PART 4

1372 Words
Mobil Mercedes Hitam sudah berada di lobby perusahaan Melan. Deri bersandar di luar pintu kemudi dengan setelan kerja yang dipakainya kecuali jas yang sudah ia tinggalkan di jok belakang. Melan berjalan menghampiri Deri pelan, lalu Deri beranjak dari tempatnya dan menuju pintu utama untuk menyambut gadis itu. Awalnya Deri berniat mengulurkan tangan, namun urung, dia lebih memilih berjalan beriringan ke arah mobil. Di dalam mobil, sunyi timbul karena keduanya hanya menatap lurus ke depan. Satu gerakan Melan memecah keheningan, ia berdehem seraya memasangkan seatbelt. Selanjutnya Deri mulai menyalakan mesin dan melaju perlahan. "Ambil bungkusan di jok belakang Mel!!" Pinta Deri. Melan menoleh kemudian mengambil bungkusan tersebut. "Apa ini?" "Strawberry milkshake, mojito strawberry, dan yoghurt strawberry. Aku nggak tahu kau lagi pengen apa, jadi pilihlah satu sebagai pemanis malam ini, dan simpan sisanya di rumah." Melan menoleh ke arah Deri dengan tatapan kagetnya, "Terimakasih dan selamat sudah berhasil membuatku terharu. Mau kemana kita?" "Entahlah, aku hanya ingin jalan-jalan denganmu. Kemanapun kau mau." "Haha....kalimatmu terdengar berlebihan. Tapi aku lagi pengen banget rehat di taman yang nggak terlalu ramai. Taman kota mungkin tidak sesuai, bagaimana kalau di dekat tempat tinggalku?" "Oke, tunjukkan jalannya." Sesampainya di taman, mereka mencari kursi di bawah lampu jalan, tepat di depan danau kecil yang dikelilingi jogging track. Sepi. Mereka hanya duduk dan menikmati angin yang berhembus. Melan tak lupa membawa minuman dari Deri. "Der, aku berpikir sekilas, sepertinya pikiranmu tidak setenang mulutmu saat ini. Ceritakan padaku bagaimana seorang CEO menghadapi hari-harinya? Dari hati." Deri tak menyangka bahwa pertanyaan itu yang diutarakan Melan. Dia kemudain memutar tubuhnya menghadap Melan, pun sebaliknya. "Papa dan Mama sudah menuntunku menjadi penerus perusahaan sejak aku sekolah, kuliah, hingga karir. Sedikit penyesalanku adalah tidak memenfaatkan masa mudaku untuk bersenang-senang, jadi sekarang aku terkesan seperti orang kaku kurang hiburan. Pergi ke luar negeri juga atas dasar kepentingan bisnis. Jujur, ini berat, seorang pekerja sepertiku bukan cuma jadi penentu kemajuan perusahaan, tapi juga demi tanggungjawab pada keluarga dan pada banyak orang yang menggantungkan hidupnya pada kami. Musuh dari bermacam golongan sudah menjadi makanan sehari-hari. Aku hanya takut Mama Papa terluka karenanya. Kadang susah tidur dan kadang suka melamun gara-gara itu semua. Bagaimana denganmu?", pungkas Deri. "Well, sudah jelas pekerjaanku tak seberat punyamu. Aku hanya seorang marketing manager yang menggantungkan hidupnya pada deadline dan target. Dua hal itu adalah musuh utama yang tiap hari juga bikin aku susah tidur, kadang. Walaupun cakupannya tidak seluas pekerjaanmu, tapi sebagian besar waktuku tersita karena ini. Poin yang paling aku syukuri adalah karena ini kemauanku sejak dulu. Mmhh... Jika mendengar ceritamu tadi, sepertinya ada hal yang ingin kau lakukan tapi belum sempat yakan?." "Ada, misal sehari saja menonaktifkan ponsel. Selama bekerja, belum pernah kulakukan. Mama faham bagaimana keadaanku, dia memilih perhatian padaku daripada protes karena menghentikan ini semua hanyalah tidak mungkin. Kami juga ingin perjuangan Kakek bertahan di tangan keluarga kami sendiri. Beban yang sungguh indah.", cerita Deri dengan mata berkaca-kaca. "Ya, memang itu kewajibanmu. Bersyukurlah bahwa kau masih mengakuinya dan tidak mengabaikannya begitu saja. Daripada mematikan ponsel, mungkin kau butuh kegiatan positif lain diluar pekerjaan." "Aku sudah memilikinya, olahraga, komunitas, sahabat, hobi, kartun, semua ada untukku." "Apa sekarang kau tak butuh tangan untuk digenggam?", ucap Melan saat menyodorkan tangannya. "Kenapa kau begitu percaya diri aku akan menggenggamnya?", jawab Deri sudah menggenggam tangan Melan erat. Mereka tersenyum. "Entahlah, aku hanya...seperti....aku tahu rasanya. Kuatlah!!", pinta Melan. Deri tersenyum dan membalikkan badan kembali mengarah pada danau, tanpa melepas tangan Melan. "Diamlah seperti ini, aku sedang menikmatinya." , ucap Deri sambil merapatkan tubuh pada Melan. "Ya, aku merendahkan diriku sedikit untuk menyelamatkan seorang CEO yang sedang kacau.", Melan menggerakkan ibu jarinya mengelus punggung tangan Deri. Tatapan Melan lurus ke depan tanpa menoleh pada Deri. Dalam keadaan masih seperti itu, ponsel Melan berdering. "Hallo, Bun..." "Sudah tidur, Nak? Bunda cuma kengen kamu." "Belum Bun, Melan masih di luar cari udara segar. Lagi di taman depan apartemen." "Jangan pulang malam-malam. Kamu disitu sendirian?" Menoleh ke Deri yang sejak tadi meremas tangan Melan, "Iya, Melan sendirian." "Yaudah buruan pulang, takut masuk angin. Bunda tutup ya....", Bunda langsung menutup telepon. Tanpa bertanya apapun, Deri mengajak Melan untuk beranjak pulang. Deri mengantar Melan sampai depan pintu kamar dan berniat pamit setelah melepas tangan Melan. Besok pagi Deri harus sudah siap menjemput Melan kembali. *** Pagi harinya, mereka tiba di lobby kantor Melan, Deri membukakan pintu mobil untuk wanita disebelahnya. Setelah sampai di pintu utama, Ari yang datang beriringan pun menyapa dengan tatapan mendelik aneh. "Pagi Mel, siapa?" sapa Ari, menyikut lengan Melan. "Kenalin...", ucapan Melan menggantung karena Deri tiba-tiba menariknya dan mengulurkan tangan pada Ari. "Saya Deri, teman dekat Melan.", ucapnya. "Saya Ari, manajer personalia disini. Lebih senior daripada Melan karena hampir sepuluh tahun saya bekerja. Saya juga teman dekat Melan.", Ari tampak sangat percaya diri. Deri melonggarkan kerah kemeja dan bergerak cepat sebagai balasan kata-kata Ari tadi. "Selamat bekerja Mel. Fokus. Aku pamit.", ucap Deri kemudian sedikit menarik bahu Melan dan mencium keningnya. Terkejut, Melan hanya bisa menelan ludah. Mencoba tetap ada di posisinya untuk meredakan rona yang akan semakin memerah. Sementara Ari tampak menyunggingkan bibir kirinya dan berkata pelan, 'ah receh.' Kejadian pagi ini sukses membuat Melan senyum-senyum sendiri. Uni bisa menebak darimana datangnya senyum itu. Pekerjaan Melan hari ini tidak terlalu padat, Uni beberapa kali duduk di ruangan Melan untuk koordinasi menyelesaikan sedikit demi sedikit berkas. Tidak ada tugas luar, jadi mereka memilih lunch di kantin. Cerita tentang Deri tak lupa menjadi bahasan mereka saat makan siang. Pekerjaan selesai, hampir pukul 18.00 WIB. Mereka berdua bersiap untuk pulang. Masih di meja kerjanya, Melan mematikan komputer dan membuka pesan dari Deri. 'Mel, untuk beberapa hari ke depan kita belum bisa ketemu. Malam ini aku harus terbang ke Ambon.' Bukannya membalas, Melan hanya memandangi pesan itu dengan terpaku. Membacanya berulang kali. Dia tak tau harus bersikap senang karena Deri mengabari, atau sedih karena Deri harus pergi. Menutup chatroom, Melan dan Uni pun pulang dan berpisah di lobby. Selama perjalanan pulang, Melan tak henti berpikir tentang Deri. Hidup sendiri setelah sekian lama, tiba-tiba ada pria tampan yang mempesona hatinya sejak pertemuan awal. Tiba di apartemen, Melan berjalan meninggalkan mobilnya yang telah terparkir rapi. Dia berhenti setelah beberapa langkah karena melihat pria yang sejak tadi ia pikirkan kini berdiri dihadapannya. Dia tampak gagah dengan kaos panjang dan celana jeans hitam. Satu tangannya disimpan di saku jeans itu. Melan tak bisa menyembunyikan mimik kaget diwajahnya. "Hai.", sapa Deri. "Hai, belum berangkat?", tanya Melan dengan ekspresi datar. "Kau tak membalas pesanku.", jawab Deri. "Aku bingung." "Makan?", tanya Deri. "Sudah. Kau?" Deri menggelengkan kepala. "Kebab mau?" "Iya." Deri mengikuti Melan sampai masuk apartemen. Setelah meletakkan tas, Melan berganti baju santai, celana panjang dan kaos oblong peach serta rambut kuncir kuda. Dia bersiap untuk membuat kebab dengan bahan-bahan dari kulkasnya. Deri duduk di depan televisi sambil menonton spongebob kesukaannya. Melan sesekali memperhatikan bagaimana Deri tertawa. Deri juga sesekali memperhatikan gerak-gerik Melan saat memasak. "Aku ingin duduk di kursi depanmu.", Deri membuka percakapan. "Nikmati saja kartun itu. Besok pasti tak sempat.", jawab Melan. Dalam hati, dia takut nervous saat dipandangi Deri seperti sebelumnya. "Coffe latte ada?" "Iya, nanti aku bikinin." "Tanpa gula kalau bisa." "Pesawat jam berapa?" "Sebelas malam." "Sudah packing?", tanya Melan sambil bergerak kesana kemari. "Sudah, di mobil. Nanti dari sini langsung ke bandara." Tak lama, makanan sudah siap di meja makan. Deri menyantap dengan lahap, diselangi menyruput kopi kesukaannya. Melan sibuk membereskan peralatan masak kemudian duduk di depan Deri. "Enak?", tanya Melan. "Aku nggak pinter bohong, ini enak banget.", Deri tersenyum. "Kenapa kesini?" "Kau tak membalas pesanku Mel." "Aku hanya nggak tahu harus balas apa." "Tapi syukur, karena nggak terbalas, akhirnya aku dapet kebab gratis." "Sama siapa ke Ambon? Sekretarismu?" "Awalnya begitu, kami akan pergi berdua tapi kupikir lebih baik aku pergi sendiri dan dia akan mengurus pekerjaanku di sini." "Nggak jadi berdua? Apa dia kurang cantik?", tanya Melan sambil memainkan kukunya. "Apanya yang cantik jika dia seorang pria? Come on Mel, kau terlihat seperti seseorang yang sedang cemburu.", tawa Deri muncul. "Jika sudah selesai, taruh piringmu di wastafel.", Melan melangkah pergi sambil menyembunyikan malunya. Deri bersiap pamit pada Melan di depan pintu apartemen. Keduanya enggan berpisah, hanya saling mengunci tatapan satu sama lain. "Der, boleh aku antar ke Bandara?" "Sudah malam, jauh banget." "Aku bisa balik bawa mobilmu. Nggak masalah." "Nanti aku yang bermasalah karena nggak tenang. Mobil nanti ada yang ngurus." "Yakin?" Deri mengangguk. "Boleh aku jadi orang tak sopan lagi?......... Daripada jauh-jauh nganter ke Bandara, Could I hug you once?", Deri merentangkan tangannya berharap Melan setuju. Berpikir sejenak, melangkah pelan ke depan, lalu Melan masuk dalam pelukan Deri. Erat Deri melingkarkan tangannya di pundak dan pinggang Melan. Meresapi aroma tubuh wanita itu. Deri bergerak membenamkan kepalanya di leher Melan. Reaksi Melan hanya diam dan diam. Perlahan Melan menaikkan kedua tangannya di punggung Deri. "Hati-hati !!"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD