"Nadya, kamu kami akan nikahkan dengan jurangan di daerah ini, kamu mau ya? "
Rasa yang ingin meledak, Nadya terkejut dan menatap tidak percaya kepada kedua orangtuanya, padahal baru saja mereka membahas tentang perkuliahan.
"Kok nikah? Kita kan lagi bahas kuliah, mak. " tanya Nadya.
Ratna menghela nafasnya, dan berdecak, ia merangkul bahu Nadya, tetapi Nadya menjauh dari Ratna dan Nadya menatapnya dengan tatapan kesal.
"Kenapa pak, mak? Nadya sudah berencana untuk kuliah setelah setahun bekerja di pabrik teh, kenapa secara tiba-tiba Nadya akan dinikahkan oleh orang yang tidak Nadya kenal? " tanya Nadya.
"Begini nak, kamu kan sudah besar, bapak sama emak rasa tidak salah jika kamu nikah, lagipula calon kamu nggak terlalu tua tua banget orang nya, terjamin sudah mapan untuk jadi suami kamu. " jelas Ikhsan.
"Berapa umurnya? " tanya Nadya.
"Baru 32 tahun. " jawab Ikhsan.
Nadya melotot tidak percaya, ia menghitung dengan jari, dan menunjuk tidak percaya ketika menghitung perbandingan umurnya dengan laki-laki yang akan menikahinya.
"32 tahun?! Emak, nggak usah ngelucu, itu setara sama umur karyawan di pabrik teh tempat Nadya bekerja, dan juga, masa Nadya harus menikah dengan laki-laki yang umurnya beda 12 tahun sama Nadya?! Nadya masih normal! " protes Nadya.
"Nggak ada salahnya kok nikah sama yang umurnya belasan tahun lebih tua dari kamu, dia sudah mapan walaupun umurnya segitu. " ucap Ratna.
Nadya menepuk keningnya. "Ya Allah mak, itu berarti Nadya nikah sama om om, walaupun dianya masih sendiri dan sudah mapan. Nadya masih ada selera sama yang muda, kenapa langsung saja dikenalkan sama yang sudah tua? "
"Ya nggak papa lah nak, setidaknya ada orang yang bisa membimbingmu, kami juga sudah ada janji dengan calonmu, kalau kami berdua sudah sepakat untuk memintanya menikahkan kamu. Nggak mungkin kan mau dibatalin, sementara dia bakalan datang ke sini buat melamar kamu malam besok. " sangkal Ikhsan.
"Terus, bagaimana dengan rencana Nadya yang sudah mendaftarkan diri ikut bidikmisi untuk masuk kuliah? Nadya sudah mati matian untuk bisa masuk kuliah dengan bantuan dari bidikmisi agar tidak merepotkan kalian, tapi kenapa kalian mendadak seperti ini? " tanya Nadya.
"Nad, tolong mengerti, kami tidak sengaja bilang bahwa ingin menjodohkan kamu dengan juragan daerah ini, dan juga ini karena hutang, kami ada jaminan dengan calonmu itu. " jelas Ikhsan.
Nadya diam, hatinya benar-benar merasa kecewa, kedua orangtuanya ingin menikahkannya dengan juragan di daerah ini karena hutang, ia seperti layaknya jaminan lainnya yang diserahkan oleh kedua orangtuanya kepada orang lain.
"Nadya kecewa dengan bapak dan emak, kenapa sih Nadya harus menanggung semua ini? Bukannya kalian yang berhutang, kenapa Nadya yang harus jadi jaminannya untuk laki-laki yang belum Nadya lihat, Nadya kenal, dan Nadya cintai? " tanya Nadya gemetaran.
"Nadya, anakku, kami hanya ingin kamu bahagia dengan cara menikah, itu saja. " ucap Ikhsan.
"Aku cuma ingin kuliah, bukan nikah! "
Mata Nadya terasa panas, ia menahan air matanya yang ingin jatuh, meluapkan kekesalannya kepada kedua orangtuanya karena ia yang secara tiba-tiba akan dinikahkan oleh orang yang tidak ia ketahui.
"Nad, jangan seperti itu, seharusnya kamu berterimakasih dengan kami, setidaknya kamu tidak akan ragu menemukan jodoh kamu dari kami berdua? Anggap saja kamu membalas budi dengan kami berdua, lagipula bukannya ini saatnya kamu bisa membanggakan kami berdua dengan menuruti keinginan kami? Jangan mempermalukan kami yang sudah sepakat dengan calon kamu. " jelas Ratna.
Nadya tidak tahan lagi, ia memberontak dan berdiri, menatap kedua orangtuanya dengan tatapan benci.
"Nadya nggak nyangka banget kalau emak ngungkit kayak gitu? Banyak cara lain untuk Nadya bisa bahagiain emak sama bapak, tapi bukan kayak gini caranya! " tegas Nadya.
"Dengan cara seperti ini kamu bisa membahagiakan kami berdua, Nadya, apa salahnya jika emak sama bapak ingin anaknya bahagia bersama calon menantu yang masa depannya terjamin? " tanya Ratna.
"Oh ya? Kalau begitu, kenapa nggak emak saja yang nikah sama dia? Masa depan emak juga bakal terjamin bukan, hutang bebas, dan tepatnya emak dapat suami yang mapan! "
Nadya meninggalkan ruang tengah, Ratna yang mendengar jawaban dari anaknya itu terkejut dan merasa kesal.
"Anak kurang ajar, bagus cara ngomong kamu sama orangtua ya! " teriak Ratna.
"Sudah dek, jangan dibentak lagi. " bujuk Ikhsan.
"Pokoknya nggak mau tau, Nadya harus menikah dengan Candra itu, kita sudah janji dengan dia. Kamu mau bang kalau nanti si Candra itu berbuat sesuatu dengan kita yang sudah tua ini? " tanya Ratna.
"Ya, nggak maulah dek, makanya kita jadikan Nadya sebagai istrinya si Candra itu, kan lumayan kita dapat menantu orang kaya di daerah ini. Kamu tau kan apa saja aset kekayaan Candra itu di daerah ini sama di seberang kota? " tanya Ikhsan.
Ratna tersenyum, kemudian ia bersama dengan suaminya sama sama saling tersenyum, tampak mereka memiliki rencana lain.
"Ih abang, pintar banget menerka-nerka harta orang. " puji Ratna.
"Jelaslah, ini kan karena dulu sempat jadi tafsir harta warisan bapakku, taunya hutang yang dia wariskan. "
Ratna dan Ikhsan tertawa bersama, tampak tawa bahagia keduanya karena merencanakan sesuatu, hingga tawa keduanya sampai bergema di ruangan lainnya.
"Nggak ada gunanya semua ini! Aghh! "
Nadya merasa kesal, tangisnya mengiringi ia merobek-robek kertas hasil lulus dari tes, dan hasil dari ia menunggu bidikmisi yang akan ia ikuti, sayang sekarang semuanya sudah kandas dan tidak berguna.
Kamar Nadya terlihat kacau, karena pelampiasannya sekarang adalah kamarnya, ia merasa kacau untuk sekarang, kepalanya terasa ingin meledak dan air matanya terasa kering karena ulah kedua orang tuanya yang sembarangan menjodohkannya dengan laki laki yang tidak ia kenal.
"Kenapa ya Tuhan, kenapa aku selalu melewati masa seperti ini? Rencana yang mulia dari lubuk hati hamba-Mu tidak engkau restui, sehingga hamba-Mu ini harus menanggung beban yang seharusnya tidak sekarang hamba tanggung. " ungkap hati Nadya.
Tangisnya dapat terdengar hingga ke luar, Ratna dan Ikhsan dapat mendengarnya seiring tawa mereka yang mengikuti tangisan Nadya, Nadya benar-benar tidak dihargai di rumah tersebut.
____
Esok hari merupakan hari dimana Nadya akan dipaksa menuruti keinginan orangtuanya, ia sampai tidak fokus bekerja di pabrik, seringkali ia teledor hingga membuatnya ditegur oleh pengawas pabrik karena ia yang selalu bengong.
Makan siangnya saja tidak tersentuh, ia tahu bahwa baru kali itu ibunya membawakannya bekal tujuannya agar ia luluh, tetapi Nadya sama sekali tidak menghabiskannya dan memilih membuangnya ke kotak sampah, ia tahu tindakan tersebut mubazir karena sembarangan membuang makanan.
"Nadya. "
Nadya terkejut, kemudian ia menatap ke arah belakang, salah satu karyawan lainnya menegurnya dan melihat ke arah makanan yang tengah di buang.
"Kenapa makanan di buang? Sudah basi ya? " tanya karyawan tersebut meyakinkan.
Nadya menganggukkan kepalanya, kemudian ia menutup kotak makanan tersebut.
"Nadya, kamu sepertinya punya masalah, kamu bisa beristirahat di sana, kinerja kamu dapat mengganggu produktivitas pabrik. " tegur pengawas.
Nadya akhirnya berhenti, ia beralih ke tempat duduk yang tak jauh dari tempat ia bekerja, tak lama pengawas tersebut membawakan sebotol air yang masih tersegel untuk Nadya dan duduk di samping Nadya.
"Kenapa melamun, Nad? " tanya pengawas.
Nadya menatap ke arah pengawas, perempuan 4 tahun lebih tua darinya bertanya kepadanya dan menatapnya, Nadya merasa itu hal yang bagus untuknya menceritakan sesuatu yang dipikirkannya.
"Nadya cuma bingung saja sekarang. "
"Bingung bagaimana? " tanya pengawas tersebut.
Nadya menggaruk kepalanya, ia saja tidak tahu bagaimana caranya untuk menjelaskannya dengan perempuan yang ada di sampingnya, dan Nadya memilih untuk menggelengkan kepalanya.
"Nggak, bingung karena masalah keluarga aja. " jawab Nadya.
Pengawas tersebut menganggukkan kepalanya, ia juga tidak ingin mengetahui masalah keluarga orang lain, karena setiap orang memiliki masalahnya sendiri.
"Kak, ada pekerjaan lainnya untuk malam nanti nggak? Kerjanya yang bisa lembur di pabrik ini? " tanya Nadya.
"Kamu mau lembur? " tanya pengawas tersebut.
"Iya, kalau ada, Nadya mau. " jawab Nadya.
Pengawas tersebut memikirkan sesuatu, kemudian ia mengingat bagian lain yang bisa diambil untuk Nadya kerja lembur.
"Ada sih, bagian packing teh untuk malam ini, malam ini pabrik ini mau diajukan produk baru dengan kemasan baru. Kamu kerja lembur untuk dapat bonus ya? " tanya pengawas tersebut.
"Hehehe, bukan kak, cuma sekedar mau nyoba kerja malam hari aja, barangkali bisa jadi pengalaman baru bekerja di pabrik ini sampai malam. " jawab Nadya.
Pengawas tersebut menganggukkan kepalanya, kemudian pergi dari tempat duduknya.
"Nanti langsung aja ke bagian sana, disana tempat kamu lembur nanti. " ucap pengawas tersebut.
"Baik kak, terimakasih sudah memberi informasi kepada saya. "
Wajahnya terlihat sangat ceria ketika mendapatkan informasi sesuai yang ia inginkan, dan sekarang ia memilih untuk kembali bekerja.
Setiap bekerja, Nadya selalu melihat jam yang ada di atas, tetapi ia tidak akan melewatkan pekerjaan yang sedang ia kerjakan, dan sekarang semuanya akhirnya telah selesai.
Bukannya langsung pulang, Nadya pergi ke seberang ke tempat orang orang akan bekerja lembur.
Sebenarnya tubuh Nadya terasa sangat lelah, tetapi sekarang ia sangat bersemangat untuk lembur, itu juga merupakan pelariannya untuk membuat lamaran yang direncanakan oleh kedua orangtuanya.
_____
Persiapan akhirnya telah selesai, Ratna dan Ikhsan telah menyiapkan macam macam perjamuan untuk tamu yang akan datang termasuk persiapan acara lamaran Nadya.
Kedua pasangan itu sebenarnya malas untuk menyiapkan acara jamuan dan lamaran karena menguras kantong, tetapi karena untuk menyambut Candra beserta keluarga, tidak mungkin jika mereka menyambutnya dengan seadanya, yang ada membuat sang juragan muda itu tambah kesal dengan mereka karena mungkin akan dianggap seperti main main.
"Nadya kapan pulang, dek? " tanya Ikhsan.
Ratna yang sudah terlihat rapi kemudian menatap ke arah suaminya, ia mengangkat kedua bahunya.
"Tidak tau tuh, coba ditelpon dulu, bang. " ucap Ratna.
Ikhsan mencoba menelpon Nadya, tampak sekali ia resah ketika gadis itu tidak pulang, bukan karena mengkhawatirkan Nadya, tetapi karena ia takut jika gadis itu tidak pulang dan bersiap siap sementara Candra beserta keluarga sudah datang.
"Kenapa, nggak diangkat? " tanya Ratna.
Ikhsan mengangkat kedua bahunya, kemudian ia mengambil ponsel Ikhsan dan mencoba untuk mengirimkan pesan kepada Nadya untuk segera pulang, mencoba menelponnya dan tak diangkat, sekali lagi dan telepon ditolak oleh Nadya, hal tersebut membuat Ratna marah dan melempar ponsel milik Ikhsan ke kasur.
"Kurang ajar, sepertinya dia sengaja tidak pulang agar bisa kabur. " umpat Ratna.
"Abang bakal jemput dia, jangan sampai karena Nadya bertingkah, kita yang kena getahnya! " ucap Ikhsan.
Ikhsan segera keluar, dengan pakaian yang rapi, ia berencana untuk menjemput Nadya untuk segera pulang.
"Nad, kamu belum makan seharian, mau dibelikan makanan nggak? " tawar pengawas.
Nadya yang sedang membungkus produk kemudian menatap ke arah pengawasnya, ia dengan wajah lesu dan mengelus perutnya, ia menganggukan kepalanya sebagai tanda setuju.
"Rasanya begitu, kalau boleh, Nadya mau titip nasi bungkus saja, udah lapar juga. Nanti bakal Nadya ganti uangnya. " ucap Nadya.
Pengawas tersebut menganggukkan kepalanya, kemudian meninggalkan Nadya yang sedang membungkus teh di kemasan baru.
"Nad, kamu nggak ngerasa capek? Kerja kamu tuh full dari pagi sampai malam, nanti pingsan loh. " tanya karyawan lainnya.
"Tidak, fisik Nadya termasuk kuat, kecuali kalau sudah terserang flu, Nadya akan sakit. " jawab Nadya.
"Begitu ya? Walaupun begitu, jaga kesehatan ya, anak muda, kamu masih muda jangan nanti saat tuanya punya keluhan. " ucap karyawan lainnya.
Nadya menganggukkan kepalanya, dan mulai menaruh produk yang sudah dikemas dengan kemasan baru.
'Nadya, di mana kamu, Nadya?! '
Nadya merasa seperti seseorang tengah memanggil namanya, dari suaranya ia tahu, bahwa yang memanggilnya adalah ayahnya. Ikhsan masuk, dengan beberapa penjaga yang ikut masuk untuk menahan Ikhsan, kemudian Ikhsan mendekat ke arah Nadya dan mulai menarik tangannya.
"Kenapa kerja sampai malam?! Kamu tidak tahu bahwa kami mengkhawatirkan kamu?! " bentak Ikhsan.
"Nggak, bapak bohong! Nadya lebih baik kerja disini daripada menuruti keinginan bapak dan emak! " lawan Nadya.
"Pak, jangan kasar kasar sama anaknya, kasihan Nadya nya sampai kesakitan begitu. " tegur karyawan lain.
"Heh, saya ini bapaknya, kamu orang luar nggak usah ikut campur masalah keluarga saya! Baik kerja sana, sementara saya menjemput anak saya! " bentak Ikhsan.
Ikhsan menarik Nadya untuk pergi dari pabrik teh tersebut, Nadya meringis kesakitan ketika tangannya ditarik paksa oleh ayahnya.
"Pak, tangan Nadya sakit... " ringis Nadya.
"Biarkan, hukuman untuk anak yang tidak mau dengar kata orangtua! " tegas Ikhsan.
Nadya akhirnya dibawa pulang oleh ayahnya, dengan tangannya yang memerah, ia menangis ketika tangannya terasa panas.
_____
Suasana rumah masih sepi, karena belum ada tamu yang datang, sehingga membuat Ikhsan dan Ratna bebas untuk memperlakukan Nadya sesuka hati, Ratna menyeret Nadya ke kamar mandi dan mengguyur Nadya dengan air, padahal suasana malam hari itu cukup dingin, sehingga membuat Nadya terkejut dan mengigil kedinginan.
"Mandi, terus kamu percantik diri kamu, baju yang baru sudah kubelikan untuk kamu, jangan sampai kamu mempermalukan kami berdua di depan calon dan keluarga calon suamimu. " perintah Ratna.
Ratna menutup pintu kamar mandi, kemudian Nadya tersungkur dan menyenderkan tubuhnya di dinding, tangisnya menggema di kamar mandi seiring air di keran yang hidup, Nadya merenungi dirinya.
'Mandinya cepat, nggak usah lama lama! ' teriak Ratna dari luar.
Nadya mengusap air matanya, kemudian ia mulai mandi, air yang dingin mengguyur tubuhnya yang mengigil kedinginan itu.
Selama membereskan diri, Nadya dipantau oleh ibunya, mulai dari ia masuk kamar, dan mengetuk pintu kamarnya jika ia sudah memakai pakaian, kemudian melihatnya yang sedang merias dirinya juga.
"Bikin mata kamu nggak kelihatan habis menangis, jangan sampai orang tau kamu habis nangis! " perintah Ratna.
Nadya hanya bisa menahannya di dalam hati, ia tetap mengikuti perintah dari Ratna, selesainya merias diri, ia mengambil minyak telon, tetapi segera diambil oleh Ratna.
"Kenapa mak? " tanya Nadya.
"Ada ada saja kamu mau pakai minyak telon, yang ada bau parfum kamu nggak kecium! " tegas Ratna.
"Tapi, Nadya dingin, mak, sedikit aja. " mohon Nadya.
"Sudah, sekarang berdiri dan keluar, tamu tamu sudah ada di luar, jangan sampai nanti calonmu duluan ke sini, sementara kamu masih emak marahi! "
Ratna menarik tangan Nadya, Nadya berdiri dan mengikuti ibunya menuju ke depan, terlihat tamu yang sudah menunggu Nadya untuk keluar, sementara tak lama setelah nya, rombongan dari calon suami Nadya akhirnya sampai, tentu saja Ratna dan Ikhsan beserta Nadya menyambut kedatangan dari calon dan keluarga suaminya.
"Selamat datang, mas Candra dan keluarga, terimakasih sudah memenuhi janji sebelumnya. " ucap Ikhsan.
"Ya, sama sama, terimakasih juga sebelumnya sudah mengenalkan anak kalian pada saya. " ucap Candra sambil tersenyum.
Candra menatap ke arah gadis yang akan ia lamar, ia menatap Nadya sekilas dan tersenyum.
"Jadi kamu yang namanya Nadya? " tanya Candra.
Tatapan laki-laki itu tak terlepas dari penampilan, ia melihat Nadya dari rambut sampai ujung kaki, kali ini lolos dengannya. "Ternyata kamu manis juga, tidak salah kedua orangtua kamu mengenalkan kamu dengan saya. " puji Candra.
Nadya menganggukkan kepalanya, ternyata laki-laki yang akan dijodohkan dengannya tidak terlihat tua seperti yang ia pikirkan, tetapi cara tatapannya saja yang membuat Nadya kurang nyaman, lebih memperhatikan fisiknya.
Nadya juga menatap ke arah kedua orangtua Candra, terlihat dari sorot mata keduanya yang tidak ramah, dan mengikuti cara calonnya barusan, sepertinya Nadya menilai tabiat keluarga barunya, lebih memandangi fisiknya daripada hatinya.
Dengan seperti itu, Nadya menjadi takut, bagaimana jika nasibnya seperti sepupunya, menikah dan hidupnya selalu dibenci oleh keluarga suaminya.
Lebih berbahaya lagi bagaimana jika nantinya Nadya menikah dengan Candra, Nadya akan diperlakukan dengan buruk, bahkan bisa jadi kalau tipikal seperti Candra orangnya main tangan ketika sedang emosi, Nadya menilai semuanya dari wajah Candra yang terlihat sangar dan gaya bicaranya yang terkesan tegas dan sombong.
Hanya itu saja ketakutannya, ia takut jika pernikahan tanpa cinta itu akan menjadikannya sebagai wanita yang akan di KDRT oleh laki-laki yang akan menjadi suaminya, dan menantu yang dibenci oleh mertuanya.
"Silahkan masuk, mas Candra dan keluarga. " ucap Ratna dengan ramah.
Acara lamaran akhirnya dimulai, susunan acara dilaksanakan dengan lancar, hingga akhirnya bertukar cincin.
Nadya memasangkan cincin untuk Candra, ketika saat Candra memasangkan cincin untuk Nadya, masih ada keraguan dari Nadya untuk menerimanya, namun ada tatapan lain yang mengancamnya, siapa lagi kalau bukan Ratna yang melihatnya dari jauh, akhirnya Nadya pasrah dan menerima cincin yang dipasang kan di jarinya.
Acara lamaran akhirnya telah selesai, para tamu yang menghadiri acara lamaran itu akhirnya dijamu, sedangkan Nadya masih merasa canggung dengan calon suaminya, Candra, yang duduk di sebelahnya.
"Kalian boleh mengobrol, sekalian kenalan juga, kami yakin kalian akan saling mengenal sekalian dengan lamaran ini juga selesai diadakan. " ucap Ratna.
Nadya menatap ke arah ibunya, kemudian ia juga menatap ke arah Candra, laki-laki itu menyetujui ucapan Ratna dan mengajaknya untuk keluar agar bisa saling mengobrol di luar, sementara di dalam rumah masih ada tamu yang sedang menikmati hidangan dan jamuan.
Nadya mengikuti Candra ke luar, lebih tepatnya Candra menyuruh Nadya untuk mendahului nya, agar ia mengikuti Nadya dimanapun Nadya ingin mengajaknya untuk berdua.
"Disini saja, dekat ayunan. " ucap Nadya.
Candra menganggukkan kepalanya, kemudian keduanya duduk bersamaan di ayunan tersebut, suasana malam yang dingin, ditambah lagi sunyi, hanya suara hela nafas dari Candra yang terdengar saat keduanya tengah duduk bersama.
"Namamu Nadya, kan? " tanya Candra.
Nadya menganggukkan kepalanya, kemudian ia menyodorkan tangannya untuk saling berkenalan.
"Nadya."
"Candra." kenal Candra.
Setelah berkenalan, Nadya ingin memulai percakapan dengan Candra.
"Emm, Candra. " panggil Nadya.
"Ya, ada apa? " tanya Candra.
"Kenapa ingin menikahi saya? " tanya Nadya.
"Yah, karena kedua orangtuamu. " jawab Candra.
"Apa kamu sebelumnya tahu umur saya berapa? " tanya Nadya.
Keduanya tidak saling bertatapan, namun mengobrol tanpa melihat sama sekali.
"2 bulan lagi umurmu masuk 20 tahun, bukan? " tanya Candra.
Nadya terkejut, bagaimana bisa Candra mengetahui umurnya, padahal ia saja tidak memberitahukan umurnya dengan kedua orang tuanya.
"Bagaimana kamu bisa mengetahui umur saya? " tanya Nadya.
"Yah, karena kedua orang tuamu. " jawab Candra.
Sebenarnya, Nadya merasa kesal dengan Candra, selalu saja menjawabnya karena kedua orang tuanya, tetapi ia akan tetap memilih untuk memendam kekesalannya di dalam hati saja, dan memilih menanggapi jawaban tersebut dengan menganggukkan kepalanya.
Suasana hening kembali, tak lama setelahnya Candra berdeham, kali pertama itu akhirnya Nadya menatap ke arah Candra dan itu merupakan tatapan mata secara langsung.
"Setelah menikah dengan saya, kamu ingin bagaimana kedepannya? " tanya Candra.
Nadya akhirnya berpikir, ia mengingat sesuatu yang ia inginkan, itu mungkin bisa menjadi jalannya untuk menentukan kehidupan barunya sendiri walaupun nantinya ia sudah menikah.
"Setelah menikah, saya ingin melanjutkan pendidikan saya. Saya ingin berkuliah. "