Raymond datang

1104 Words
Tanpa disangka Diana yang sejak tadi penasaran pun muncul dari arah halaman belakang. Ia dengan wajah polosnya berjalan seolah tanpa dosa menuju ruang tamu. "Ada apa ini?" tanyanya tak mengerti. Ia menatap wanita cantik mengenakan dress berwarna coklat s**u tengah berdiri di anak tangga. Wanita itu yang tak lain adalah Laura, ia turun menghampiri Diana. Saat ini wanita itu mungkin ingin sekali menampar atau bahkan mencakar wajah Diana. Seorang wanita yang disimpan oleh suaminya, tapi sayangnya tangannya masih dicekal oleh dua pengawal tadi. Mereka pun tahu, jika Laura sedang marah apapun bisa terjadi. Seperti dahulu, beberapa tahun yang lalu jalang simpanan Raymond dibuat cacat permanen olehnya di bagian wajah. "Jadi ini? Ini jalang sialan yang disimpan oleh Raymond, hah?" Rahang Laura sudah mengeras. Kemarahan dan rasa kecewanya sudah memuncak saat ini. Rasa sakit, kecewa dan putus asa seperti sudah berada diambang batasnya.. "Anda siapa?" tanya Diana dengan ekspresi polosnya. "Nona, sebaiknya Anda cepat naik keatas dan pergi ke kamar Anda!" saran pengawal pada Diana. "Tidak! Tunggu dulu! Siapa Nona ini?" Diana menolak saran pengawal itu dan menghindar karena pengawal itu hendak mencekalnya. "Dasar jalang! Aku adalah istri Raymond. Lelaki yang menyimpan mu dirumah ini. Tinggalkan suamiku atau akan ku buat kau menyesal." Deg .... Jantung Diana terasa terhenti berdetak. Ia tidak menyangka jika ia telah menjadi simpanan pria yang telah beristri. "I-istri?" "Ya, kau tidak dengar? Istri sah Raymond," jelas Laura penuh penekanan saat menyebut istri Raymond. "Maafkan aku, aku ...." "Jika kau masih punya malu, cepat tinggalkan suamiku! Bukankah kau juga perempuan? Kau pasti tahu rasanya, bukan? Atas dasar apa kau mendekati Raymond, hah? Uang? Aku akan memberimu berapapun yang kau mau asal kau mau pergi." Laura sudah berlinangan air mata saat ini. Rasa perih di dalam hatinya yang menggerogotinya selama bertahun-tahun sudah tak bisa ia tahan lagi sekarang. Perjuangannya terasa sudah diujung batas yang mampu ia capai. Bertahun-tahun sudah ia bertahan, namun Raymond tak juga mau menganggapnya. Sementara itu, Diana yang melihat kerapuhan dari Laura pun tak mampu berkata-kata lagi. Tidak perlu diminta, jika ia bisa melepaskan diri dan pergi dari lelaki itu pasti dia sudah lari sejak awal. Tapi semua tak semudah yang orang bayangkan. "Maafkan aku, Nyonya. Tapi aku disini juga tidak bisa berbuat apapun," lirih Diana. "Kurang ajar kau, ya!" Laura mengibaskan tangannya dengan kuat hingga cekalan dua pengawal yang merenggang itupun terlepas. Dengan secepat kilat ia menghampiri Diana dan menjambak rambutnya dengan kuat. "Akh ... sakit, Nyonya. Sakit ...." pekik Diana sambil memegangi tangan Laura. Dua pengawal dan juga penjaga yang sejak tadi disana pun ikut berusaha melerai. "Sakit yang kau rasakan ini tak sebanding dengan sakit yang ada di dalam diriku!" Laura semakin menjadi. Cengkeramannya pada rambut Diana begitu kuat sehingga pengawal itu pun kesusahan melepaskannya. "Lepaskan, Nyonya! Sakit ...." ronta Diana. "Keributan apa ini?" Suara keras, berat dan terdengar menggelegar berasal dari pintu masuk rumah. Semua orang menoleh, tak terkecuali Diana dan Laura. Para pengawal pun menunduk setelah melihat Raymond datang. Mereka tahu tuan muda mereka akan marah karena mereka tidak menjalankan tugasnya dengan baik. "Apa yang kau lakukan padanya?" Raymond menatap tajam dan tidak suka pada Laura. Wanita itupun melepaskan Diana dan berjalan ke arah suaminya. "Dia simpanan mu?" tanya Laura seraya menatap nanar suaminya. "Ya," jawab Raymond terdengar enteng. "Kenapa kau tega sekali padaku, Raymond? Bertahun-tahun menikah, kau bahkan tak pernah melirikku. Tapi kenapa kau justru bermain dengan mereka?" "Kau sudah tahu jawabannya. Kenapa kau masih terus bertanya hal yang sama?" "Apa kurangnya aku di matamu? Aku bisa menjadi seperti apa yang kau mau jika kau dari awal mengatakannya. Kenapa kau justru memilih mereka yang jelas-jelas kotor?" Raymond tersenyum meremehkan. "Kotor? Menurutmu mereka kotor? Kau tidak lihat dirimu, hah?" tanya Raymond dengan nada merendahkan. "Apa? Apa maksudmu? Aku masih suci bahkan hingga saat ini karena sejak menikah hingga sekarang kau tidak pernah menyentuhku." "Oh ya? Tubuhmu mungkin suci, tapi hatimu tidak suci." Nyess .... Dada Laura berdesir seketika. Ya, dia sadar jika dia mendapatkan Raymond bukan dengan cara yang baik. Ia memanfaatkan kekayaan dan kekuasaan ayahnya untuk membantu kebangkrutan kakek Raymond saat itu dengan imbalan jika Raymond harus menikah dengannya. Laura tau, sejak Raymond ditinggal kekasihnya. Hati lelaki itu seolah membeku. Dia berambisi ingin menjadi penawar luka bagi Raymond, karena Laura sudah sejak lama menyukai dan mengagumi lelaki itu. Laura yakin dengan harta, kecantikan dan kemolekan tubuhnya, ia akan bisa membuat Raymond jatuh hati padanya. Namun kenyataannya tidak semudah yang ia bayangkan. Sejak malam pertama pernikahan hingga kini telah berjalan enam tahun lebih, dia tidak pernah bisa menggapai Raymond. Jangankan untuk menyentuh hatinya, menggapai raganya saja ia tidak pernah bisa. "Kenapa kau diam? Sadar atas kerakusan mu? Kau sudah tau jika aku tidak pernah menyukaimu tapi kau tetap nekat." Raymond membuang muka. "Raymond, aku tahu aku telah salah. Tapi tidak bisakah kau sedikit saja membuka hatimu? Aku sangat mencintaimu, aku bahkan menjaga diriku agar tetap suci karena aku ingin melepaskannya untukmu. Jangan buat aku gila karena ini, Raymond. Aku tersiksa selama ini karena mencintaimu secara sepihak. Kau tahu jika aku menyukaimu sejak awal ayahku mengenalkan ku padamu. Bahkan sebelum kau sedewasa ini." Laura menunduk. Mendengar ucapan Laura terkadang membuat Raymond merasa iba. Tapi sungguh hatinya terlalu keras. Ia tidak bisa menerima wanita itu karena ia terus mengingat bagaimana ayah Laura menekan kakeknya untuk menikahkan dirinya dengan putri kesayangannya. Wanita yang umurnya bahkan lebih tua darinya. "Tidak, Laura!" jawab Raymond. Ia memilih untuk berlalu dari sana. "Raymond," panggil Laura mencegah lelaki itu untuk pergi. Ia meraih lengan Raymond dan memeluk tubuhnya dari belakang. "Sekali ini saja, cobalah untuk membuka hatimu. Lihat aku sebagai istrimu dan maafkan segala kesalahanku dan ayahku. Aku akan berusaha menjadi istri terbaik untukmu." "Jawabanku tetap sama! Baik hari ini, ataupun hari-hari sebelumnya. Bahkan sejak dulu jawabanku tidak pernah berubah." "Karena apa? Apa karena wanita itu?" Laura melepaskan pelukannya. Ia berpindah ke depan Raymond dan menunjuk Diana yang berada tak jauh disisi kanannya. "Bukan. Kau tidak perlu membawa atau menuduh orang lain. Sudah ku katakan berulang kali, bukan? Dia ataupun mereka tidak ada sangkut pautnya dengan pernikahan ini." Raymond menghela nafas sejenak. "Sekarang pulanglah ke mansion mu. Sebentar lagi aku akan kirimkan surat gugatan untukmu. Pergilah dan cari kebahagiaanmu." "Baik. Aku akan pergi, dan akan ku katakan pada ayah dan kakek mu," ancam Laura. "Katakan saja, karena kakekku sudah tidak peduli pada pernikahan ini. Hutang kakek pada ayahmu juga sudah lama lunas. Tidak ada yang perlu kakek khawatirkan karena perusahaannya sudah berdiri kokoh dan terus berkembang. Kau justru harus khawatir pada ayahmu dan juga perusahaannya. Karena jika aku mau, hari ini pun aku bisa membuat keluargamu menjadi gelandangan." "Apa? Apa maksudmu?" Laura benar-benar terkejut. Tidak mungkin ayahnya diambang kebangkrutan, kan?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD