“Menjual yang seperti ini padaku? Anda sedang bercanda, Pak?”
“Tidak, aku tidak bercanda. Tukarkan saja dengan beberapa botol bir. Kalian boleh mempekerjakannya jadi apa saja karena aku benar-benar tidak ingin merawatnya lagi.”
Runa menatap papanya yang sedang ‘menawarkan’ dirinya itu dengan air mata yang menggenang di kedua pelupuk matanya. Yang kemudian air mata itu mengalir dengan deras di wajahnya saat ia melihat senyuman lebar di wajah papanya ketika 5 botol bir diserahkan padanya sebagai ‘p********n’ atas dirinya.
“Papa!”
Setelah bertahun-tahun, ini pertama kalinya Runa kembali menunjukkan air matanya di hadapan papanya. Gadis itu menggunakan kedua tangannya untuk memegangi lengan papanya agar pria itu tidak benar-benar meninggalkannya seorang diri di rumah bordil yang dipenuhi oleh wanita penghibur dan lelaki hidung belang ini. Yang jika dirinya benar-benar ditinggalkan di sini maka ia akan menjadi salah satu dari wanita penghibur itu.
“Papa!” Runa mengeraskan suara jeritannya, namun papanya juga jadi semakin jauh meninggalkannya sementara 2 orang pria yang merupakan pengawal di tempat ini memegangi tubuhnya agar tidak berlari untuk mengejar papanya.
“Oi!” Wanita paruh baya yang merupakan Madam pemilik tempat ini menggunakan ujung high hellsnya untuk menyentuh bahu Runa yang menangis sambil terduduk di atas lantai. “Anak bodoh, untuk apa menangisi orang biadab yang tega menukarmu dengan 5 botol bir, hah?”
Runa tidak menjawab, kepalanya tertunduk dan tangisannya jadi semakin keras. Bahkan meski papanya adalah manusia biadab yang menjual anaknya sendiri seharga 5 botol bir, namun baginya yang telah terbiasa bersama pria itu berada bersamanya jauh lebih baik dibandingkan dijadikan seorang wanita penghibur di tempat ini.
Dimaki, dipukuli, dan disiksa setiap hari oleh papanya akan jauh lebih baik bagi Runa dibandingkan membayangkan kehidupannya saat harus menjajakan tubuhnya di tempat ini.
“Tapi anak kecil ini... Madam, siapa pria yang mau membayar untuk tidur dengannya?”
Bisikan seorang pengawalnya membuat Madam memperhatikan penampilan Runa yang datang ke tempat ini dengan mengenakan setelan seragam SMA-nya. Meski sedang menangis hebat, Madam bisa melihat jika Runa adalah gadis belia yang cukup cantik. Namun masalahnya, para tamu di tempat ini lebih menyukai wanita yang seksi dibandingkan yang berwajah cantik. Dan Runa yang masih 18 tahun dengan tubuh kurus dan dadanya yang kecil itu—yang bahkan masih kelihatan kecil meski gadis itu mengenakan bra dengan busa tebal—bukanlah ‘dagangan’ yang akan menarik minat para tamunya.
“Dia datang lagi!”
Perhatian Madam teralihkan saat terdengar gerutuan dari seorang wanita yang menghampirinya dengan wajah cemberut. Wanita muda dengan pakaian super seksi itu menunjukkan wajah memelasnya saat berkata, “Madam, tolong jangan paksa aku untuk melayani Aiden lagi. Lebam di tubuhku saja belum hilang. Aku tidak akan bisa bekerja sampai seminggu ke depan jika melayani orang sinting itu malam ini!”
Madam mendecakkan lidahnya. Merasa kesal karena tamu yang paling banyak memberikan pemasukan untuk rumah bordilnya ini adalah pria yang paling m***m dan paling banyak membuat anak buahnya trauma.
“Ah, benar.” Wajah kesal Madam perlahan mengendur saat melihat Runa yang masih menangis di dekat kakinya. “Bawa dan siapkan dia,” ujarnya pada wanita itu. “Dia yang akan melayani Aiden malam ini.”
***
Sejak awal ketika ia lahir ke dunia ini melalui rahim seorang wanita yang menjadi korban pemerkosaan, Runa telah hidup dalam kegelapan. Meski pria yang telah memperkosa mamanya bertanggungjawab dengan menikahi wanita itu, namun sepanjang kisah yang tercipta setelahnya hanyalah tentang neraka yang penuh penderitaan.
Mama yang hanya selalu menangis dan menyesal sepanjang waktu hingga akhirnya bunuh diri dan Papa yang hanya tahu mabuk dan membuat masalah sepanjang waktu sebelum akhirnya menjualnya ke tempat ini. Semuanya sudah sangat mengerikan, tapi bahkan Tuhan mengujinya dengan hal lain lagi.
Aiden.
Pria yang akan menjadi tamu pertamanya. Pria yang akan mendapatkan kesuciannya dengan membayar sejumlah uang pada Madam yang kini menjadi ‘pemiliknya’.
Runa sudah berhenti menangis saat 2 orang wanita yang membantunya berdandan mulai menceritakan tentang Aiden dan membuatnya menangis lagi.
Bagaimana tidak? Semua kisah yang diceritakan 2 wanita itu adalah hal mengerikan yang akan mengguncang jiwa polos gadis belia yang masih perawan sepertinya. Tentang Aiden yang katanya menyeramkan, bau rokok dan alkohol, suka menjambak, suka memukul, dan suka menghabisi para wanita yang melayaninya.
Ini pengalaman pertama Runa dan menyerahkannya pada Aiden sama saja dengan menghancurkan ‘karir’ gadis itu di tempat ini sejak awal. Jika yang profesional saja harus bedrest selama beberapa hari setelah melayani Aiden, lalu bagaimana Runa yang seperti anak ayam yang tersesat ini mampu menangani pria itu?
“Aku akan menebus diriku sendiri!” Runa yang sudah didandani dengan make up tebal dan baju seksi yang tidak ada pantas-pantasnya dikenakan oleh anak kecil sepertinya itu sampai bersujud di kaki Madam untuk menunjukkan keseriusannya. “Bukan 5, aku akan mengembalikan 10 botol bir sebagai gantinya. Tolong, tolong selamatkan aku!”
“Bagaimana kau akan mengganti birku, hah? Kau punya uang?” tantang Madam yang tahu pasti jika Runa ditinggalkan di tempat ini hanya dengan seragam sekolah yang melekat di tubuhnya.
“Aku akan melakukan apa saja!” Runa memohon sambil terisak-isak. “Aku bisa bersih-bersih atau menjadi pelayan. Tolong, kumohon selamatkan aku dari Aiden itu. Aku akan mati jika dijual padanya malam ini.”
Sebuah seringaian terbit di sudut bibir Madam. Meski Runa memohon dengan penuh keputusasaan, entah mengapa tingkah gadis muda yang tampak polos ini terasa menggelitik baginya. Wanita itu lalu menaikkan pandangannya, menatap seorang pria yang sejak beberapa saat lalu berdiri di belakang Runa memperhatikan bagaimana gadis itu memohon penuh ketakutan untuk dilepaskan dari Aiden.
“Mainanmu malam ini, Sayang,” kata Madam. “Tolong jangan sampai rusak agar tamu yang lain bisa memainkannya juga nanti.”
“Anak perawan, ya?”
Sekujur tubuh Runa langsung membeku dan air matanya terhenti begitu saja saat ia mendengar suara berat dari belakangnya, sangat dekat hingga ia bisa mencium aroma rokok saat pria di belakangnya itu bicara pada Madam.
“Mati kau, Runa!” Runa mengutuk dirinya sendiri dalam hati. Jika suaranya saja terdengar semenyeramkan ini, Runa tidak berani membayangkan akan bagaimana mengerikannya wajah dan perawakan pria itu. Ia benar-benar akan mati malam ini jika sampai dimasukkan ke dalam kamar bersama Aiden yang suaranya terdengar seperti predator buas ini.
“Aku tidak main dengan anak perawan, tuh!”
Runa mengerjapkan kedua matanya, merasa memiliki harapan untuk hidup saat Aiden langsung menolaknya.
“Kuberikan gratis untuk melayanimu malam ini, Sayang.”
Runa sampai lupa siapa dirinya dan siapa Madam saat tanpa sadar kedua matanya melotot pada wanita itu ketika menawarkan dirinya secara gratis pada Aiden yang sudah jelas-jelas menolak dirinya.
“Aku tidak mau barang gratis. Uangku banyak, jadi aku mau barang bagus. Dia. Bawa dia ke kamarku sekarang!”
Kedua mata Runa kembali mengerjap. Rasanya tidak pernah semenyenangkan ini untuk menjadi seseorang yang tertolak. Bahkan rasa syukurnya tidak berkurang meski ia melihat wajah wanita yang sebelumnya membantunya berdandan berubah pucat karena Aiden yang menunjuk dirinya.
“Hei, jangan begitu. Tolong hargai ketulusanku yang ingin memberimu hadiah kecil.”
Runa melotot lagi. Jadi kesal lagi karena Madam kembali membahayakan dirinya. Padahal kan biar saja Aiden ini mengeluarkan uangnya yang banyak untuk wanita penghibur yang profesional, tapi mengapa repot-repot memaksa memberikan dirinya secara gratis pada pria itu?
Gratis.
Tiba-tiba Runa termenung saat menyadari serendah apa harganya sebagai manusia di tempat ini. Tidak cukup buruk untuk dihargai dengan 5 botol bir, sekarang dirinya malah dijadikan ‘barang’ gratisan. Sama sekali tidak ada harganya meski ia adalah satu-satunya gadis perawan di tempat yang dipenuhi wanita penghibur yang menjajakan tubuhnya.
Dan pemikirannya itu membuat Runa jadi semakin sedih. Bahkan wanita penghibur di tempat ini pun punya harga, tapi dirinya malah diberikan secara cuma-cuma. Serendah itukah nilainya sebagai manusia?
“Tidak, aku tidak minat dengan hadiah kecilmu! Aku ingin makan porsi besar yang memuaskan malam ini.”
Ucapan Aiden membuat kedua mata Runa yang sudah berhenti menangis kembali berkaca-kaca. Jika sebelumnya ia merasa bersyukur dengan penolakan pria itu, kini ia merasa hatinya sangat sakit saat ditolak mentah-mentah meski harga dirinya telah diturunkan ke dasar yang paling rendah.
“Anak-anakku sedang sibuk malam ini, jadi kau bersenang-senang dengan gadis ini saja, ya? Akan kuberikan bir gratis juga sebagai bonusnya. Bir kesukaanmu, Sayang.”
Bahkan sekarang dirinya ditawarkan gratis bersama bir.
“Tidak! Kubilang aku tidak butuh barang gratisan!”
Dan pria yang katanya suka bermain dengan seadanya wanita yang bisa melayaninya itu tetap saja menolaknya.
“Walaupun tubuhnya kecil, tapi wajahnya lumayan kok. Kau pasti akan menyukainya jika melihat wajahnya,” bujuk Madam yang menambah rasa sesak di d**a Runa.
“Aku lebih sering mematikan lampu, jadi aku tidak butuh wajah. Lagipula—“
“Lagipula aku ini gratis dan Tuan bisa dapat bir sebagai bonusnya, kenapa sulit sekali untuk menerimaku?!”
Suasana tiba-tiba hening saat Runa yang tidak dapat menahan rasa sesak di dadanya lebih lama bangkit dari duduknya dan berbalik menghadap Aiden untuk meledakkan amarahnya pada pria yang telah menolaknya itu.
“Tuan dapat mainan gratis yang bisa diapakan saja dan juga dapat bir gratis untuk dinikmati, jadi kenapa masih menolak?” Suara Runa mengecil dan ia kembali sesenggukan di hadapan Aiden yang tubuh tingginya menjulang di hadapannya.
“Aku...” Runa seperti lupa pada semua cerita mengerikan tentang Aiden dan justru mengucapkan sesuatu yang mungkin akan menjadi penyesalan terbesarnya. “Tolong terima aku! Tolong biarkan aku melayanimu malam ini, Tuan.”
Runa hanyalah gadis remaja dengan tingkah impulsifnya. Yang dengan cepat langsung menyesali ucapannya saat Aiden yang sejak tadi telah menolaknya berkata, “Bawa gadis ini ke kamarku sekarang!”
**To Be Continued**