Burn in Up

1815 Words
Lena melangkah keluar dengan sedikit terburu-buru dari kamar Daren menuju kamar mandi karena dorongan ingin membuang air sudah tak tertahan lagi. Setelah itu ia keluar sambil menguap keras, berjalan gontai ke arah dapur lalu mengambil gelas yang langsung di isi air mineral dari dispenser milik Daren. Saat menyadari ada sepasang mata coklat tengah memperhatikannya, Lena terperanjat kaget menyemburkan air yang belum sempat ia telan dengan keras. "Sejak kapan kau ada disitu?!" teriak Lena melihat Daren yang sudah rapi dan hanya berdiri di pinggiran sofa sambil bersidekap menatap tajam ke arahnya. Ah sialan! Entah kenapa jantung Lena tiba-tiba berdetak kencang saat melihat pria itu. Ia kembali teringat insiden kemarin malam saat pria itu memberi kecupan di bibirnya dengan sangat lembut. Jika dia melakukannya dengan kasar, atau memaksanya seperti biasa. Mungkin Lena tidak akan memikirkannya sekeras ini. Daren tak langsung menjawab, rahangnya mengeras, ia memperhatikan wanita itu sejak ia keluar dari kamarnya menuju kamar mandi dan keluar dengan santai saat mengambil air. Itu memang tidak masalah, yang membuat Daren tak habis pikir wanita itu berkeliaran di apartemennya dengan masih mengenakan lingerie berwarna merah mencolok yang memperlihatkan beberapa bagian tubuhnya. Sialan. Sepertinya bermain-main dengan wanita ajaib itu akan menyenangkan. Kali ini Daren akan membiarkan Lena merasa tidak nyaman seperti buruan yang akan segera ia tikam. "Kenapa kau menatapku seperti itu?!" Lena bertanya setengah waspada saat Daren tak kunjung menjawabnya. Ia baru menyadari, bahwa ia masih mengenakan lingerie murahan yang ia dapat dari wanita menor kemarin. "Memangnya seperti apa?" kata Daren santai. Lena menaikkan sebelah alisnya. "Seperti itu, coba kau bercermin. Kau seperti sedang menahan sesuatu..." "Ya, aku sedang menahan agar aku tidak menarikmu untuk aku setubuhi saat ini juga." Lena memerah mendengar perkataan Daren yang sangat v****r itu. Ia mendengus sambil menghentakan kakinya memilih berhenti membalas perkataan si b*****t itu. Melihat hal itu, Daren terkekeh pelan, mendekat ke arahnya, Daren mencondongkan tubuhnya untuk sejajar dengan tubuh Lena, menatapnya dengan seringai mengejek. "Apa kau juga sedang menahannya Lena?" "Silahkan bermimpi!" jawab Lena ketus. Daren kembali terkekeh. Dengan sengaja semakin mendekatkan wajahnya ke arah Lena, menyentuh halus pipinya dengan jemarinya membuat Lena tanpa sadar memejamkan matanya. Mereka sangat dekat, bahkan bibir mereka hampir bertemu. Daren menikmati bagaimana reaksi Lena saat ini. Wanita ajaib ini tidak menolak entuhannya. "Kita lihat seberapa besar kau bisa menahannya." bisik Daren parau. Daren menyeringai puas melihat berapa meronanya Lena dan juga bagaimana ia menahan nafasnya saat ini. "Ya! Aku tidak bisa menahannya!" kata Lena lantang membuat Daren menaikan sebelah alisnya. "Aku lapar! Lebih tepatnya kelaparan, kenapa kau tidak memasakkan sesuatu untukku?" Daren berdecak karena wanita itu sepertinya sedang mengalihkan pembicaraan. "Kenapa aku? Bukankah kau biasa memasak sendiri tanpa perlu aku suruh?" Lena menggeleng cepat. "Aku sudah berjanji untuk mematuhi perkataanmu, dan aku tahu jika kau tidak suka jika aku menyentuh barang-barang di dapurmu. Tapi kau tidak mungkin kan membiarkanku mati kelaparan? Kau bisa memasak, jadi kenapa tidak?" Daren menyipitkan matanya menilik ekspresi Lena saat ini. Apa wanita ajaib itu sedang merencanakan sesuatu? "Baiklah." kata Daren melenggang ke arah dapur untuk memasak. Lena menghela nafasnya panjang saat Daren sudah menjauh darinya. Untung saja, sebenarnya dia tidak benar-benar lapar saat ini. Tapi karena tidak tahan dengan tatapan Daren yang begitu mengintimidasi dan juga karena debaran jantungnya yang sampai saat ini Lena masih belum mengetahui alasannya kenapa bisa seperti itu, dengan membiarkan Daren sedikit menjauh darinya itu terasa lebih baik. Pria itu mulai serius dan tenggelam dengan bahan-bahan makanan yang akan ia masak nanti. Tanpa sadar, Lena tersenyum kecil melihat Daren yang memakai setelan jas rapi harus berakhir di dapur dan memasak untuknya, belum lagi entah kenapa Lena gatal ingin menyentuh kening Daren yang berkerut karena terlalu serius dengan apa yang ia kerjakan sekarang. "Kenapa tersenyum seperti itu? Kau tidak sedang merencanakan sesuatu kan?" Lena mengerjap lalu meraba wajahnya yang masih tersenyum menatap Daren seperti orang konyol. "Ti-dak! Memangnya seperti apa? Kau pasti salah lihat!" kata Lena langsung membela diri. Daren hanya mendelik tidak peduli. Tak lama kemudian, wangi masakan yang sedap terkoar di seluruh ruangan apartemen ini, dan seketika itu juga Lena langsung merasa sangat lapar. Matanya berbinar senang saat Daren menghidangkan sepiring penuh nasi goreng kornet dengan asap yang masih mengepul. "Kau tidak makan?" tanya Lena karena Daren hanya duduk di hadapannya dengan secangkir kopi instan yang juga terlihat masih mengepul panas. "Tidak." Lena kembali mendapati debaran itu saat tatapan Daren hanya tertuju padanya. "Lalu kenapa kau masih disini?" "Ini apartemenku, kenapa kau melarangku untuk duduk di sini?" "Terserah kau saja!" cibir Lena. Mengabaikan pria b*****t itu, Lena memilih untuk terfokus pada nasi goreng buatan Daren yang tampak menggiurkan itu. "Kenapa kau hanya menatapnya? Kau berpikir lagi bahwa aku menabur racun di makananmu itu?" "ya itu bukan hal yang tidak mungkin kan?" dusta Lena. Daren mendesis malas ketika mendengar omong kosong itu. "Ya, sebetulnya aku tidak akan menabur racun. Aku sudah menyiapkan obat perangsang mengingat kau masih mengenakan lingerie itu, pasti akan sangat menyenangkan melihat kau terangsang dan memohon padaku." kata Daren sambil mengedipkan sebelah matanya. Lena menggenggam erat sendok yang masih ia pegang. Dasar pria b*****t m***m! keberadaannya membuat ia tidak bisa terfokus pada masakan lezat di hadapannya. Lena mulai mengambil suapan pertamanya, dan... Wow, Mata Lena semakin berbinar senang, ini masakan sederhana yang sangat lezat. "Ibuku tidak bisa memasak, setiap paginya dia hanya membuatkanku sereal hambar yang membuat aku ingin memuntahkannya. Aku juga ingat pertama kali dia berusaha membuat sup daging sapi. Aku sungguh bersemangat tapi sayangnya sup daging itu hampir membuat gigi taring ku patah." kata Lena tiba-tiba mengenang masa kecilnya. "Benarkah?" Lena mengerjap menyadari telah menceritakan hal yang mungkin hanya akan menjadi bualan pria jahat itu. Tapi melihat ekspresi Daren yang nampaknya tidak terganggu dan juga terlihat penasaran dengan apa yang Lena ceritakan membuat hati Lena sedikit menghangat. Ah tentu saja! Pria b*****t itu hanya sedang berpura-pura! "Lupakan saja!" kata Lena keras lalu kembali menyuap makanannya. Daren tersenyum kecil melihat tingkah wanita ajaib itu. Lega sekali melihat dia lahap memakan masakannya. "Aku tinggal bersama ayahku setelah orangtuaku bercerai. Aku masih ingat sup jagung buatan ibuku yang sangat lezat, dan aku tidak pernah mendapatkannya lagi setelah mereka berpisah. Ayahku tidak bisa memasak, setiap harinya dia hanya memesan makanan atau membuat masakan instan yang tidak sehat. Dari situlah aku mulai belajar memasak." kali ini giliran Daren yang mengenang masa lalunya. Tiba-tiba teringat sup jagung buatan ibunya yang sampai saat ini rasanya masih berbekas di lidahnya. Lena menatap Daren dengan penuh empati. "Setidaknya kau beruntung pernah merasakan masakan lezat buatan ibumu." kata Lena sambil terkekeh. "Aku pikir, kau yang lebih beruntung, setidaknya setiap paginya kau dapat berkumpul dengan keluargamu walaupun harus di hidangkan sarapan yang ingin membuatmu muntah." balas Daren. "Maaf..." kata Lena bersungguh-sungguh. "Tidak masalah, kenapa harus meminta maaf?" Lena tertawa pelan, rasanya sungguh melegakan melihat Daren bisa sesantai itu berbicara dengannya. "Ayahku sangat menghargai ibuku, dia selalu menghabiskan sarapan atau masakan buatan ibuku walaupun ia harus memiliki masalah dengan pencernaanya. Semenjak itu aku mulai belajar memasak dan menyuruh ibuku beristirahat agar aku saja yang menyiapkan sarapan dan makan malam setiap harinya." "Keluargamu pasti sangat menyenangkan, sayang sekali itu tidak berlaku padamu, kau sudah yakin bahwa kau anak biologis mereka?" tanya Daren menggoda Lena. "Heh! Aku tidak akan bersikap seperti ini jika kau tidak membuatku kesal terlebih dahulu!" omel Lena sewot. Daren mengangkat kedua bahunya acuh. "Aku sudah memberi penawaran yang bagus dan juga dengan cara yang paling sopan yang pernah aku lakukan, tapi kau memberi respon seperti itu, yah... Apa boleh buat?" "Kau sering melakukan ini pada wanita lainnya?" Lena menunggu jawaban Daren dengan jantung yang bertalu kencang. Kalau di pikir-pikir ini kali pertamanya mereka berbicara tanpa saling berteriak atau mengumpat, dan itu luar biasa menyenangkan... Ternyata banyak sekali hal yang tidak terduga saat mengetahui cerita yang tak biasanya mereka ceritakan begitu saja pada sembarang orang. Daren tersenyum lembut ke arah Lena yang masih setia menunggu jawabannya. "Jika aku katakan bahwa aku tidak pernah melakukan ini pada wanita manapun, apa kau akan percaya?" Lena mencibir. "Tentu saja tidak." Daren terkekeh. "Tapi sayangnya Lena, aku tidak pernah punya banyak waktu untuk bermain-main dengan wanita manapun sebelumnya, mereka hanya datang sekali sebagai pemuas nafsuku saja. Jadi kau tahu jawabannya, jika wanita yang kuperlakukan seperti ini hanya kau Lena, hanya kau." Penjelasan Daren membuat Lena semakin tak bisa menstabilkan debaran jantungnya. Benarkah? Tapi sebelum itu Lena cepat tersadar, Pria b*****t itu pasti sedang berusaha memanipulasi dan menggodanya agar Lena dengan cepat jatuh pada pesonanya. Lena tersenyum miring. Benar, ini pasti hanya sandiwaranya saja. Tapi sayangnya, tatapan Daren yang begitu insten dan nampak bersungguh-sungguh itu malah membuat Lena mencoba membenarkan kembali pemikirannya. Belum lagi, kenapa debaran jantungnya yang keras ini tak kunjung juga mereda?! Daren beranjak dari tempat duduknya dan mendekat ke arah Lena. Wanita itu mendongak dengan tatapan bertanya-tanya yang di tunjukan pada Daren. Sebagai jawaban, Daren menarik tubuh Lena untuk berdiri, lalu memeluk Lena untuk merapat dengan tubuhnya dan perlahan ia mencium bibir Lena dengan lembut tanpa dorongan untuk berbuat kasar padanya. Perlakuan Daren yang begitu lembut seperti itu membuat Lena tanpa sadar memejamkan matanya dan terbuai oleh lumatan Daren yang tidak menuntut. Tangannya yang terjuntai kaku pada akhirnya dengan ragu melingkar di leher Daren. Daren tak dapat menahan api gairahnya lagi saat mendapat respon yang tak terduga dari Lena. Dengan sengaja, Daren menekan pinggang Lena agar lebih rapat dengan tubuhnya membiarkan wanita itu merasakan ereksinya yang mengeras. Lena membelalak kaget saat merasakan ereksi Daren menekan bagian tubuh Lena yang paling sensitif. Tapi Daren tak akan membiarkan Lena sadar secepat itu, diangkatnya tubuh wanita itu masih sambil terus berciuman. Daren membawa wanita itu ke dalam kamarnya, lalu membaringkan Lena di bawahnya dengan lembut. "Memohon padaku, dan aku akan melakukannya dengan lembut." bisik Daren serak. Lena menatap Daren dengan pandangan sayu. "Jika tidak...?" Daren memberi seringai penuh arti lalu mengecup bibir Lena kilat "Kau tahu..." ia memberi jeda dengan memberi kecupan kilat di bibirnya lagi. "Aku... Akan memasukimu... Secara kasar..." kali ini Daren mengecup kedua kelopak mata Lena bergantian. "Dan... Kau..." nafas mereka yang memburu terdengar menyatu hingga semakin membuat gairah mereka meningkat. "Akan terbangun... dengan badan pegal..." Daren terus memberi kecupan-kecupan perangsang di sekitar wajah Lena. "Dan mungkin... Kau tidak bisa berjalan saat terbangun nanti..." bisik Daren pada akhirnya lalu melumat bibir Lena dengan sedikit kasar. "Aku mohon..." suara Lena terdengar berdecit setelah Daren melepaskan ciumannya. "Apa Lena? Katakan sekali lagi..." "Aku mohon Daren... Kumohon." bisik Lena sekali lagi. "Pilihan tepat." kata Daren sambil menyeringai lalu menyambar bibir Lena dengan rakus. Kali ini Daren melakukannya dengan sangat lembut, tidak terburu-buru dan juga berhati-hati memastikan bahwa ia tidak sampai menyakiti Lena. Pada akhirnya Lena menyerah... Mungkin setelah ini keadaannya akan berbeda, dan Lena tidak tahu apakah dia bisa menghadapinya nanti, yang pastinya ia tidak ingin melewatkan kenikmatan di ambang surga dan neraka ini. Lena meneriakkan nama Daren dengan lantang saat ia mendapat puncak kenikmatannya. Daren menyusul setelah tiga kali menghujam keras di dalam Lena dan berakhir dengan geraman nikmat yang tak bisa Daren jelaskan dengan kata-kata...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD