Pertemuan Tidak Disengaja

1055 Words
Hening. Tidak ada suara apa pun di ruangan dengan cahaya minim tersebut. Sang pemilik ruangan sengaja menutup tirai, enggan menatap sinar matahari dan hanya asyik dengan dunianya sendiri. Bahkan, sejak satu jam yang lalu dia hanya duduk, memandang bingkai foto di depannya lekat dan enggan berpaling. Manik matanya menatap datar ke arah potret seorang wanita dengan rambut sebahu tersebut.              “Sudah berapa lama kamu pergi?” gumam Romeo—pewaris tunggal Sanjaya Corporation.              Hening. Romeo kembali diam dan menatap ke arah bingkai foto tersebut lekat. Ada segores kepedihan yang muali ditunjukan olehnya, tetapi begitu samar. Romeo yang mendengar sebuah ketukan di pintu ruangannya hanya diam, menatap lekat dan menunggu seseorang yang sedang berada di balik pintu. Hingga pintunya terbuka, menghadirkan seorang pria dengan balutan jas hitam berada di depannya.              “Ada apa, Ian?” tanya Romeo sembari menatap anak buahnya lekat.              “Anda sudah ditunggu tuan besar di kantor, Tuan,” jawab Ian dengan tenang.              Romeo yang mendengar hal tersebut hanya mengangguk pelan. Dengan tenang, dia membuka laci meja kerjanya dan menyimpan bingkai yang sejak tadi berada di depannya. Dengan tenang, dia mulai bangkit dan merapikan jas yang dia kenakan.              Romeo mulai mengayunkan kaki dan melangkah ke arah pintu. Raut wajahnya menunjukan ekspresi datar, membuat wajah dengan rahang mengeras dan alis tebal tersebut semakin terlihat menyeramkan.              Ian yang melihat hanya diam. Dia memilih menundukan kepala dan memberikan jalan untuk tuannya keluar. Tangannya mulai menutup pintu dan ikut melangkah bersama dengan Romeo yang sudah berada di depannya.              “Sudah lama ayah datang?” tanya Romeo dengan nada suara dingin.              “Sudah satu jam yang lalu, Tuan,” jawab Ian masih dengan nada sopan.                   Diam. Romeo yang mendengar memilih bungkam dan tidak menyahut sama sekali. Dia memilih terus melangkah dan mengayunkan kaki ke arah mobil yang ada di depannya. Langkahnya mulai terhenti ketika sudah berada di dekat mobil dan melangkah masuk, membiarkan anak buahnya yang lain menutup pintu.              Hening. mobil mulai melaju ketika Romeo sudah berada di dalam dan diam. Tidak ada yang terucap sama sekali di bibirnya. Dia hanya sibuk mengamati jalanan menuju ke arah kantor. Hingga dia membuang napas pelan dan menatap ke arah Ian dan sopirnya secara bergantian.              “Bisa berhenti dulu di sebuah supermarket? Aku mau membeli sesuatu,” ucap Romeo tetap terdengar tenang.              “Baik, Tuan,” jawab anak buah Romeo.              Romeo kembali diam. Kali ini, dia memilih menatap lurus ke depan, menatap jalanan di depannya lekat. Ian yang melihat hal tersebut hanya diam, melirik Romeo dari kaca spion dan kembali menatap jalanan. Pasalnya, sejak tadi dia menatap wajah tanpa semangat tergambar jelas di wajah bosnya. Sampai mobil mulai berbelok dan berhenti di sebuah supermarket.              “Aku bisa sendiri,” ucap Romeo ketika melihat Ian akan membuka pintu dan turun, membuat Ian kembali duduk dan menghentikan niatnya.                  Romeo mulai membuka pintu dan keluar. Dengan tenang, kakinya mulai melangkah pelan, menuju ke arah supermarket di depannya. Dia mulai membuka pintu, melangkah lurus dan mengabaikan para karyawan yang ada. Bahkan, dengan percaya dirinya, Romeo terus melangkah. Namun, belum juga Romeo menemukan apa tujuannya kali ini, dia sudah menghentikan langkah dan menatap sekitar.              “Astaga, kenapa susunan supermarket ini berbeda dengan lainnya? Di mana letak air mineral?” gumam Romeo dengan wajah berpikir.              “Permisi, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?”              Romeo yang mendengar suara yang berasal dari belakang tubuhnya langsung membalik dan menatap ke asal suara. Dia baru membuka mulut dan siap menanyakan di mana letak rak air mineral. Namun, melihat wajah gadis di depannya, dia hanya diam dengan mata menyipit.              Astaga, aku seperti mengenal wajah gadis ini, batin Romeo dengan tatapan serius. ***** Sella melangkah pelan dan mengulas senyum lebar. Rasanya senang karena pada akhirnya, sebagian tugasnya sudah terselesaikan. Setidaknya, tidak perlu waktu lama untuk menyelesaikan tugas lainnya.              “Kamu harus semangat, Sella. Kamu kan sudah menerima gaji dari atasan. Jadi, harus semangat lagi kerjanya,” gumam Sella dengan senyum lebar. Sampai manik matanya menatap seorang pria dengan pakaian rapi tengah berdiri di antara rak makanan, membuatnya mengulas senyum lebar dan melangkah ke arah pria tersebut.              “Permisi, Tuan. Ada yang bisa saya bantu?” tanya Sella ketika sudah berhenti di belakang pria tersebut.              Hening. Tidak ada jawaban dari pria tersebut. Namun, Sella melihat tubuh yang perlahan membalik dan menatap ke arahnya, membuat dia semakin mengulas senyum lebar. Namun, tidak ada yang terucap dari pria di depannya.              “Tuan, ada yang bisa saya bantu?” tanya Sella kembali. Pasalnya, sejak tadi Romeo hanya diam dan tidak mengatakan apa pun. Pria tersebut hanya menatapnya lekat, membuat Sella dibuat tidak nyaman.              Romeo yang mendengar tersentak pelann dan berkata, “Maaf.”              Sella yang mendengar hanya mengulas senyum lebar dan menganggukan kepala pelan. Mulutnya tetap bungkam, menunggu Romeo yang tengah mengamati sekitar. Ada rasa tidak enak ketika melihat tingkah laku pria tersebut. Sampai Romeo kembali menatapnya dan membuang napas lirih              “Di mana letak rak minuman?” tanya Romeo.              “Mari saya antar,” jawab Sella dengan senyum lebar. Dia mulai mengayunkan kaki dan melangkah ke arah yang dimaksud. Raut wajahnya masih menunjukan keramahan dan berhenti ketika sudah berada dideretan rak berisi berbagai jenis minuman.              “Silahkan,” ucap Sella dengan ramah.              Romeo yang mendengar hanya menganggukan kepala pelan, tidak mengucapkan terima kasih sama sekali. Dia memilih melangkah ke arah lain dan mengamati minuman yang akan diambilnya.              Sella yang melihat hal tersebut memilih melangkah ke arah lain dan memutar bola mata pelan. “Dasar. Padahal bisa mengucapkan terima kasih, kan. Dasar orang kaya sombong,” gumam Sella lirih. Kakinya kembali melangkah ke arah pintu dan keluar, melanjutkan beberapa pekerjaannya yang sempat tertunda.              Sedangkan Romeo, dia memilih mengambil satu kaleng minuman dan memberikan ke arah kasir. Dia hanya diam, sembari mengamati Sella yang sedang menyusun beberapa barang di luar. Sampai dia mulai membayar dan melangkah keluar.              Kenapa wajahnya seperti mirip dengan seseorang. Wajahnya seperti Aldi, batin Romeo sembari melangkah ke arah mobil. Dia mulai berhenti dan kembali menatap ke arah Sella yang berada tidak jauh darinya.              Ian yang melihat hal tersebut segera keluar dan menatap bosnya lekat. Bingung karena sejak tadi Romeo bahkan tidak mengalihkan pandangan. Romeo yang merasa yakin membuang napas pelan dan menatap ke arah anak buahnya serius.              “Cari tahu tentang gadis itu dan beri kabar aku hari ini juga,” perintah Romeo serius, langsung anggukan dari arah Ian.              Aku merasa kalau dia mirip dengan Aldi, batin Romeo kembali menatap Sella datar. *****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD