Mendengar keinginan Nadya, Candra tersenyum dan tertawa, Nadya bingung dengan Candra yang secara tiba-tiba tertawa karena ucapannya.
"Kenapa tertawa? " tanya Nadya.
"Kamu lucu, Nadya. " jawab Candra.
Candra tertawa terbahak-bahak, dan ekspresi wajah Nadya terlihat kesal, ucapannya diremehkan dengan laki-laki yang akan menjadi suaminya.
"Salah memangnya jika itu keinginan untuk berkuliah? " ketus Nadya.
"Tidak ada yang salah, hanya kamu salah saja mengatakannya dengan saya untuk sekarang. " ucap Candra.
"Hah, maksudnya? " tanya Nadya.
Candra menatap ke arah Nadya, dan ia tersenyum mengejek. "Namanya nikah ya berarti kamu harus mengabdi pada kehidupan rumahtangga mu daripada masa depanmu, termasuk kuliahmu itu. "
Nadya terkejut mendengar ucapan Candra, ternyata laki-laki itu tidak mempedulikan keinginannya nanti setelah nikah.
"Tapi, tapi kenapa? Bukannya kalau sudah menikah, bisa memilih bagaimana kedepannya jika sudah menikah seperti pasangan biasa layaknya? " tanya Nadya.
Candra merasa tertantang, ia mendekat ke arah Nadya, sedangkan Nadya mundur menjauh dari Candra, tatapan Candra terlihat remeh dan membuat Nadya canggung.
"Jadi dengan tidak memikirkan masa depanmu, saya dan kamu nantinya tidak seperti pasangan pada biasanya? " tanya Candra.
Nadya meneguk liurnya, ia berhadapan dengan laki-laki yang dugaan sebelumnya bahwa Candra adalah laki-laki sombong.
"Itu orang lain, jangan samakan jika kamu akan berumahtangga dengan saya. " ucap Candra.
"Jika ingin menjadi istri saya, kamu harus siap meninggalkan keinginan masa mudamu, Nadya. "
Nadya terdiam, jantungnya berdebar dengan kencang karena mendengar ucapan Candra, hidupnya sekarang kembali terjebak dalam kurungan, tetapi kali ini akan dipindahtangan dari kedua orangtuanya dan sebentar lagi akan jatuh lagi dikehidupan baru yang berbahaya.
"Kenapa, kamu tidak terima? " tanya Candra.
Nadya menundukkan kepalanya, ia menggelengkan kepalanya.
"Semua akan saya tanggung, kamu akan jadi tanggungjawab saya karena kamu akan menjadi istri saya, dan kamu harus sepenuhnya menjadi istri saya yang hanya akan menerima nafkah saja dari saya. Tidak usah repot repot memusingkan kepalamu karena tugas kuliah, menguras tenagamu karena bekerja dan demam karena memikirkan tagihan setiap bulan, saya sepenuhnya akan tanggung jika kamu bisa tinggalkan semua keinginan mu. "
Nadya merasa bimbang, namun tuntutan tetap mengarah padanya, apalagi ia yang sudah di lamar dan sebentar lagi akan dinikahi, ditambah lagi keinginannya diremehkan oleh laki laki yang ada di depannya.
"Dingin, saya mau pulang saja. "
Candra berdiri dan meninggalkan Nadya, sementara Nadya menatap ke arah Candra, Candra merasa bahwa ada yang tertinggal dan membalikkan pandangannya ke arah Nadya.
"Masih mau diluar? Mau saya pinjamkan jaket? " tawar Candra.
Nadya menggelengkan kepalanya.
"Tidak, saya juga terasa dingin. " jawab Nadya.
Nadya berdiri dan kemudian ia mengikuti Candra dari belakang, ia tidak ingin bersamaan dengan laki-laki itu, membuatnya mengekori laki laki itu dari belakang.
"Biarkan saja, mereka sepertinya sedang mengobrol tentang kedepannya. " ucap Ikhsan.
Tak lama setelahnya, terlihat Candra dan Nadya yang datang dari arah pohon, kemudian keduanya menemui kedua orangtua mereka masing-masing.
"Sudah selesai mengobrol nya, dek? " tanya mama Candra.
"Yah, sekarang aku mau pulang, cukup sebatas ini saja dulu. " jawab Candra.
"Kalau begitu, saya pulang dulu, besok atau lusa saya akan mengajak Nadya untuk mulai menyiapkan persiapan pernikahan kami. " ucap Candra.
"Baik mas, terimakasih sudah memenuhi janji sebelumnya. "
Candra beserta keluarganya kemudian pamit untuk pulang, sementara Nadya dan kedua orangtuanya menunggu keluarga Candra pergi dan tidak terlihat lagi di halaman rumah mereka.
"Bagaimana? Lumayan ngobrolnya sama calon suami kamu? " tanya Ratna.
"Nadya diremehkan sama dia, Nadya takut jika menikah dengan dia, hidup Nadya tidak karuan. " keluh Nadya.
"Hidup tidak karuan bagaimana? Jelas jelas dia itu orang kaya, kamu mau ngeremehin dia yang sebentar lagi jadi suamimu? Lagipula, hal apa yang buat kamu diremehin sama calon suami kamu? " tanya Ratna.
"Nadya ingin kuliah setelah menikah, tapi malah Nadya diremehkan, malah keinginan Nadya diketawakan sama dia. " adu Nadya.
"Kamu yang lucu, sudah jelas kalau sudah menikah itu mengabdi dan melayani suami, bukan untuk hura-hura di luar sama orang lain. Sadar diri aja, kalau sudah jadi istri orang nanti harus ikut suami, jangan keras kepala. " ucap Ratna.
"Jelas, kalau sudah menikah, ya kamu harus ikut suamimu, Nadya, jangan sampai tiba-tiba kamu dipulangkan sama dia karena jadi istri yang malas dan pembangkang. " ucap Ikhsan.
Percuma, keluhan Nadya juga ikut diremehkan oleh kedua orangtuanya, hati Nadya sebenarnya terasa sakit karena ucapan kedua orangtuanya, ia berharap agar bisa dibela, namun orang yang baru saja dikenal lebih dibela daripada dirinya.
"Udah, sekarang bantu kami beres beres, selesai beres beres langsung tidur. "
"Baik mak. " ucap Nadya.
___
Beberapa hari berlalu, tibalah saat Nadya akan pergi mengurus keperluannya untuk menikah nanti, ia dijemput terlalu awal oleh Candra, membuatnya harus diguyur air oleh Ratna karena sulit membangunkannya.
"Kenapa mak? Lihat, kasur Nadya basah karena emak nyiram Nadya? " tanya Nadya dengan nada kesal.
"Heh, calon suamimu sudah nunggu di depan, kamu malah masih tidur begini di atas kasur? Jangan malu maluin emak sama bapak. " ucap Ratna.
Nadya akhirnya bangun, ia mengambil handuknya dan mulai pergi ke kamar mandi untuk membersihkan dirinya yang habis basah kuyup.
"Cepat sedikit, Nadya, itu calonmu sudah menunggu kamu lumayan lama. " tuntut Ratna.
"Iya mak, Nadya usahakan cepat, tinggal pasang eyeliner lagi. " ucap Nadya.
Nadya merapikan rambutnya, kemudian Ratna segera mendorongnya ke luar kamar, Nadya hanya menurut dan segera keluar dari rumah untuk menghampiri Candra.
"Nah, akhirnya anak saya sudah siap siap. "
Candra menoleh ke belakang, ia melihat Nadya yang sudah rapi dengan gaun dress polkadot berwarna hijau, dengan riasan wajah natural, ditambah lagi dengan rambut panjang yang hitam lebat itu terurai bebas dibalik punggungnya, sehingga Candra tersenyum melihat calon istrinya itu.
"Siap sekarang? " tanya Candra.
Nadya menganggukkan kepalanya, kemudian ia berjalan keluar untuk memakai sepatu, tanpa ajakan ia langsung mengenakan sepatunya, tentu saja hal tersebut membuat Ratna dan Ikhsan terkejut karena melihat tingkah laku anak mereka yang kurang sopan di depan Candra.
"Kalau begitu, saya bawa Nadya nya dulu. " pamit Candra.
"Baik mas, silahkan. " jawab Ratna dan Ikhsan bersamaan.
Candra menuju ke mobilnya, Nadya mengikuti Candra dari belakang dan membuka pintunya sendiri. Ratna dan Ikhsan melihat mobil Candra yang berjalan jauh meninggalkan halaman rumah mereka, mereka melambaikan tangan seiring mobil itu pergi dari hadapan mereka.
"Candra masih muda begitu mobilnya sudah bagus, dek, kira kira berapa harganya ya? " tanya Ikhsan sambil memegang dagunya.
"Yang jelas pastinya mahal, bang, sudah yakin harganya diatas jumlah hutang kita. " jawab Ratna.
"Tapi nggak papa, bang, sebentar lagi juga kan Candra akan jadi suaminya Nadya, otomatis pastinya harta Candra kan hartanya Nadya, harta Nadya kan harta kita juga. " sambung Ratna.
"Hushh, jangan keras keras, dek, nanti rahasia kita bocor kalau ada yang dengar. " tegur Ikhsan.
Ratna dan Ikhsan terlihat senang, keduanya tersenyum riang kemudian tertawa dan setelahnya langsung masuk ke dalam rumahnya.
Sepanjang perjalanan, Nadya dan Candra tidak berteguran sama sekali, karena Nadya yang sibuk dengan ponselnya, sehingga ia tidak meladeni Candra yang sering mencuri curi pandang ke arahnya.
"Kita mulai dari mana? " tanya Nadya.
"Kita akan mengukur baju terlebih dahulu, kemudian memesan cincin, sewa dekorasi dan konsumsi, dan menyerahkan surat surat yang dibutuhkan untuk daftar pernikahan kita ke kantor urusan agama. Lainnya kamu lihat saja nanti. " jawab Candra.
Nadya menganggukkan kepalanya, ia juga kurang mengerti dengan persiapan pernikahan yang terlalu mendadak itu, dan sekarang ia hanya mengikuti Candra saja.
Keduanya telah sampai di butik, Candra dan Nadya memasuki butik tersebut, pandangan pertama Nadya mengarah ke arah baju yang begitu cantik di matanya, gaun pengantin yang terpajang di patung dengan manik dan hiasan yang terlihat sangat cantik.
Nadya dulu suka melihat gaun pengantin dimanapun ia melihatnya, apalagi gaun pengantin berwarna putih yang merupakan gaun yang indah menurutnya, tak disangka bahwa ia akan mengenakannya sebentar lagi dihari pernikahannya.
"Alamak, calon pengantinnya sudah datang semua, jadi kalian ingin mengukur baju? " tanya desainer tersebut.
"Hari ini langsung saja untuk mencoba bajunya, sudah ada kan sebelumnya? " tanya Candra.
"Sudah mas, kami sudah pilihkan 3 jenis gaun pengantin, nanti sesuai keinginan masnya atau mbaknya saja ya. "
Nadya diiring ke arah tempat ruang ganti, kemudian ia melihat gaun yang berada di depannya, 3 jenis gaun pengantin yang akan ia kenakan, Nadya sangat senang melihat gaun gaun yang sangat cantik itu akan ia kenakan.
Semua tengah sibuk merias Nadya, Nadya disihir menjadi seorang putri, dengan gaun pengantin yang mengembang itu ia terlihat sangat cantik, tak sungkan juga desainer tersebut mengarahkannya ke arah Candra, tentu saja ia mendapat sambutan baik dari orang-orang yang ada di butik tersebut.
"Bagaimana? Kamu menyukainya? " tanya Candra.
Bukan pujian yang diujarkan, tapi bertanya apakah suka, Nadya melihat gaun yang ia kenakan itu dengan kebingungan, antara kecewa dan tidak sesuai harapannya ia mendapatkan pertanyaan dari laki-laki itu, dan juga membuat Nadya akhirnya langsung memilih bahwa gaun itu yang akan ia kenakan.
"Iya, ini bagus. " ucap Nadya.
"Fitting bajunya sudah, tinggal fotoshoot untuk sepotret saja. "
"Tidak usah, nanti saja kalau sudah harinya saja. " tolak Candra.
"Tapi saya ingin foto. " gumam Nadya.
Nadya merasa rugi, sudah dirias dan sekarang ia sedang mencoba mengenakan gaun pengantin yang terlihat indah dimatanya malah dilewatkan begitu saja oleh calon suaminya, sehingga ia bergumam kecil karena merugi.
Gumaman Nadya memang kecil, tetapi Candra dapat mendengarnya, ia menghela nafasnya dan meminta fotografer untuk mendekat, Candra melambai tangannya untuk menyuruhnya memotret Nadya yang ingin berfoto.
"Ingin difoto, mas? " tanya fotografer tersebut.
"Tidak, calon saya yang ingin foto. " jawab Candra.
Nadya tertegun ketika mendengar ucapan Candra, laki laki itu sengaja memanggil fotografer untuk memotret nya yang sedang mengenakan gaun pengantin yang ia pilih, fotografer tersebut mendekati Nadya dan mulai mengambil posisi untuknya memotret Nadya.
"Kamu tidak ikut foto? ” tanya Nadya.
"Tidak, kamu saja, saya tidak mau. " tolak Candra.
Akhirnya Nadya memulai pemotretan, ia memasang wajah sumringah, dengan berbagai posenya, ia mendapatkan banyak gaya disetiap jepretan kamera tersebut.
___
"Cincin yang masih ada campur tangannya sama berlian. " ucap Candra.
"Ada mas, sebentar. "
Candra dan Nadya telah sampai di toko perhiasan, keduanya akan mengukur ukuran cincin nikah mereka nantinya, karena cincin lamaran yang diberikan oleh Candra untuk Nadya saja, Nadya merasa bahwa cincin yang diberikan itu terlalu besar, sehingga sekarang Nadya memasangnya di jari tengahnya.
"Silahkan mas. " ucap pemilik toko perhiasan tersebut.
Kilau cahaya dari batu berlian itu terlihat sangat mengkilap, membuat Nadya sangat tertarik dengan cincin yang disodorkan oleh pemilik toko perhiasan itu, Candra memilih salah satu dari cincin tersebut dan mulai mengenakannya, sementara ia juga mencarikan cincin yang bagus untuk Nadya pakai.
Cincin yang dipilih adalah jenis cincin solitaire, batu berlian kecil ditambah dengan emas putih itu terlihat bagus untuk dikenakan, Candra memasangkannya di jari manis Nadya, dan Nadya melihat cincin tersebut bentuknya tak jauh dari cincin lamaran sebelumnya, ia juga melihat jenis cincin yang dikenakan oleh Candra lain, dan terlihat berbeda dari cincin yang ia kenakan walaupun sama sama emas putih.
"Kenapa cincinnya lain? Terlihat hampir mirip seperti cincin lamaran? " tanya Nadya.
"Hanya untukmu saja, lagipula gadis muda sepertimu bukannya tidak suka dengan cincin tebal seperti milikku ini kan? " tanya Candra.
Nadya menatap lagi ke arah cincin yang ia kenakan, tidak salah pilihan dari calon suaminya itu, cincin solitaire itu terlihat sangat bagus melingkar di jari manisnya, meskipun tipenya cukup berbeda dari milik Candra.
"Saya dan calon istri saya memilih ini, tolong jadikan untuk cincin couple, besok atau lusa akan saya ambil. " ucap Candra.
"Baik mas, pembayaran bisa hari ini atau saat pengambilan ya. "
"Hari ini saja, lewat kartu debit. " ucap Candra.
Candra mengeluarkan dompetnya, sementara pemilik toko perhiasan tersebut mulai menghitung harga yang dikenai oleh cincin yang dipilih oleh keduanya, setelah tagihan tersebut keluar, Candra segera memasukkannya ke dalam dompetnya dan tidak menunjukkannya kepada Nadya, membuat Nadya penasaran dengan harganya.
"Kenapa disembunyikan? " tanya Nadya.
"Kamu nggak usah lihat, ini tagihan juga punyaku. " jawab Candra.
Nadya menganggukan kepalanya, ia tidak ingin ribut dengan calon suaminya, cukup ia mengetahuinya saja bahwa harga hanya Candra yang tahu.
Semua akhirnya telah selesai, semua persiapan yang akan disiapkan sebelum acara pernikahan akhirnya selesai dalam satu hari, walaupun Nadya merasa kesal karena mengingat pagi hari.
Di dalam mobil, seperti sebelumnya, Nadya dan Candra tidak berteguran sama sekali, karena keduanya tidak memiliki obrolan sama sekali untuk dibicarakan.
"Fotonya akan dicetak saat foto foto pernikahannya sudah jadi. " ucap Candra.
"Iya, saya menantikan nya. " jawab Nadya.
Tiba-tiba perut Nadya berbunyi, suara yang begitu nyaring sehingga membuat Candra dapat mendengarnya, Nadya merasa malu ketika perutnya berbunyi.
"Kamu lapar? " tanya Candra.
Nadya malu mengakuinya, memang daritadi pagi ia tidak sarapan terlebih dahulu karena ibunya, Ratna selalu mendesaknya untuk segera pergi karena Candra yang sudah menunggu nya lumayan lama.
"Kita akan cari tempat makan, saya juga lapar. " ucap Candra.
Nadya hanya mengikuti Candra, ia tidak juga ingin banyak protes dengan Candra, ia sendiri saja masih canggung dengan laki laki itu.
"Jam berapa sekarang, dek? " tanya Ikhsan.
Ratna melihat jam di ponselnya, kemudian mengatakannya dengan suaminya.
"Baru jam 10, bang, kenapa memangnya? " tanya Ratna.
"Nggak, nanya aja, soalnya si Nadya juga belum pulang. " jawab Ikhsan.
"Biarin aja lah, lagipula dia kan sama si Candra calon suaminya, mau dia nggak pulang juga kan jelasnya dia sama Candra. Nadya kan sudah termasuk dewasa, terserah Candra ingin membawanya pulang atau nggak. " ucap Ratna.
Tak lama, terdengar suara klakson mobil, Ratna dan Ikhsan berjalan ke luar, terlihat sebuah mobil yang terparkir di depan halaman rumah, keduanya menyambut kedatangan Candra dan Nadya yang baru saja pulang.
"Bagaimana, mas Candra? Apa semua nya sudah siap? " tanya Ikhsan.
"Yah, bisa dikatakan sudah siap, hanya saja akan dipantau juga, karena sebelum hari H banyak persiapan mungkin ada yang belum siap, mungkin juga beberapa hari selanjutnya saya akan bawa Nadya lagi. " jawab Candra.
"Boleh kok mas, boleh, ajak saja tidak apa apa, kami akan izinkan. " ucap Ratna.
"Mas Candra tidak mau masuk dulu? " tawar Ikhsan.
"Tidak usah, saya mau langsung pulang saja setelah mengantarkan anak kalian, saya permisi. "
Candra kembali ke mobilnya, sementara Nadya bersama kedua orang tuanya berdiri di teras untuk menunggu Candra pergi dari halaman rumah mereka, mobilnya tampak menjauh dan menghilang dari hadapan.
"Gimana? Enak bisa berduaan sama Candra? " tanya Ratna.
"Emak sama bapak nggak mengkhawatirkan Nadya jalan sampai malam sama Candra? Kalian tidak khawatir jika dia secara tiba-tiba melakukan hal yang tidak baik dengan Nadya? " adu Nadya.
"Kenapa memangnya? Lagipula dia juga sebentar lagi akan menjadi calon suamimu, mau dia apain kamu juga kan dia juga yang bakal tanggungjawab dengan cara nikahin kamu, jadinya buat apa kami khawatir dengan calon menantu kami sendiri? " tanya Ratna.
Nadya hanya menatap ibunya dengan tatapan lelah, ibunya tidak peduli dirinya ketika bersama dengan orang lain yang akan menjadi suaminya, kemudian Ratna meninggalkan Nadya dan Ikhsan yang berada di luar rumah.
___
Hari yang telah ditunggu akhirnya telah tiba, lebih tepatnya Ratna dan Ikhsan yang sangat bersemangat menunggu hari tersebut, bagaimana tidak, siapa yang tidak ingin calon menantu orang kaya seperti Candra yang akan menikahi anak mereka, ditambah lagi mereka akan menjadi mertua dari seorang juragan muda di daerah tersebut.
Nadya dirias secantik mungkin, dengan gaun pengantin putih yang ia kenakan serta riasan wajah yang terlihat natural, Nadya terlihat sangat cantik untuk hari pertama ia menikah.
Nadya dipaksa untuk semangat menyambut pernikahannya, sementara hatinya terasa bimbang, dan jantungnya berdetak kencang, karena sebentar lagi ia akan dinikahi oleh laki-laki yang umurnya 12 tahun lebih tua darinya.
"Pengantinnya sudah siap? " tanya Ratna.
Ratna melihat Nadya yang sudah dirias secantik mungkin, ia tersenyum lebar, karena merasa senang ketika bisa melihat anaknya akan menikah dengan calon menantu idamannya.
"Kamu sudah siap kan? "
"Iya mak, Nadya sudah siap. " jawab Nadya.
Nadya diiring oleh ibunya menuju ke luar, dengan beberapa bridesmaid yang membawa veil dan gaun yang panjang itu menuju ke luar, di depan rumahnya terlihat para tamu beserta penghulu dan saksi nikah sudah hadir di pelaminan itu, kemudian Nadya didudukkan bersampingan dengan Candra.
Nadya dan Candra duduk bersampingan, iringan do'a dibacakan oleh penghulu yang menghadiri akad nikah tersebut, kemudian Ikhsan diarahkan untuk mengucapkan kata ijab kabul nantinya, tak lama setelahnya Candra dan Ikhsan dipersilahkan untuk berjabat tangan.
"Kepada engkau, ananda Candra Ardian Pratama, saya nikahkan dan kawinkan anakku yang bernama Nadya Mikasha Oktavia binti Ikhsan Aditya, dengan mahar berupa mas kawin seberat 4 gram, beserta seperangkat alat sholat dibayar tunai. "
"Saya terima nikah dan kawinnya, Nadya Mikasha Oktavia binti Ikhsan Aditya, dengan mas kawin seberat 4 gram, beserta seperangkat alat sholat dibayar tunai. " ucap Candra.
"Bagaimana saksi, sah? "
Bersamaan dengan pengucapan sah dari saksi nikah, para tamu ikut mengucapkan kata sah, akhirnya Candra dan Nadya resmi menjadi suami istri.
Saksi menyerahkan surat dan dua buku nikah untuk Candra dan Nadya, keduanya menandatangani surat dan buku tersebut, kemudian mengambil cincin untuk saling dipasangkan di jari masing-masing, akhirnya mereka sudah resmi menikah dan akan hidup bersama.