar, kami tahu kami salah asalkan kau melepaskan kami, kita akan kembali ke rumah dan memulai semuanya dari awal." bergeming, Gavin terus menatap wanita yang seperti tak punya rasa takut di depannya, wajahnya yang cantik sangat menyebalkan. "Kenapa hanya diam, ayo bunuh aku, itu maumu!" "Bicara apa kau!" "Lihat dia tidak akan berani," ucap si ibu angkat mencebik meremehkan, usia Gavin yang masih terhitung anak- anak tak membuatnya takut, dia yakin Gavin tidak akan berani melakukan itu. "Hentikan bicaramu!" "Dia itu pecundang, anak pembawa sial, dan tidak tahu diri, harusnya ... Dorrr!!! Hening.. Gavin masih memejamkan matanya dengan pistol di genggamannya, lalu terdengar jeritan dari ibu angkatnya. "Aaaakh ... kau- kau membunuh, membunuh ... su-suamiku!" Gavin membuka mata dan melihat ayah angkatnya sudah tak bernyawa, dengan bekas tembakan tepat di jantungnya, dia melenyapkannya, Gavin menjatuhkan pistolnya tangannya gemetar, dia sudah membunuh, dia sudah jadi penjahat. "Woow, kau bahkan melakukannya dengan memejamkan mata." pria yang sejak tadi diam memperhatikan, kini bertepuk tangan. Ibu angkatnya masih menangis melihat suaminya sudah tidak bernyawa lagi "Sekarang apa yang akan kau lakukan pada wanita itu?" Gavin menoleh dan mendapatkan tatapan tajam dari si ibu angkat. Si ibu angkat mendongak menatap benci Gavin "Kau ingin membunuhku, bunuh aku, bunuh saja aku!" teriaknya "Anak tidak tau diri, pembunuh ... sialan!" tangan Gavin terkepal kuat, lalu ingatan tentang ucapan wanita kejam itu terngiang di kepalanya. "Aku ingin dia mati secara perlahan." desisnya, dan ibu angkat Gavin tertegun. "Tidak, tidak, bunuh saja aku, aku tidak mau, bunuh aku sekarang!" ibu angkat berteriak histeris melihat Gavin berjalan keluar meninggalkannya dalam kegelapan, di sebelahnya suaminya bahkan sudah tak bernyawa. "Selamat datang di dunia Kami, Gavin" Gavin mendongak melihat tangan yang terulur di depannya, Gavin meraih dan menggenggamnya. Gavin tahu saat dia memututuskan untuk meraih tangan itu dia tidak akan bisa lepas dengan mudah, atau bahkan dia akan terus terjerumus semakin dalam, namun saat ini dia tidak punya tangan yang lain yang ingin menggenggamnya. ....
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD