bc

Something Different About Us

book_age18+
469
FOLLOW
1.9K
READ
love after marriage
goodgirl
student
drama
sweet
female lead
campus
others
spiritual
like
intro-logo
Blurb

Berawal dari Syia yang terlalu mencintai sampai akhirnya ditinggal pergi tanpa alasan pasti, Lian hadir sebagai penghibur dikala waktu terpuruknya, kehadiran Lian seolah hadiah terbaik yang tak pernah Syia duga. Sikap dan prilaku Lian sukses besar membuat Syia melupakan sakit hatinya, mulai kembali bisa tersenyum dan menata ulang hidupnya sendiri, semuanya berjalan sangat baik sampai Syia kembali bingung dengan perasaannya sendiri, Apakah Syia menyukai Lian tanpa disadarinya? Akankah Lian menyadari dan membalas perasaannya?

Jatuh cinta lagi lebih baik dari pada terpuruk dengan masa lalu tapi tidak menurut Syia, semuanya kembali berantakan kalau perasaannya tertuju untuk orang yang salah, salah kalau orang itu adalah Lian. Lian adalah tetangga, mahasiswa dan sudah dianggap Adik olehnya, Menjauh, Syia mencoba segala cara untuk menghindar, menarik diri menjauh dengan harapan kalau perasaannya akan terkendalikan tapi semuanya sia-sia, keinginannya berubah menjadi angan, bukannya berhasil tapi Syia malah semakin memikirkannya.

Lian mendekat disaat Syia ingin menjauh, Lian menggenggam disaat Syia ingin meninggalkan, Lian bahkan berlutut memohon untuk tetap tinggal, Lian melampaui semua ketakutan Syia, Lian memilih berjuang disaat dia tahu kalau perasaannya juga terbalaskan, Syia mencintainya. Akankah Syia berbalik arah dan menerima uluran tangan Lian? Ditengah perbedaan status mereka? Ditengah perbedaan umur mereka?

chap-preview
Free preview
(BAB 1)
Syia Point Of View. "Ma! Syia berangkat sekarang ya, takut macet tar malah telat ks kampusnya." Gue mengikat tali sepatu gue kuat dan berdiri tegak memeluk Mama, mengecup pipinya singkat sebelum benar-benar keluar rumah dengan tergesa-gesa. "Loh Ay! Mau kemana buru-buru banget?" Tanya Mas Rian tetangga gue yang memang sedang manasin motornya. "Ke kampus Mas, mendadak berubah jadwal masuk kelas makanya kalang kabut begini, Syia duluan ya." Gue melambaikan tangan sembari tersenyum ramah, masuk dan mengemudikan mobil dengan nafas masih ngos-ngosan. "Kenapa mendadak Pak Dikta gak bisa masuk coba? Nyusahin gue aja pagi-pagi begini." Gumam gue mukul klakson cukup keras. Kenalin, gue Syia, umur 28 tahun yang menurut keluarga terdekat kelakuan gue masih keliatan kaya remaja 20 tahunan, bahkan kaya sekarang, beberapa orang yang ketemu gue gak sengaja bakalan mikir kalau gue itu mahasiswi yang lagi kesiangan bangun terus telat masuk ke kelas padahal nyatanya, gue seorang dosen yang mendadak di suruh datang ke kampus karena jadwal masuk berubah tiba-tiba. Masih dengan mulut komat-kamit meracaukan kekesalan gue yang makin menjadi, gue sampai di kampus tepat lima menit sebelum kelas dimulai, pagi-pagi gini gue berasa kaya udah dipaksa lari lima kilo jauhnya coba, apes banget nasib gue, jadi dosen pengganti ya memang begini, kalau di suruh masuk, kudu masuk apapun ceritanya. Mengusap keringat cepat, gue narik nafas dalam sebelum melangkahkan kaki masuk ke kelas masih dengan wajah yang berusaha keras gue situasikan, melirik ke seisi kelas dengan tatapan datar, gue gak perlu ngasih tahu semua mahasiswa/i gue kalau gue telat hari inikan? . . "Pembahasannya kita lanjutkan minggu depan." Ucap gue menutup kelas hari ini. Membereskan perlengkapan yang gue bawa, gue keluar dari kelas dan berjalan tenang menuju ruang staf, hari ini seharusnya gue masuk jam terakhir tapi dikarenakan satu dan lain hal, jadwal gue diganti jadi kelas paling pagi makanya bisa krasak-krusuk kaya tadi tapi gak papa karena setidaknya sekarang gue bisa duduk santai istirahat di ruangan nanti, itu niat awalnya. Niat awal gue masuk ke ruang staf memang cuma untuk duduk sebentar sambilan nunggu keponakan gue pulang sekolah, gue udah megiyakan untuk ngejemput keponakan gue hari ini karena Abang gue sama Istrinya keluar ada acara jadi gak bisa jemput, ini niat awal, beneran cuma niat awal. Tapi niat gue lagi-lagi terpaksa berubah arah begitu gue membuka pintu dan masuk ke ruangan yang ternyata disini lagi ada rapat, gue terlanjur masuk dan gak bisa keluar, ibaratnya gue udah kejebur empang dN terlanjur basah kuyup, gue dipaksa duduk ikut mendengarkan sedangkan waktu gue udah gak terkejar antara ngikutin rapat sama jemput ponakan gue disekolahnya. "Mbak, Aku bisa izin pulang sekarang gak? Udah janji mau jemput ponakan soalnya." Cicit gue nanya ke Mbak Lia yang memang duduk disamping gue. "Mbak juga baru dateng Syi jadi Mbak gak tahu, katanya ini memang rapat penting, gak bisa ditinggal gitu aja." Jelas Mbak Lia dan balik fokus dengan isi rapatnya. "Kalau memang ini rapat penting kenapa gak dikabarin awal-awal? Ini beneran penting apa penting yang di buat-buat?" Gumam gue membatin, apa dosen pengganti kaya gue gak dianggep anggota sampai gak di kabarin apapun? Ck. Lempar jauh kekesalan gue dengan masalah rapat dadakan, ini sekarang gue harus gimana? Gue udah nyoba ngabarin Bang Ali tapi gak diangkat, ngabarin Mama itu mah sama aja, nunggu Mama siap-siap dan nyari taksi aja Dara udah keburu pulang, ini gue gimana? "Permisi, Bu, tugasnya udah saya kumpulkan." Tiba-tiba Lian masuk nemuin Mbak Lia untuk ngumpulin tugas. Lian Satria Rifqi, tetangga gue, Adiknya Mas Rian yang sekarang juga merangkap status menjadi salah satu mahasiswa gue, mendapati Lian masuk seketika gue muter otak mikir, apa Lian bakalan mau nolongin kalau gue minta tolong jemput Dara sebentar? Tapi gimana kalau Lian masih punya kelas juga? Tapi itu kalaukan? Kenapa gak gue coba tanya aja dulu? Lagian Lian juga udah kenal Dara jadi lebih gampang kalau gue minta tolong, gak bakalan ada ceritanya tar salah jemput anak. "Kalau begitu saya permisi Bu." Lian pamit sembari melirik gue sekilas. Gak mau buang-buang waktu lebih lama, gue langsung mengikuti langkah Lian keluar dari ruangan dengan alasan mau izin ke kamar mandi sebentar, padahal mah di dalam ruangan juga ada. "Lian." Panggil gue yang membuat Lian memberhentikan langkah tiba-tiba, berbalik arah menatap gue dengan tatapan teduhnya. "Iya, kenapa Bu?" Tanya Lian biasa tapi asli berasa tua banget gue dipanggil Lian Ibu begitu, gue berasa tua plus berasa jadi Bundanya Lian. "Kita gak lagi dikelas jadi gak usah dipanggil Ibu begitu." Ucap gue dengan raut wajah sedikit berubah, Lian masih menatap gue dengan cara yang sama. "Jadi Kakak keluar ngikutin Lian cuma buat ngomong ini?" Nada bicara Lian langsung berubah begitu panggilannya ke gue juga berubah, tatapannya jangan tanya, senyum merekah seorang Lian terpampang jelas sekarang. "Ck! Dasar, Ian, Kakak minta tolong sebentar." Ucap gue narik lengan Lian untuk lebih mendekat ke gue. "Tolong apaan lagi sekarang? Perasaan nyusahin terus." Jawab Lian lagi, mendadak gue nyesel minta Lian ngubah panggilannya, kalau udah pake embel Kak, kelakuannya balik ngeselin. "Kamu gak bisa lebih sopan? Walaupun cuma satu semester tapi Kakak ini tetap dosen kamu sekarang." Protes gue nyubit lengan Lian, Ian tertawa kecil sembari mengusap lengannya yang gue cupit. "Lah tadi katanya gak mau di panggil Bu, sekarang kenapa malah protes? Labil banget, yaudah Kakak mau minta tolong apa ni?" Tanya Lian jauh lebih fokus. "Kamu masih punya kelas gak?" Lian menggeleng pelan. "Kalau gitu Kakak minta tolong jemput Dara di sekolahnya sebentar, rapat tadi beneran gak bisa ditinggal." Cicit gue dengan tatapan memohon. "Lah ini Kakak keluar ninggalin rapatnya bisa, masa keluar jemput Dara enggak? Lagian Mas Ali kemana?" Banyak tanya perasaan. "Ini kabur sebentar namanya, lagian juga kalau Mas Ali bisa jemput, Kakak gak mungkin minta tolong kamukan? Jadi bisa apa enggak?" Gue melepaskan tangan gue di lengan Lian dan mundur beberapa langkah. "Kalau memang gak bisa ya__" "Okey! Ada lagi?" Potong Lian mengiyakan permintaan gue. "Tengkyu sama hati-hati." Gue tersenyum tulus menatap Lian. "Kakak baik?" Kali ini balik Lian yang menatap gue penuh maksud. "Harusnya semakin membaik, bener kata kamu, gak ada gunanya menangisi yang udah pergi, tengkyu." Lian maju beberapa langkah semakin dekat dengan gue, menatap gue langsung dengan tatapan teduhnya, tatapan yang selalu sukses menenangkan gue selama ini. "Kayanya memang jauh lebih baik, kalau gitu Lian jalan sekarang, kalau Dara udah dirumah, Lian kabarin Kakak lagi." Lian mengeluarkan sebuah bungkusan dari saku celananya dan mengangkat kedua tangan gue memberikan pemberiannya. "Apa?" Dan itu permen kesukaan gue.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
98.1K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.2K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook