TUK-TUK I'M IN LOVE - 03

1395 Words
TTIIL.03 - JASMINUM POLIANTHUM     TOK! TOK! TOK!     Terdengar beberapa kali suara ketukan pintu dari luar kamar yang sedikit mengusik tidur lelapku. Tidak lama kemudian aku juga mendengar suara Countess Sophie memanggilku, "Yang Mulia...apa Yang Mulia sudah bangun?"       Suara khas dari Countess Sophie yang selalu menemaniku selama berada di sini, membuatku terbangun dari tidurku yang lelap. Aku merasa sangat lelah, karena kemarin adalah hari yang sangat menguras tenaga dan pikiranku. Banyak kegiatan yang aku ikuti semenjak berada di sini. Berbagai macam pelatihan yang harus aku pelajari sebagai calon bangsawan, khususnya untuk menjadi seorang Permaisuri. Seperti pelatihan tata krama, mengikuti kelas etika kekaisaran, dan kelas lainnya.       Banyak perubahan yang terjadi dalam hidupku akhir-akhir ini. Perubahan status sosial dari rakyat biasa menjadi seorang bangsawan tidaklah mudah. Begitu juga denganku yang berasal dari rakyat biasa dari negara yang juga berbeda, akan butuh banyak penyesuaian dari berbagai hal. Tapi aku harus bisa melakukannya, karena mungkin ini sudah jalan takdirku. Mendadak menjadi seorang calon Permaisuri, Permaisuri dari negara lain dan bukan negara asalku.       Dengan perlahan aku membuka pelupuk mataku yang masih terasa berat. Seumur hidupku, aku tidak pernah menyangka jalan hidupku akan seperti ini. Sebagai seorang calon bangsawan aku harus bisa menjalani hidup teratur, meski rasanya sangat berat bagiku. Dan setiap pagi aku harus menghadapi berbagai ritual yang di lakukan oleh seorang putri bangsawan sebelum tampil dan bertemu dengan orang banyak.       Seperti saat ini, setiap pagi Countess Sophie membangunkanku untuk bersiap-siap melakukan berbagai ritual setelah bangun tidur. Ia adalah salah seorang bangsawan yang bertugas sebagai kepala pelayan yang khusus melayaniku. Tapi hari ini ia membangunkanku jauh lebih pagi dari hari-hari sebelumnya.       "Ya, silahkan masuk Countess Sophie." Aku yang baru saja membuka mata menjawab sambil memegang kepalaku yang terasa sedikit sakit.       Tanpa menunggu lama, Countess Sophie muncul dari balik pintu kamar dengan beberapa orang pelayan lain yang mengikutinya dari belakang. Para pelayan dan Countess Sophie membungkuk di hadapanku memberi salam serentak. "Selamat pagi, Yang Mulia."       "Pagi...." Aku tersenyum pada semua pelayan sambil bangun dari tempat tidurku.       Beberapa orang pelayan bergegas melangkah menuju kamar mandi dan beberapa orang lagi ke kamar pakaian untuk menyiapkan segala keperluanku. Sedangkan Countess Sophie melangkah ke arah jendela untuk membuka gorden kamar. Sambil menarik gorden ia berbicara, "Yang Mulia, mohon maaf telah membangunkan Yang Mulia lebih awal dari biasanya. Tapi mempersiapkan seorang pengantin wanita membutuhkan waktu yang cukup lama."       Aku tersenyum sambil duduk di pinggir tempat tidur dan memegang kepalaku, "Tidak apa-apa, Countess Sophie. Sepertinya aku sudah mulai terbiasa dengan keadaan seperti ini."       "Iya Yang Mulia, saat muda aku juga merasa sedikit terpaksa melakukan rutinitas sebagai seorang wanita bangsawan. Tapi dengan berjalannya waktu dan pelajaran yang telah diberikan oleh kedua orang tuaku, membuatku menjadi terbiasa."       "Apa masa mudamu menyenangkan, Countess Sophie?" Aku kembali bertanya pada Countess Sophie yang telah berdiri di sampingku. Ia berumur 10 tahun lebih tua dariku dan berdarah biru  semenjak ia lahir. Jadi ia pasti lebih banyak memiliki pengalaman di bandingkan diriku yang mendadak menjadi seorang wanita bangsawan.       "Masa mudaku cukup menyenangkan, Yang Mulia. Meski tidak seperti anak muda biasa pada umumnya. Aku tidak pernah bermain bersama seperti anak-anak lain pada umumnya. Kecuali dengan wanita muda bangsawan lainnya yang datang mengunjungi rumahku, atau aku yang mengunjungi rumah mereka untuk minum teh."       "Begitukah?"       "Ya, Yang Mulia. Mungkin sedikit  membosankan dan terkesan kaku. Tapi kami harus mengikuti norma dan aturan yang berlaku. Dulu aku sempat iri dengan anak-anak masyarakat biasa. Mereka bisa bermain sesuka hati mereka tanpa memikirkan hal-hal lainnya. Tapi setidaknya aku sangat bersyukur dengan kehidupanku sekarang, Yang Mulia."       "Mungkin Baldwin juga pernah merasakan sepertimu Countess Sophie." Aku tersenyum dan bangkit dari tempat tidurku.       "Maaf, Yang Mulia." Suara Countess Sophie menghentikan langkahku.       Aku membalikkan tubuhku kembali menghadapnya, "Ya? Ada apa Countess Sophie?"       "Maaf, Yang Mulia. Aku hanya ingin mengingatkan, untuk selanjutnya Yang Mulia tidak izinkan lagi memanggil Kaisar dengan panggilan nama. Karena sebentar lagi Yang Mulia akan menikah dengan Kaisar dan menjadi Pemaisuri Kekaisaran Oaste. Itu melanggar aturan kekaisaran."       "Maaf, Countess Sophie. Aku akan selalu mengingatnya. Terima kasih telah mengingatkanku." Aku menjawab sambil tersenyum.       "Apa sekarang aku sudah bisa mandi, Countess Sophie?"       Dengan segera Countess Sophie bergerak menuju kamar mandi. "Sebentar Yang Mulia, aku akan memastikannya."       Tidak lama kemudian Countess Sophie kembali dan berkata, "Yang Mulia, semuanya sudah siap. Silahkan..."       Setelah Countess Sophie mundur dan mempersilahkan aku memasuki kamar mandi, ia tinggal di kamarku membereskan tempat tidurku dan semua barang-barangku. Itu yang selalu ia lakukan selama melayaniku dan juga menyiapkan segala keperluanku. Ia adalah salah satu teman dan orang terdekatku selama aku tinggal di Istana Kekaisaran Oeste ini.       "Yang Mulia...silahkan." Salah satu dari pelayan yang ada di kamar mandi menyapaku dengan hangat sambil membungkukkan badan, diikuti oleh pelayan lainnya.       Aku mengangguk dan tersenyum menanggapi mereka. Kemudian salah satu diantara mereka melangkah maju membantuku  membuka jubah tidurku. Ada yang menyiapkan segala peralatan mandi dan juga ada yang akan membantuku untuk mandi. Mareka samua saling bekerja sama untuk melayaniku dengan baik. Dan hal ini masih terasa asing bagiku.       "Apa suhu airnya pas, Yang Mulia?" Salah satu pelayan yang bernama Helen bertanya padaku. Ia adalah salah satu pelayan bawahan Countess Sophie yang bertanggung jawab atas mandiku dan juga menemaniku kemanapun aku pergi.       Aku mengayunkan tanganku merasakam suhu air yang ada di dalam bathub, "Ya, ini cukup Helen."       Setelah merasakan suhu air, aku melangkah memasuki bathub dan berendam di dalamnya. Suhu air yang ada di dalam bathub ini sangat pas untuk menghangatkan tubuhku yang kedinginan karena udara pagi. Kali ini permukaan bathub tidak lagi dipenuhi oleh bunga mawar, tapi bunga melati berwarna pink.       Dua orang pelayan membantuku untuk mandi, sedangkan beberapa orang lainnya berdiri di samping pintu kamar mandi. Mereka menyiramkan air ke tubuhku dengan lembut. Menuangkan berbagai cairan sabun dan pewangi kedalam air bathub. Juga memakaikan shampoo ke rambutku yang panjang dan bergelombang. Mereka juga  membantuku mengoleskan berbagai ramuan tradisional khas kekaisaran pada tubuhku dengan berbagai manfaatnya, terutama untuk kulit tubuhku.       "Davina, kenapa wangi parfum kali sangat berbeda dari yang biasanya? Ini...sangat wangi, melebihi wangi parfum yang sebelumnya." Aku bertanya pada Davina, yang juga merupakan salah satu pelayan bawahan Countess Sophie yang mengurusku dan selalu menemaniku.       Davina tersenyum sambil menjelaskan padaku, "Ini memang berbeda Yang Mulia. Sesuai dengan aturan Kekaisaran Oeste, calon pengantin akan dimandikan dengan cairan ekstrak bunga Jasminum Polianthum, yang juga dikenal dengan bunga melati pink. Begitu juga setelah Yang Mulia menjadi Permaisuri, Yang Mulia tidak lagi mandi dengan ekstrak mawar, tapi dengan ekstrak Jasminum Polianthum ini."       "Kenapa dengan harus bunga melati pink? bukankah bunga melati putih lebih mudah di dapatkan?"       "Karena bunga melati pink ini lebih wangi dari bunga melati putih, Yang Mulia. Bunga melati pink ini terkenal sebagai bunga terwangi di dunia. Konon katanya, saat pengantin baru memakai parfum dengan aroma melati pink ini, itu dapat memikat lawan jenisnya, terutama pria. Aku berharap Kaisar sangat tergila-gila pada Yang Mulia di malam pertama nanti." Davina tersenyum menggodaku.       Dengan segera aku menunduk malu setelah mendengar ucapan Davina yang menggodaku. Wajahku yang tadinya dingin karena udara pagi, kini terasa panas. Ucapan Davina benar-benar membuatku malu.       Davina dan Helen masih terus mengusap tubuhku dan menggosoknya dengan lembut. Sedangkan aku duduk dengan tenang di dalam bathub sambil menikmati pelayanan mereka. Aku mengayunkan tanganku, memainkan air hangat dengan taburan melati pink yang menutupi seluruh tubuhku. Hingga akhirnya aku termenung memikirkan segala yang terjadi dalam hidupmu.       Semua yang aku rasakan saat ini dan yang aku alami akhir-akhir ini serasa seperti mimpi. Siapa sangka wanita biasa sepertiku akan menjadi wanita nomor satu di suatu kekaisaran. Banyak hal-hal buruk dan baik yang telah ku lalui hingga akhirnya bisa sampai di titik ini. Dan pertemuan yang tak di sengaja mengantarku hingga jatuh ke pelukan Baldwin. Seorang pria yang aku kenal sejak awal dengan kehidupannya yang sangat sederhana, ternyata memiliki kehidupan berbeda setelah ia kembali ke negaranya.       Hari ini adalah hari ke-30 aku menjadi penghuni istana di negara yang masih sangat asing bagiku . Hari ini juga bertepatan dengan hari pernikahanku dengan Prince Baldwin dari Kekaisaran Oeste. Selain upacara pernikahan, hari ini juga akan diadakan penobatan Prince Baldwin menjadi seorang Caesar Baldwin Cyrille. Begitu juga dengan diriku yang akan di nobatkan sebagai Permaisuri dari Kekaisaran Oeste. Dan acara ini akan dihadiri oleh para petinggi kekaisaran, bangsawan, tamu luar negeri dan juga rakyat Kekaisaran Oeste.       Mengingat upacara pernikahan sekaligus upacara penobatan yang akan berlangsung beberapa jam lagi, membuatku jantungku berdegup dengan kencang. Ini untuk pertama kalinya aku akan tampil di depan orang banyak dengan status social yang berbeda. Aku tidak bisa membayangkan bagaimana jadinya diriku saat dilihat oleh ribuan mata rakyat Kekaisaran Oeste. Dan semua ini membuatku sangat gugup.       “Yang Mulia, apa anda sudah selesai berendam? Akan banyak ritual yang harus kita lakukan setelah ini Yang Mulia.” Tiba-tiba suara Countess Sophie dari luar kamar mandi membuyarkan lamunanku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD