Bab 3.

1000 Words
Gero adalah kekasih Lily, tapi dia berkhianat. Padahal Lily tulus mencintai dirinya. Pria itu lebih mementingkan seks, dari pada cinta. Dia juga tidak peduli dengan perasaan Caren karena yang penting baginya adalah seks yang luar biasa. Caren yang merupakan teman dekat Lily, adalah wanita berhati busuk. Dia merebut Gero diam-diam, dan terus saja berpura-pura menjadi teman terbaik bagi Lily sampai saar ini. Seperti hari ini, setelah melakukan seks dengan Gero, Caren yang sudah ada janji dengan temannya itu pun pergi dari tempat Lily, dengan wajah tanpa dosa, wanita itu menyapa sahabatnya. Dia tersenyum simpul saat berada di belakang Lily. Wanita ini sangat pandai bersiasat dan itu sangat menyebalkan bagi penulis. "Hey Ly, apa kamu sudah lama menunggu? Aku baru saja menyelesaikan pekerjaan, maaf karena kau pasti juga sangat sibuk. Hari ini mau makan apa? Aku sangat suka cemilan di sini.” Caren mengoceh, dan Lily hanya tersenyum simpul saja, dia sangat senang berada di dekat Caren. Hanya saja gadis itu malah sebaliknya. “Apa kau memikirkannya?! katakan padaku mau makan apa?!” Lily berdiri dan tersenyum, dia mendekatkan kursi pada Caren sahabat baiknya. "Tidak apa, Caren. Aku akan memilih setelah Gero datang. Hari ini kau begitu cantik, apa ada kencan buta lagi?!” Caren tersenyum, “Aku tidak melakukan kencan buta lagi, karena sudah ada pria yang tepat! Dia tampan dan juga lihai di atas ranjang. Aku suka sekali saat dia menggoyang panggul ini.” Caren terkekeh sembari menutup mulutnya. “Dia sangat seksi!” bisiknya lagi. Lily ikut senang jika Caren tersenyum tiada henti seperti ini. “Sepertinya aku sudah lama tidak melihat senyum indahmu. Apa ada hal baik beberapa hari ini?!” “Banyak sekali hal baik, Ly! Aku sampai lupa dimana bumi berada. Rasanya jiwaku terus melayang! Aku sudah menemukannya dan kami sangat menikmati setiap momen. Aku mempunyai banyak planning. Kami akan berjalan-jalan dan liburan dalam waktu dekat, aku juga akan ikut dia dalam perjalanan bisnis. Rasanya sungguh tidak sabar, aku suka bersamanya.” Lily menyentuh tangan Caren dan mengusapnya pelan. “Syukurlah jika kau sudah bertemu dengan laki-laki yang tepat. Sejujurnya aku cukup khawatir karena hatimu terus berpindah. Semoga dia tak lepas darimu, Caren! Semangat.” Cih, sok baik! Kalau kau tahu siapa dia mungkin hanya air mata yang ada di wajah itu. Dasar cok suci! Aku akan mengambil apa saja yang menjadi milikmu. Semua orang berpikir kau adalah gadis suci, padahal di dalam tubuhmu hanya da wanita munafik. Menjijikkan sekali kau Lily, aku benar-benar muak. “Aku tahu, kau akan selalu bahagia untukku! Sekarang siapa yang jadi kekasihku tidak penting, bukan?! yang penting aku bahagia dan dia kaya.” “Hehehe, kau bisa saja! Aku akan selalu mendukung apapun yang terbaik bagimu. Aku selalu berusaha siap sedia jika kau membutuhkan, Caren. Kita sahabat, bukan?!” Tidak, aku bukan sahabatmu karena kita tak sama! Hidupmu terlalu mulus dan semua orang memandang tinggi dirimu. Lily si baik hati dan ramah, cerdas dan sangat bijaksana. Sedangkan aku hanya Caren yang centil dan murahan. Kita tak cocok berteman Lily! Aku dekat denganmu hanya untuk membersihkan nama yang terlanjur jelek ini, Cih! “Aku sangat menyayangi dirimu, kita teman selamanya. Jadi bisakah kita tetap saling memaafkan jika sedang kesal atau membuat kesalahan? Lily mengangguk, dia memeluk Caren sangat erat. “Aku tidak akan pernah bisa marah denganmu!” jawabnya pelan. Wanita itu tersenyum, dan tidak lama Gero pun datang sambil menyapa Lily membuat Caren menampilkan wajah sumringah, tanpa dosa. Dia berdiri dengan setelah jas ala direktur tampan nan kaya. "Kenapa Caren juga ikut?" pria itu bertanya dengan wajah polos pada kekasihnya. “Jangan mengganggu kami, saat ini kami sedang ingin berdua saja.” Lily mengusap wajah Gero dengan lembut. "Tentu saja, dia sahabat aku. Ada masalah? Aku rasa kau tidak boleh melukai Caren, kami sangat dekat, sayang!” Mata Caren dan mata Gero, mereka saling memandang penuh arti. Malam panas yang mereka berdua lakukan tadi malam masih teringat sangat jelas di pikiran masing-masing. Senyum Gero dan matanya yang menatap ke arah puncak berharga milik Caren membuat wanita itu tersenyum malu. Gero mengecup singkat kening kekasihnya lalu menarik kursi kosong yang ada di sana. Mereka bertiga saling bercakap, dengan sangat santai sampai Caren permisi untuk ke toilet.  “Aku ke kamar kecil dulu, jadi kalian makan saja! Rasanya aku juga akan lama, Ly,” “Sakit sekali perutmu?! aku akan membelikan obat jika terasa begitu perih. Ingat ya, jangan di tahan. Aku tidak suka jika kau terus menutupi sesuatu padaku.” Deg, Gero menatap mata Caren, jantungnya berdebat tidak karuan. Ada perasaan aneh yang menyeruap ke dalam pikirannya. Kalimat yang Lily katakan seperti sedang menyindir dirinya  saja. “Baiklah, aku rasa karena kejadian semalam!” Caren mencoba menggoda Gero dengan lirikan mata. “Aku sepertinya terlalu bersemangat!” Lily menatap wajah Caren dengan iba, “Kenapa? Apa kau salah makan?! jangan tak memberitahu aku jika sakit! Atau kita ke rumah sakit saja? Aku cukup cemas untuk ini. Jangan sampai kakakmu khawatir. Arya tak akan suka jika tahu kau sakit.” Caren tertawa, “Jangan beritahu dia, aku tak habis pikir kalau pria itu datang dan menyeret diriku untuk pulang. Uh, membayangkan saja sudah mengerikan.” wanita itu bergindik sembari terkekeh saat mengingat sang kakak. “Dia benar-benar kakak yang super protektif." “Ya sudah, pergilah ke kamar kecil. Aku tidak ingin kau sakit karena diriku,” Gero pun ikut berdiri, "Lily, aku ke parkiran sebentar, ya," Wanita itu mengangguk tanpa curiga. Di dalam toilet restoran, yang berada di belakang. Lily tidak tahu sama sekali, apa yang sedang di lakukan sahabat dan kekasihnya itu. Caren mendesah saat goa surganya di masukkan jari tengah dan telunjuk secara bersamaan. "Gero," racaunya saat pria tersebut mengocok dengan cepat. Napas mereka tersengal-sengal. Sesekali mereka saling mencumbu dan melumat. Gero benar-benar tegang tapi dia menahan diri untuk tidak menghentak dengan kuat. Caren membuka celana pria itu dengan cepat. Dia mengeluarkan pisang milik Gero yang sudah mengacung tegas. Ujungnya dia lumat dengan begitu nikmat, hingga dia mendesah sembari terbata-bata. Jantungnya berdegub kencang, dan gairahnya berpacu dengan sangat deras.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD