Body on Me

2937 Words
Pipi Lena merona saat terbangun dan mendapati Daren tengah menatapnya dengan posisi miring menopang kepalanya dengan sebelah tangannya. Pria itu memang menepati janjinya, setelah Lena memohon Daren melakukannya dengan sangat lembut dan Lena menyerahkan tubuhnya dengan sukarela. Lena tidak pernah tahu jika Daren dapat bersikap itu terhadapnya, ia pikir setelah usahanya untuk melarikan diri, pria itu akan bersikap lebih kejam dari sebelumnya. Tapi ini lain, dan yang pastinya jantung Lena akan berdebar keras jika memikirkan hal itu. “kenapa...?” tanya Lena dengan gugup karena Daren tak kunjung mengalihkan tatapannya. “tidak apa-apa. Aku sedang menunggu bagaimana reaksimu saat terbangun, apakah kau akan menendangku, memukulku atau berteriak akan membunuhku lagi karena menganggap aku telah memperkosamu. Aku sedang menunggu dan bersiap-siap akan hal itu Lena.” Kata Daren sambil terkekeh kecil. Lena memalingkan wajahnya kesal, apa pria itu tidak bisa menciptakan suasana yang romantis sebentar saja selain menggodanya? Daren semakin geli, lalu bergeser dan mendekap tubuh telanjang Lena dengan gemas. “jangan marah, sebenarnya kau sedikit menyeramkan jika kau terlalu patuh seperti ini. Tapi tak apa, aku menyukainya.” Lagi-lagi Lena hanya pasrah saat Daren membawanya ke dalam dekapannya, dan ia tidak berkutik apapun dengan sindiran Daren yang di tujukan padanya saat ini. “kau tidak bekerja?” Daren terkekeh. “ini hari minggu, Nona.” “oh.” Lena memerah karena malu, semenjak ia tinggal disini ia benar-benar melupakan hari dan waktu layaknya di penjara. Kalau di hitung-hitung, sudah berapa lama ia tinggal disini? “tadi kau sudah siap, aku pikir kau akan pergi.” Daren hanya tersenyum sebagai jawaban, yah sebenarnya dia memang berniat pergi hari ini.  Biasanya juga hari minggu tidak berpengaruh apapun untuk urusan pekerjaannya, tapi tidak apa-apalah ia berlibur untuk kali ini saja. Tangan Lena dengan malu-malu menyentuh d**a telanjang Daren, seketika tubuh Daren terasa tegang karena entah sengatan apa membuat tubuhnya terkejut. Lena yang merasakannya mendongak untuk melihat bagaimana ekspresi Daren saat ini. Wajah Daren tampak kebingungan dan juga tegang secara bersamaan, ia menggenggam tangan Lena yang masih berada di dadanya. “kau...” suara Daren tiba-tiba tercekat. Ia hampir gila, karena tidak bisa memahami dirinya sendiri saat ini. Sebelumnya, ia tidak pernah membiarkan wanita manapun dapat sedekat ini dengannya, b******a dengan lembut atas kemurahan hatinya, bahkan membawa kembali wanita yang jelas melarikan diri darinya karena tak ingin tinggal bersamanya. Tidak pernah. Wajah Lena sama bingungnya dengan ekspresi Daren. Tapi, sebelum Lena mendapat jawabannya, jemari Daren menelusuri tulang pipinya dengan sangat lembut lalu merapikan helai rambut Lena kebelakang kepalanya. “kau baik-baik saja,?” tanya Lena sambil menyentuh rahang Daren pelan, dan tubuh pria itu menegang lagi. Wajahnya bingungnya bertambah dengan sirat kesedihan dan muram yang tampak jelas Daren perlihatkan. “tidak.” Jawab daren tegas. “lalu...?” Daren beringsut menindih tubuh Lena, dan matanya berganti dengan tatapan b*******h.  “kau, harus bertanggung jawab.” Kata Daren parau. “ke-kenapa aku?” tanya Lena was-was. “karena...” tangan Daren menuntun tangan Lena untuk menyentuh ereksinya yang sudah mengeras. Lena langsung terbelalak kaget, dan wajahnya langsung bersemu karena malu. Ia ingin melepaskan tangannya dari ereksi Daren tapi pria itu menahannya dan malah memejamkan matanya akan sentuhan Lena. “jika kau menyentuhku...” nafas Daren  tersengal, membingbing tangan Lena untuk meremas ereksinya, “ini lah...” tiba-tiba saja tangan Lena berinisiatif untuk menggerakan tangannya membuat pria itu terkejut dan mengerang pelan.”akibatnya,” kata Daren pada akhirnya, lalu melepaskan tangan Lena sebelum ia meledak secepat itu. Ia membalikkan tubuh Lena dengan cepat hingga menungging, lalu tanpa aba-aba ia memasuki Lena hingga wanita itu memekik kaget. Dan mereka b******a lagi. Entah apa yang membuat Daren merasa candu, yang pastinya hari minggu itu, hampir mereka habiskan berada terus di satu ranjang yang sama.  Ia tidak berteriak, membantah atau menentang pria b*****t itu, dan Lena sama sekali tidak terganggu atau merasa risih. Tapi, mereka berdua sama sekali tidak punya waktu lagi untuk memikirkan hal itu, karena terlalu kelelahan. Mereka berdua berakhir tidur dengan posisi saling memeluk, tidak ada yang merubah posisinya sampai esok pagi... *** Daren terperanjat bangun saat ia melihat jam di dinding kamarnya. Ia terlambat untuk bekerja! Lena ikut terbangun karena Daren melepas pelukannya dan beringsut bangun dengan terburu-buru. “ada apa?” tanya Lena penasaran. “aku terlambat.” Kata Daren cepat sambil memakai celana boxernya. Seumur hidupnya, ia tidak pernah terlambat. Sejak kecil ia memang di didik untuk disiplin akan waktu dan juga bertanggung jawab dengan pekerjaannya. Jadi, karena ini pertama kalinya tentu saja Daren panik setengah mati. Membuka lemarinya ia menggeram pelan. “Lena kau bisa bantu aku?” tanya Daren dengan ekspresi memelas. “apa?” “setrikakan kemeja dan jas ku ya, aku lupa membawa ke laundry. Alat-alatnya ada di ruangan samping kamar ini.” “baiklah.” Lena tak punya alasan untuk membantah melihat Daren yang berwajah panik itu. Dengan cekatan, walaupun selangkangannya terasa perih ia beranjak bangun lalu memakai kemeja kebesaran Daren yang berserakan di lantai dan membawa pakaian yang akan ia setrika. Daren tersenyum tipis lalu buru-buru menuju kamar mandinya. Lena melakukannya dengan benar, sambil memikirkan bahwa sebelum ada dirinya apa pria itu selalu sibuk seperti ini? Mengurus kebutuhannya sendirian? Itu memang bukan hal yang luar biasa mengingat dirinya juga seperti itu setiap harinya setelah ia memutuskan untuk berpisah dengan keluarganya. Hanya saja, ekspresi Daren yang begitu panik tadi benar-benar sangat konyol bagi Lena. Daren datang dengan rambut dan badan yang masih setengah basah. Ia hanya mengenakan handuk yang melilit dari pinggul sampai lututnya. Tanpa melihat ke arah Lena ia langsung memakai pakaian yang baru saja selesai Lena setrikakan untuknya. “kau bisa ambilkan dasi di laci lemariku?” Lena langsung mengiyakan, mengambil dasi berwarna coklat terang yang pas dengan warna matanya. Ketika datang, Daren sedang kesulitan mengancingkan kancing lengan kemejanya, dan entah naluri dari mana Lena langsung mendekat, menarik lengan Daren dan mengancingkan dengan cepat. Ia juga menyampirkan dasi yang ia bawa lalu memasangkannya membuat Daren terpana tidak membantah dan tidak berkutik sama sekali. Ia menepuk pelan dasi yang baru selesai ia pasang sambil tersenyum lebar. “seharusnya kau memasang alarm.” “aku tidak pernah bangun terlambat sebelumnya.” Balas Daren gusar. “benarkah?” tanya Lena dengan tatapan menggoda. Daren mendelik, lalu tatapannya mengunci dengan tajam ke arah Lena. “hei...” kata Daren sambil menangkup wajah Lena. “aku baru tahu kau punya dua lesung pipi,” kata Daren kembali membuat jantung Lena berdetak kencang. “ah tentu saja, mana bisa aku menyadarinya jika kau hanya berteriak dan memberenggut saat bersamaku, iya kan?’ lanjut Daren mencomot bibir Lena seperti yang sering ia lakukan sambil terkekeh dengan nada sindiran. Lena yang kesal langsung mencubit keras punggung lengan Daren membuat ia melepaskan tangannya dari bibir Lena. “katanya kau terlambat! Tidak usah banyak bicara dan cepat pergi!” Daren teringat kembali, setelah memakai jas nya ia langsung mengambil sepatunya di rak dan memakainya cepat. Saat semuanya telah selelas, sebelum ia membuka pintu ia berbalik ke arah Lena yang masih mengawasinya lalu mengecup bibirnya kilat. “terimakasih.” Kata Daren lalu bergegas pergi dengan terburu-buru tanpa menyadari bahwa Lena masih belum bisa mencerna dengan apa yang di lakukan Daren tadi. Efeknya luar biasa membuat Lena lemas. Oh sialan! Lena menepuk-nepuk pipinya keras, itu pasti hanya salah satu caranya untuk menaklukan hati wanita! Benarkan? *** Semua orang di perusahaan itu hampir semuanya berkasak kusuk membicarakan bos nya yang datang terlambat lalu meminta maaf dengan sungguh-sungguh di hadapan seluruh karyawannya. Sejujurnya, mereka juga tidak akan menganggap hal itu masalah besar, karena Daren menjabat posisi penting di perusahaan ini, ia juga baru sekali datang terlambat seperti ini. Belum lagi, para karyawan wanita yang hampir menjerit histeris saat Daren tersenyum dan menyapa karyawannya yang tidak sengaja melewatinya pagi itu. Sungguh aneh. Daren di kenal sebagai pria kaku dan juga dingin dalam hubungan sosialnya. Pria itu tidak banyak bicara, hanya mengangguk dan menggeleng berkata seadanya seperti ‘ya atau ‘tidak setiap harinya. Jadi, pagi itu sontak membuat hampir seluruh karyawannya terheran-heran karena perubahan Daren yang begitu tiba-tiba . Walaupun auranya tidak sekelam dan sekejam Alex pemilik sah perusahaan ini, Daren tetap seorang yang sangat di segani dan juga di hormati karena kemahirannya dalam bekerja. Sekretarisnya Jeanne juga sampai tak bisa berkata-kata ketika Daren datang dan meminta maaf berkali-kali padanya. Tidak ada hujan tidak ada petir, Jeanne sungguh dapat memaklumi itu, namun di sisi lain wanita itu merasa senang karena untuk pertama kalinya bos nya berkata banyak padanya. Sejujurnya jika ia tidak dapat menahan perasaan kagumnya, mungkin sudah sejak lama itu akan berubah menjadi perasaan cinta. Bos nya itu pria jujur yang baik hati, ia pikir pria itu sama seperti bos-bos kebanyakan karena menjadikannya sebagai wanita simpanan, atau membuat skandal dengannya. Tapi ini tidak, dan sungguh beruntung wanita yang dapat memilik Bos nya suatu saat nanti. Jeanne tersenyum dalam hati... *** Daren tak bisa berkonsentrasi. Lena! Wanita itu. Sialan, Daren benar-benar hampir di buat gila karena memikirkan wanita itu. Candu, yah benar dan sialan! Apa sekarang ia pantas di katakan sebagai seorang yang hypersex? Ia benar-benar candu untuk menyentuh wanita itu! Dan memikirkannya saja membuat seluruh tubuh Daren tegang, kepala berdenyut-denyut keras, dan perasaan ingin meledak! Daren menampar pipinya keras. Kendalikan dirimu, man! Kendalikan dirimu! Pintu kerjanya di ketuk oleh seseorang. Daren berdehem sambil menghela nafasnya panjang. “masuk.” Pintu terbuka, dan betapa terkejutnya Daren saat ia melihat Lena hanya berbalut lingerie merah berjalan dengan pelan ke arahnya, dan entah angin dari mana rambut panjang bertebaran dengan eksotis. Suara sexophone mengalun bersamaan dengan langkah Lena yang perlahan mendekat ke arahnya. Daren tak bisa berkata-kata, nafasnya tercekat. Ia tidak bisa ber gerak seinci pun dan pandangannya hanya tertuju pada Lena saat ini. “pak, anda baik-baik saja?” lantunan sexophone dan angin gairah itu seketika berhenti saat suara itu menyadarkan Daren bahwa semuanya hanya khayalan kotornya saja. Daren mengumpat pelan sambil menggaruk kepalanya yang tak gatal itu “ya. Maaf, ada apa Jean?” Jeanne berdehem. “ini, jadwal meeting anda dan berkas yang harus bapak cek untuk di tanda tangani.” Katanya formal. Daren mengangguk, mengambil berkas tersebut dari tangan Jeanne, lalu wanita itu pamit permisi. Daren bergegas ke kamar mandinya lalu membasuh mukanya dengan kasar. Ada yang tidak beres, benar ada yang tidak beres dengan dirimu Daren! *** Lena memandangi jam dengan gelisah. Apa yang sedang di lakukan Daren saat ini? Ah tidak, maksudnya apa Daren akan pulang hari ini? Jika tidak ia bisa tidur di kasur empuk lagi itu kan, karena tidur di sofa itu sungguh menyiksa tubuhnya. Baru kali ini, Lena memperhatikan beberapa bingkai foto yang Daren pajang di kamarnya. Hanya ada foto dia bersama seorang pria yang tampak tampan dengan mata abu gelap yang mencolok. Foto lama, karena Daren terlihat lebih muda di bandingkan saat ini, lalu foto yang Lena perkirakan bersama ayahnya karena mereka tampak mirip, foto dengan pria bermata abu bersama ayah nya dan juga seorang pria dewasa yang mungkin saja ayah pria bermata abu itu, dan satu lagi foto jadul, seorang wanita cantik yang tengah menatap ke sembarang arah. Melihat mata coklat yang di miliki wanita itu, Lena langsung mengasumsikan bahwa dia adalah ibu kandung Daren, yang membuat Lena ingin tertawa adalah ekspresi Daren yang selalu kaku tanpa senyum di setiap fotonya. Begitu datar dan juga polos. Lena mendengus lalu keluar kamar Daren, dan menelusuri rak yang penuh dengan buku. Ia tidak tertarik untuk membaca saat ini, tapi melihat sebuah note buku polos mata Lena langsung berbinar senang, tidak susah mencari sebuah pensil dan penghapus di tempat ini. Dengan semangat, Lena langsung terduduk dengan barang-barang milik Daren tanpa peduli reaksi apa yang akan Daren beri nanti saat mengetahui ia memakai barang-barangnya lagi. Seharusnya sejak dulu ia menemukan benda ini, untuk menggambar setidaknya membunuh rasa jenuhnya. Lena mulai serius, mencoretkan garis yang membentuk wajah. Ia menggambar wajah Daren yang mengerutkan keningnya saat serius. Lalu suasana cafetaria saat pertama kali Lena melihatnya. Semuanya, Lena gambar dengan jelas hari itu, pandangan Daren yang tajam melihat berkas-berkas di hadapannya dan secangkir kopi yang masih mengepul di sebelahnya, tidak lupa kacamata yang bertengger di wajahnya. Suara pintu yang terbuka langsung menyadarkan Lena, berdiri dengan cepat dan tiba-tiba saja jantungnya kembali berdetak ketika melihat pria itu kembali. “kau sudah makan?” tanya Daren sebagai salam sapaan. Lena menatap Daren kebingungan. “eh, belum.” Ia memang tidak lapar sejak tadi pagi, tapi saat Daren menanyakannya tiba-tiba perutnya memberontak untuk segera diisi. “bagus, aku membeli makanan tadi. Tolong hidangkan ya.” Kata Daren menyodorkan bungkusan berisi makanan pada Lena. Dengan gugup Lena mengambil makanan itu lalu berjalan ke arah dapur mengambil piring untuk menaruh makanan yang di beli Daren. Hati Lena menghangat, pria itu membeli dua porsi makanan. Melihat Daren yang kini duduk bersila di depan meja sambil menghadap laptop, dengan kening berkerut—seperti biasa, tanpa sadar Lena tersenyum kecil. Pria itu telah menanggalkan dasinya, hanya memakai kemejanya yang tampak kusut dengan dua kancing atas yang terbuka dan lengannya yang di linting. Tapi kenapa bukannya terlihat acak-acakan, pria itu malah terlihat sialan sexy? Ugh. Lena menghidangkan makanan yang Daren beli di meja yang digunakan Daren saat ini. Melihat itu, Daren segera mematikan laptopnya lalu menyambar piring yang berisi makanan itu. “makanlah, aku sengaja membeli satu juga untukmu.” Kata Daren santai, lalu melahap makanannya dengan khidmat. Lena melakukannya juga, mereka makan bersama dalam keheningan. “aku lapar sekali, dan aku sudah tidak punya tenaga untuk memasak, aku juga tidak bisa mengandalkanmu karena kemungkinan besar kau akan mempunyai rencana untuk membunuhku dengan masakanmu itu.” Kata Daren sambil terkekeh pada akhirnya memecah keheningan. “ha! Sayang sekali ya, tapi kau ini bodoh atau apa? Kenapa kau menyuruh aku yang menghidangkan makanan ini untukmu, aku bisa saja langsung menaburkan racun di makanan itu kan?” dengus Lena. “oh benar, aku lupa. Tapi tidak apalah, aku di anugerahi sembilan nyawa oleh ibuku saat dia melahirkanku.” Daren mencoba melontarkan sebuah lelucon omong kosong seperti yang Lena sering lakukan. “ha-ha lucu sekali!” Daren tertawa kecil melihat respon Lena saat ini, lalu pandangannya beralih pada kertas polos yang tergeletak di sofa. Ia mengambilnya dan mengernyit ketika melihat gambaran apa yang berada di kertas itu. “ini aku..? kenapa kau bisa—?” tanya Daren tak percaya. Lena menaikan kedua bahunya acuh, tidak ingin membahasnya. Lagi pula pria b*****t ini tidak akan mengingatnya. “oh!” katanya setengah berteriak. “kau! Kau wanita dengan penampilan seperti zombie yang terbatuk-batuk karena tersedak saat kau meminum kopi kan?” tanya Daren yakin. Lena tak langsung menjawabnya, tidak bisa di percaya pria b*****t ini masih mengingatnya. “pantas saja, aku pikir wajahmu sungguh sangat familiar untukku. Aku pikir, kita pernah bertemu sebelumnya, dan ternyata benar.” “yah, dan ternyata itu mimpi buruk bagiku! Bertemu denganmu!” Daren tergelak keras. “hm, jadi kau memperhatikanku ya saat itu?” Lena membelalak lalu menggeleng keras. “tidak, bukan! Waktu itu kau, ya hanya kau yang ada di cafe itu. Dan aku tidak sengaja melihatmu, jangan besar kepala!” Daren tertawa lagi. “kau dapat menggambar sejelas ini, bahkan dapat mengingatku sampai sekarang, apalagi yang kau lakukan selain memperhatikanku saat itu, benar kan?” “tentu saja tidak!” elak Lena mantap. “benarkah? Ah, ya aku tahu kau pasti malu mengatakan kejujurannya. Tidak apa aku mengerti, aku paham sekali kok...” Kata Daren semakin menyudutkan Lena. Lena mendesis, tidak berniat membalas perkataan Daren dan memilih untuk menyuap makanan terakhirnya. “gambaranmu bagus,” kata Daren pada akhirnya. Lena menatap pria itu penuh curiga. “apa itu sebuah pujian?” “aku serius, kau seorang designer yang di pecat kan? Kenapa?” Lena menghela nafasnya panjang seorang designer amatir. “aku lupa mengirim design-ku saat itu, kau tahu kan masalahku karena hutang-hutangku semakin membengkak, aku frustasi dan aku mengabaikan pekerjaanku.” “hmm, lalu kenapa kau bisa berakhir di pub malam waktu itu?” “aku ditipu!” kata Lena langsung. “oleh pria b*****t yang sebelas dua belas denganmu!” “hei, aku menyelamatkanmu, kau belum mengenal David, dan jangan katakan b*****t sebelum kau bersamanya. Kau beruntung aku bermurah hati membawamu, David, dia akan menghabisimu dengan s*x setiap harinya, dan setelah dia bosan kau akan diberikan secara bergilir pada anak buahnya. Kau dapat membayangkannya?” Tiba-tiba Lena pucat membayangkannya. Yah, sebenarnya itu memang menyeramkan, tapi Lena tetap tidak dapat membandingkan keduanya untuk mencari mana yang lebih baik. “tetap saja kau b*****t!” Wajah muram Daren membuat Lena bersemangat untuk menjahilinya. “pria b*****t m***m tidak tahu malu! Kau b*****t! b*****t dan akan tetap menjadi b*****t!” Lena menjulurkan lidahnya, lalu setelah puas ia beranjak untuk menyimpan piring bekas makanannya. Namun betapa terkejutnya saat Daren menarik Lena ke dalam dekapannya hampir saja menjatuhkan piring yang ia bawa, Daren mendekap Lena dengan sebelah tangannya begitu erat dan mereka sangat dekat. “ya, aku memang b*****t, lalu kenapa? Apa masalahmu dengan itu, hm?” Ia meremas p****t Lena dan mendorongnya agar lebih merapat dengan tubuhnya, “jawab aku! Apa masalahmu?” Nafas Lena seketika memburu, sialan dia memojokannya dengan pesonanya lagi. “ti-dak ada,” jawab Lena pelan lalu Daren perlahan melepaskan pelukannya, membiarkan Lena yang hampir jatuh karena kehilangan keseimbangannya. “hari ini kau tidur di sofa.” Kata Daren dingin setelah membereskan barang-barangnya dan pergi masuk ke dalam kamarnya. Lena memutar bola matanya kesal, “kenapa dia marah?!” Membanting tubuhnya ke sofa, Lena memberenggut lalu mengambil kertas gambarnya dan mulai menggambar lagi. Wajah Daren yang sedang marah, dingin dan menyeramkan. Sedikit tambahan dengan tanduk dan gigi taring. “dasar pria sinting, sedikit-sedikit marah, sedikit-sedikit berbuat manis, apa sih yang ada di otaknya itu?” Lena mendengus kesal, lalu berbaring di sofa dan mulai memejamkan matanya, tertidur dengan tenang... tbc
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD