Tamu Pertama

1373 Words
“Aku menyesal! Tolong lupakan gadis kurus yang tidak seksi sepertiku dan nikmatilah malammu bersama wanita dewasa yang profesional, Tuan!” Itu tidak ada gunanya. Meski Runa sudah memohon sambil menangis lebih keras dari sebelumnya ia tetap diseret ke dalam kamar yang membuatnya terkurung berdua saja dengan Aiden. Iya, Aiden yang citra buruknya akan membuat wanita penghibur paling berpengalaman di tempat ini pun langsung ciut nyalinya. Dan sekarang dirinya yang tubuhnya sesuci para biarawati ini harus menghabiskan malam pertamanya bersama pria itu. “Buka!” Tubuh Runa tersentak kaget. Suara Aiden yang berat dan dalam berpadu sempurna dengan wajahnya yang bertato untuk membuat gadis belia seperti Runa jadi ketakutan setengah mati hanya karena mendengar satu kata yang terucap dari mulut pria itu. “Dia itu pria sakit jiwa yang suka menyiksa ‘mainannya’.” Runa tiba-tiba teringat pada apa yang dikatakan oleh para senior di tempat ini saat mereka menggosipkan tentang Aiden tadi. “Menurut atau memberontak tidak akan bisa menyelamatkanmu, jadi daripada membuang waktu dan tenaga lebih baik kau ikuti saja semua yang pria itu perintahkan dan usahakan untuk tidak membuatnya kesal. Dia jadi semakin gila jika sedang kesal.” Saat berpikir jika tidak akan ada satu pun yang bisa menyelamatkannya dari kandang harimau ini mengingat semua orang di sini justru bekerja sama untuk memasukkannya ke dalam sini demi keselamatan mereka sendiri, Runa dengan berat hati mengarahkan kedua tangannya yang bergetar pada tali pita yang terpasang di bagian dadanya. Memilih untuk pasrah pada nasib malangnya yang akan jadi santapan predator di hadapannya ini. “Apa yang kau lakukan?” Suara itu kembali membuat tubuh Runa tersentak. Gadis yang sudah menurunkan tali gaun di bahu kirinya itu mendongak menatap Aiden dengan bingung. Jadi lebih bingung lagi saat melihat ekspresi tidak senang di wajah pria itu. Apa ia sudah membuat pria itu kesal saat baru memulai langkah pertamanya? “Buka!” Aiden mengulangi perintahnya masih dengan kerutan yang menghiasi keningnya. Runa yang memutuskan untuk jadi penurut ini sudah hampir menurunkan tali gaun di bahu kanannya saat jari telunjuk Aiden yang juga dihiasi tato-tato kecil itu menunjuk botol bir yang ada di atas meja. “Aku ingin minum birku!” “Oh...” Runa bergumam pelan. Merasa bodoh sekali karena sudah salah tanggap dan malah ingin melucuti bajunya sendiri seperti ini. “Kenapa kau kedengarannya kecewa?” Lagi, suara Aiden membuat tubuh Runa tersentak seperti anak kucing yang baru mendengar petir meski Aiden bicaranya dengan nada yang cukup rendah. “Kau berubah pikiran dan ingin melayaniku dengan tubuhmu sekarang?” “Tidak! Tentu saja tidak!” Runa buru-buru menyangkal pemikiran Aiden dan dengan cepat meraih borol bir sebelum menyodorkannya pada Aiden. “Ini, silakan dinikmati birnya.” Aiden menerima bir tersebut, menyesapnya sedikit dan menjauhkannya dengan ekspresi tidak senang di wajahnya. “Madam Tua itu memberiku bir yang murah,” gerutunya sebelum kembali mendekatkan botol bir ke mulutnya dan menenggaknya lebih banyak. “Buka!” Runa mengerjapkan kedua matanya sebelum mengedarkannya ke penjuru ruangan. Selain yang ada di tangan Aiden, tidak ada lagi botol bir yang bisa dibuka. Jadi apa yang ingin pria itu buka sekarang? “Ba...” Runa agak ragu untuk menanyakannya. “Bajuku?” Tapi tetap menanyakannya karena takut membuat Aiden kesal jika tidak segera memenuhi keinginannya. “Kalau aku ingin melihatmu telanjang aku tidak akan menyuruhmu buka baju dengan sopan begini. Aku pasti sudah menyobeknya sejak tadi!” Nah, sepertinya Runa benar-benar membuat Aiden kesal sekarang. “Buka jendelanya dan pergilah yang jauh! Jangan sampai tertangkap dan dibawa kembali ke tempat ini lagi, gadis kecil!” Dibandingkan sebelum-sebelumnya, seharusnya Runa jauh lebih takut dengan Aiden yang sekarang sudah kesal dan meninggikan suara untuk membentaknya seperti ini. Tapi anehnya, ucapan pria itu justru dengan cepat melunturkan semua rasa takut yang Runa rasakan sejak pertama menginjakkan kakinya di rumah bordil ini. “Padahal tempat ini sudah sangat berdosa, kenapa malah menambah dosanya dengan melibatkan anak kecil?” Aiden masih menggerutu sambil kembali mendekatkan botol bir ke mulutnya. Namun sebelum botol tersebut menyentuh mulutnya, pria itu melirik Runa yang hanya duduk terpaku di hadapannya. “Apa?” tanya Aiden. “Kenapa menatapku—“ “Hiks!” Aiden mengangkat alisnya terkejut saat Runa tiba-tiba terisak. “Huaaaa~” Dan jadi semakin terkejut saat isakan pelan gadis itu berubah menjadi tangisan yang sangat keras. “Hah~ Sepertinya ini benar-benar hari sialku!” Aiden menenggak habis sisa birnya sebelum meletakkan botol yang telah kosong itu di atas meja. Ia lalu menatap Runa, memberikan seluruh fokusnya pada gadis malang yang tengah menangis itu. “Aku tidak akan melakukan apapun padamu dan aku bahkan memberimu kesempatan untuk kabur. Lalu kenapa sekarang kau menangis seperti ini, hah?” tanya Aiden. “Ka-karena akhirnya aku bertemu orang baik.” Aiden terdiam. Ia pikir salah mendengar ucapan Runa karena ucapan gadis itu terbata-bata dan bercampur dengan isakannya. “Papaku memukuliku seharian ini sebelum membawaku ke sini dan menjualku seharga 5 botol bir. Madam pemilik tempat ini sangat menakutkan dan semua orang yang ada di sini juga. Aku sangat ketakutan sepanjang hari ini tapi akhirnya aku bertemu dengan orang yang benar-benar baik sekarang.” Runa menjelaskan panjang lebar sambil berusaha untuk menghentikan tangisannya. “Tapi Tuan...” Gadis itu mendongak, membuat Aiden tertegun saat kedua mata bulatnya yang berkaca-kaca menatapnya dengan sorot polos yang penuh ketulusan. Sesuatu yang tidak pernah Aiden lihat dari orang lain mengingat semua yang ia lakukan biasanya hanya mengundang ketakutan atau kebencian dari orang lain. “Bahkan meski semua orang hanya berkata hal buruk tentang Tuan, tapi di antara semua yang kutemui hari ini Tuan adalah yang paling baik.” Seperti yang selalu dikatakan semua orang, Aiden sendiri pun sadar jika dirinya adalah orang yang sangat jahat. Meski kadang beberapa orang akan memujinya habis-habisan tentang kebaikannya, itu semua tidak lebih bualan yang diucapkan oleh orang-orang yang ingin menjilat dirinya. Aiden jahat dan ia sendiri pun paham betul tentang itu. Itulah mengapa sekarang ia jadi sangat bingung saat gadis di hadapannya ini dengan cara yang terlihat polos dan penuh ketulusan malah berkata jika dirinya adalah orang paling baik yang gadis itu temui hari ini. “Sebentar.” Aiden menggelengkan kepalanya, tidak ingin merasa terlena dengan ucapan Runa. “Kau tahu, bahkan di antara semua orang jahat yang ada di sini aku adalah yang paling jahat yang membuat semua orang itu takut padaku. Aku sama sekali tidak ada baik-baiknya sedikit pun.” “Tapi Tuan baik padaku.” Mata itu... Aiden rasanya tidak bisa untuk tidak merasa terlena dengan apa yang Runa ucapkan saat kedua mata gadis itu terlihat begitu jujur dan tulus. “Papaku yang menjualku, Madam yang memberiku secara cuma-cuma pada Tuan, dan semua orang di tempat ini yang membiarkan Tuan membawaku padahal aku sudah menangis memohon-mohon agar mereka menyelamatkanku...” Runa menggantungkan ucapannya dan air mata kembali menetes dari kedua matanya. “Bahkan meski bagi semua orang Tuan adalah yang paling jahat, bagiku Tuan adalah yang paling baik dibandingkan semua orang yang pernah kutemui.” Mulut Aiden sedikit terbuka, namun kembali terkatup saat pria itu tidak tahu harus berkata apa. Pria itu lalu memalingkan wajahnya, menghindar dari tatapan Runa yang terasa menggetarkan hatinya. “Pergilah!” Meski tidak bisa dibilang lembut, namun Aiden hampir tidak pernah bicara dengan nada serendah ini pada seseorang. “Jangan sampai bertemu orang-orang jahat lagi, gadis kecil.” “Bersama?” Pertanyaan Runa membuat Aiden kembali menatap gadis itu. “Dibandingkan orang baik seperti Tuan, dunia ini punya lebih banyak orang jahat. Aku... Ke mana aku harus pergi sendirian tanpa uang atau siapapun yang melindungiku?” *** “Oh?” Madam yang sedang berbincang dengan beberapa anak buahnya dibuat heran saat melihat Aiden yang biasanya menghabiskan sepanjang malam untuk menyiksa para wanita yang disewanya kini sudah keluar dari kamarnya saat ia belum menghabiskan 30 menit di dalam sana. “Sudah selesai, Sayang?” “Aku akan membawanya,” kata Aiden yang membuat Madam menengok ke belakangnya. Ke arah Runa yang mengenakan jaket kulit hitam milik Aiden untuk menutupi tubuhnya yang dibalut baju super seksi. Madam mengangkat sebelah alisnya. “Apa pelayanannya cukup memuaskanmu, Sayang? Kau mau bawa gadis ini ke hotel?” Aiden menolehkan kepalanya untuk menatap Runa yang langsung menunjukkan senyuman polosnya pada pria itu. “Gadis ini milikku mulai sekarang. Jadi jangan berani-berani untuk menyentuhnya lagi!” **To Be Continued**
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD