Mama Citra

1749 Words
Selama menunggu mamanya datang, Ara hanya terdiam dan menatap ke arah suaminya yang duduk di sampingnya itu. Suaminya sedari tadi memainkan jemarinya seperti anak kecil yang memainkan mainannya. "Aku benar-benar bersalah tentang hari ini," kata Kenzo lagi. Entah sudah ke berapa kalinya Kenzo mengulangi kata-katanya itu. Benar-benar sangat tidak nyaman untuk dirinya mendengar apa yang dikatakan oleh laki-laki itu. Di sini, Ara tahu jika Kenzo tidak tahu banyak tentang masalah kandungannya. Untuk itu sampai saat inipun Kenzo tidak bertanya padanya apakah janinnya baik-baik saja atau tidak. Laki-laki itu hanya menunggunya dan menunggu dalam diam tanpa tahu apa yang saat ini ia keluhkan. Sebenarnya Ara sedikit menyesal karena sudah menikah dengan laki-laki yang bahkan tidak terlalu peduli padanya itu. Setidaknya jika laki-laki itu benar-benar peduli padanya, laki-laki sudah tahu apa yang tengah ia alami saat ini, tapi laki-laki itu hanya diam dan menunggunya. Memperlakukan dirinya sebagai seorang pasien tanpa tahu penyakit apa yang dideritanya. Persis seperti sebuah lelucon. Ara ingin mengajukan perpisahan, tapi dirinya memikirkan kedua orang tuanya yang pasti akan memikirkan hal itu. Ara tahu mama papanya akan berada di pihaknya jika dirinya mengatakan semuanya dengan jelas, hanya saja Ara tidak ingin membuat kedua orang yang disayanginya itu semakin khawatir dan berimbas pada kesehatan orang tuanya. Mereka sudah cukup tua untuk terus memikirkan semua tingkahnya yang tidak baik itu. Suara pintu yang terbuka membuat Ara menoleh ke arah pintu, menatap ke arah Mamanya yang baru saja masuk dengan ranjang yang ada di tangannya. Selain rantang, mamanya juga membawa plastik yang tidak Ara ketahui apa isinya. Ara yang mulanya tidur langsung saja bergerak untuk duduk, menarik tangannya yang tadi dimainkan oleh suaminya dengan sedikit memaksa. Kenzo yang terkejut pun langsung menatap ke arah istrinya yang tersenyum lebar ke arah lain itu. Kenzo mengikuti arah pandang istrinya dan menemukan keberadaan mertuanya yang tidak ia sadari kedatangannya. "Mama," panggil Ara layaknya anak kecil yang merindukan orang tuanya. Citra pun tersenyum tipis dan meletakkan barang-barang bawaannya ke atas meja. "Ken, bantu mama." Perintah Ara pada suaminya. Ara tahu suaminya bodoh, jadi Ara hanya perlu memberikan perintah pada suami agar suaminya sadar dan tahu apa yang seharusnya dilakukan oleh laki-laki itu. Meskipun Ara tahu suaminya seperti itu, dirinya cukup menjaganya sendiri saja, jangan sampai mamanya tahu dan mengkhawatirkan keadaannya. "Mah, maaf ya karena sudah membuat mama khawatir." Kata Kenzo dengan hati-hati. Tangannya bergerak membantu mama mertuanya. "Tidak apa-apa nak, pasti Ara berulah lagi sampai harus di rawat di rumah sakit. Mama cukup mengerti kok sama anak bandel itu." Jawab Citra dengan pelan, bibirnya memperlihatkan senyuman yang lebar. "Bukan ma, semua ini salah Kenzo. Kenzo yang egois." Kata Kenzo dengan cepat, menyangkal jika semua ini adalah ulah istrinya. Karena nyatanya yang menyebabkan istrinya masuk ke dalam rumah sakit adalah dirinya. Istrinya terlalu lama di dalam kamar mandi dan pingsan. Jadi semua ini adalah salahnya karena meninggalkan wanita itu sendirian di dalam kamar mandi. Citra yang mendengarnya pun langsung menatap tajam ke arah Kenzo. Citra bisa bersikap baik pada semua orang, tapi tidak pada orang yang berani menyakiti anak-anaknya. Apalagi putrinya yang sudah ia besarkan dengan penuh kasih sayang bersama suaminya. "Mama akan mendengarkan ceritanya dari Citra, kamu makanlah dulu. Pasti kamu juga lapar." Balas Citra dengan suara pelan. Kenzo pun menganggukkan kepalanya dan menundukkan kepalanya malu, matanya tidak berani menatap ke arah mata mama mertuanya yang terlihat menahan kesal itu. Citra berjalan menghampiri ranjang putrinya dengan membawa satu rantang yang berisi bubur yang diminta oleh putrinya tadi. Tadi Citra sudah sangat khawatir saat Kenzo menghubunginya dan mengabarkan jika putrinya ada di rumah sakit, jadi Citra buru-buru ingin pergi dan melihat putrinya itu. Namun saat dirinya mendapatkan panggilan dari menantunya lagi, Citra mendengar suara putrinya yang tengah menangis, meskipun putrinya terlihat menutup-nutupi semua itu darinya. Meskipun begitu, Citra merasa sedikit lega karena mendengar suara putrinya. Citra bisa menyimpulkan jika putrinya tidaklah mengalami sesuatu yang parah. "Mama pasti khawatir kan?" Tanya Ara seraya menatap ke arah mamanya yang sudah mulai menua itu. Citra meletakkan wadah bubur di atas nakas dan menggerakkan tangannya untuk menyentil dahi putrinya dengan keras, membuat putrinya mengaduh dan meninggalkan bercak kemerahan yang ada di dahi putih putrinya itu. "Mama, kenapa memukulku." Keluar Ara dengan mata yang berkaca-kaca. Citra masih ingat, dulu saat dirinya ingin menangis, suaminya selalu menyentil dahinya dan membuat menangis karena hal itu. Setidaknya dirinya jadi tidak menahan tangisnya. Benar saja, putrinya sudah menangis dalam diam. Citra sendiri hanya diam dan mengambil tisu yang ada di dalam tasnya. Melihat putrinya yang menangis sebentar tentu saja Citra tahu jika putrinya tidak terlalu terpuruk dalam masalah yang dia hadapi. Kenzo sedari tadi hanya melihat dan mendengarkan. Tadi saat melihat mama mertuanya memukul dahi istrinya, Kenzo ingin marah, tapi saat melihat istrinya yang tiba-tiba menangis dengan tersedu-sedu membuat Kenzo tahu jika mama mertuanya itu tidak bisa dibohongi oleh putranya. Kenzo jadi merasa sangat bersalah karena tidak memperlakukan istrinya dengan baik sampai saat ini. Citra bergerak maju dan memeluk putrinya tanpa mengatakan apa-apa, tangannya terus bergerak menepuk-nepuk punggung putrinya dengan pelan. Citra tidak ingin putrinya menahan semua rasa sakit dan juga kesalnya hanya karena takut membuatnya khawatir. "Sekarang kamu makan dulu, sudah berapa jam kamu tidak makan?" Tanya Citra pelan. Citra cukup tahu, putrinya itu akan malas untuk makan jika memiliki masalah. Citra tahu karena dirinya adalah mama dari putrinya. Meskipun dirinya tidak memiliki hubungan darah dengan putrinya, tetap saja dirinya paling tahu semua masalah tentang putrinya itu. "Ara belum makan apapun dari pagi, Ara bangun kesiangan." Jawab Ara dengan jujur. "Ken," panggil Citra pada menantunya. Kenzo yang mulanya duduk dan makan di kursi pun langsung berdiri dan menghampiri mama mertuanya. "Kalau Ara membuat kesalahan, kamu boleh marah dan membentaknya tapi jangan pernah melakukan kekerasan fisik. Karena mama tidak akan pernah terima jika putri mama diperlakukan seperti itu oleh suaminya." Kata Citra pada Kenzo. Ara memegangi tangan mamanya dengan hati-hati, meminta mamanya berhenti karena Ara tidak ingin Kenzo membenci mamanya. Jelas-jelas Kenzo tidak melakukan apapun pada dirinya, dan malah mendapatkan omelan dari mamanya. "Kenzo tahu ma, maafkan Kenzo." Jawab Kenzo dengan sopan. "Kamu bisa memaksa dia untuk makan jika dia menolak." Lanjut Citra yang langsung saja membuat Ara melotot lebar. Mamanya itu benar-benar deh. "Dia lagi hamil, jadi tidak baik kalau perutnya tidak terisi apa-apa dari pagi. Kamu sebagai suaminya seharusnya tahu hal itu dengan pasti." Lanjut Citra yang langsung saja membuat Kenzo menundukkan kepalanya dalam. Kenzo pun hampir lupa jika istrinya saat ini tengah hamil anaknya. "Kembalilah, kamu selesaikan makanannya." Kata Citra lagi. Kenzo pun mengangguk dan kembali untuk meneruskan makanannya. Kenzo akui, masakan yang dibuat oleh mama mertuanya itu memang sangat enak, beda tipis dengan masakan yang dibuat oleh mamanya. Ara terdiam dan tidak berani menatap ke arah mamanya. Ara tahu mamanya baru saja menyinggung masalah kehamilannya, sedangkan dirinya saat ini sudah tidak hamil lagi. Apakah mamanya akan memarahinya jika mengetahui hal itu? "Ada apa? Apa terjadi sesuatu?" Tanya Citra pelan saat melihat ekspresi wajah putrinya yang berubah murung. Ara melihat ke arah suaminya yang hanya diam dan memakan makanannya itu. Sepertinya suaminya tidak mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh mamanya. Ara menatap ke arah mamanya dengan penuh permohonan. Citra yang tahu maksud putrinya pun langsung menoleh ke arah menantunya yang makan dalam diam itu. "Kamu selesaikan dulu makan buburnya," kata Citra yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Ara. Selama menyuapi Ara, Citra tidak banyak bicara. Wanita paruh baya itu menatap ke arah putrinya dengan penuh kasih sayang. Citra ingat sekali jika dirinya pernah mengatakan pada putrinya untuk tetap menjadi putrinya yang manja meskipun putrinya sudah berkeluarga. Karena ini juga Citra merasa sangat senang karena putrinya menuruti kata-katanya dan membuat dirinya merasa lega karena tidak dibuang oleh putri kesayangannya itu. Putranya Ilham saat ini ada di luar negeri, di saat usianya yang sudah dewasa Ilham tahu jika dirinya dan keluarganya tidak memiliki hubungan darah seperti keluarga pada umumnya. Awalnya putranya itu marah karena semua orang menutupi hal itu darinya, hingga akhirnya putranya memilih untuk melanjutkan kuliahnya di luar negeri dan mulai membiayai kebutuhannya sendiri. Ilham benar-benar menolak saat dirinya ataupun suaminya berniat untuk mengirimkan uang untuk keperluan putranya. Untuk itu, Citra sedikit sedih dan juga kesepian karena kedua anaknya sudah meninggalkan dirinya bersama dengan suaminya saja. "Mama memikirkan Ilham lagi?" Tanya Ara yang langsung saja dijawabi gelengan oleh Citra. "Ilham sudah sangat mandiri, pasti anak itu bisa menjaga dirinya sendiri dengan baik." Jawab Citra dengan suara pelan. Ara pun terdiam, Ara tahu mamanya sebenarnya khawatir pada adiknya itu. Tapi mau bagaimana lagi? Dirinya yang sudah membujuk adiknya itu tidak terlalu diperdulikan. "Mama jangan pikirkan Ilham lagi," kata Ara pada mamanya. Di dunia ini, orang tua mana yang tidak memikirkan anaknya? Tidak ada bukan? Jika pun ada pasti tidak sebanyak itu. Citra akan merasa tenang jika Ilham mengatakan ingin kembali pada orang tua kandungnya, tapi masalahnya putranya itu juga tidak mendekati orang tua kandungnya. Putranya benar-benar bersekolah dan bekerja untuk membiayai hidupnya sendiri. Membuat Citra sakit hati saat mengingatnya. Setelah selesai menyuapi Ara, Citra pun mengambilkan air untuk putrinya. Meminta putrinya untuk minum air putih yang sudah tersedia di atas nakas itu. "Pelan-pelan minumnya." Kata Citra mengingatkan putrinya. Citra berbalik dan berniat membawa wadah buburnya ke arah meja. Citra juga tersenyum karena menantunya juga menghabiskan makanan yang ia bawa. "Makanannya cocok sama kamu?" Tanya Citra dengan pelan. "Iya ma, masakan mama memang enak, pantas saja Ara makannya kurang lahap saat di rumah." Jawab Kenzo yang langsung saja dijawabi anggukan oleh Citra. "Sebenarnya Ara pilih-pilih makanan, jadi dia tidak memakan semua jenis makanan. Anak itu mulai memilih-milih makanan saat remaja, katanya dia harus menghindari makanan berlemak agar tidak gendut lagi. Padahal jelas-jelas menurut mama dia sangat cantik kalau sedikit lebih gendut, daripada terlihat kurus seperti triplek itu." Jawab Citra memberitahu menantunya. Kenzo tiba-tiba saja merasa malu karena baru mengetahui kenyataan itu. Bisa-bisanya dirinya tidak tahu jika istrinya ternyata memilih-milih makanan. "Sepertinya Kenzo yang kurang perhatian, maafkan Kenzo ma." Kata Kenzo yang langsung saja membuat Citra tersenyum tipis saat mendengarnya. "Bukan salah kamu kok, lagi pula kamu tinggal sama Ara juga baru sebentar." Jawab Citra lagi. "Kamu minum dulu sana, belum minum apapun kan tadi." Kata Citra menunjukkan dispenser air yang ada di ruangan itu. Kenzo pun mengangguk dan berjalan menuju dispenser air untuk mengambil minumnya. Ara sendiri hanya diam dan memperhatikan interaksi mamanya dan juga suaminya. Interaksi keduanya benar-benar tidak buruk, lagi pula dibandingkan dengan papanya, wajah Kenzo lumayan lebih ganteng dikit. Meskipun Ara tahu Kenzo pasti sama brengseknya dengan papanya yang suka bergonta-ganti wanita itu. Begitupun dengan dirinya yang juga tidak memiliki perasaan untuk suaminya, dan malah memikirkan kekasihnya yang b******k itu. Tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD