Keributan di ruang tamu

1100 Words
Selamat membaca.. Jangan lupa tap love & follow author ________ Sudah genap satu minggu Diana menjadi wanita simpanan Raymond. Selama itu pula ponselnya disita oleh lelaki sialan itu. Diana benar-benar menjalani hari-harinya seperti orang yang sedang berada dalam penjara. Yang membedakan adalah tidak ada jeruji besi yang menghalanginya. Meskipun sebenarnya Diana dilayani bak seorang putri, namun hal itu tak membuatnya bahagia. Ia rindu ayahnya, ingin bertemu dengan lelaki pertama yang tulus mencintainya itu. Namun sayangnya ayahnya sudah diterbangkan keluar negeri sejak dua hari lalu, dan dia tidak diperbolehkan mengantarnya. Diana juga tidak diperbolehkan keluar dari gerbang mansion besar itu walau hanya selangkah kaki pun. Raymond benar-benar keterlaluan. Entah apa yang mendasari lelaki itu berbuat demikian padanya. Posesif? Hah, itu tidak mungkin. Toh dirinya juga hanya seorang simpanan, apa istimewanya? Suatu saat jika lelaki sialan itu bosan juga dia akan dibuang seperti yang sudah-sudah. Begitulah pikiran Diana. Ia sekarang mulai tahu sedikit demi sedikit tentang watak, sifat dan karakter Raymond. *** Usai mandi sore Diana keluar dari kamarnya yang bahkan dijaga oleh dua orang pengawal. "Anda mau kemana, Nona?" tanya pengawal saat melihat Diana keluar kamar. "Hhh ... ya Tuhan, berapa ratus kali kalian menanyakan hal itu padaku? Aku hanya ingin ke bawah. Ikuti saja jika kalian tidak percaya!" desis Diana. Diana terus melanjutkan langkahnya. Menuruni satu persatu anak tangga yang meliuk indah. Kakinya terus melangkah melewati ruang tengah, meja makan dan akhirnya keluar ke halaman belakang. "Tunggu, Nona!" Pengawal yang menjaga kamar Diana itu berseru. Diana berhenti dan menoleh. "Ada apa lagi?" tanyanya dengan sebal sambil memutar bola matanya. "Jangan berpikir untuk melarikan diri dari sini, Nona!" Ucapan pengawal itu membuat Diana menghela nafas. Ingin rasanya ia menendang kaki dua orang itu karena kesal. "Astaga! Bagaimana aku akan melarikan diri dengan memakai handuk kimono dan juga sendal bulu seperti ini, hah? Aku hanya ingin menikmati senja dan angin sore disini." Kesabaran Diana rasanya sudah berada diambang batasnya dalam meladeni dua pengawal menjengkelkan itu. Bagaimana tidak, mereka selalu membuntuti Diana kemanapun dia pergi. Selalu bertanya ia akan kemana setiap waktu. "Tuan muda tidak akan mengampuni Anda jika Anda sampai berani melarikan diri, Nona. Saya hanya mengingatkan saja karena Anda pernah mencoba mengelabuhi kami saat itu." Pengawal itu berusaha mengingatkan Diana pasalnya gadis itu pernah berusaha kabur saat dua pengawal itu lengah. Ya, saat itu Diana berpura-pura kesleo dan menyuruh dua orang itu pergi ke dalam untuk mengambilkan olive oil. Lalu saat mereka baru saja akan membuka pintu rumah, ternyata Diana juga membuka pintu gerbang dan hendak kabur. "Mana? Aku tidak pernah mengelabuhi kalian. Aku kan hanya ingin menikmati suasana taman di depan mansion ini saja. Kalian saja yang terlalu berlebihan." Diana berkilah. "Terserah apa kata Nona, saya hanya mengingatkan saja. Saya juga tidak ingin kehilangan pekerjaan saya hanya gara-gara lalai mengawasi Nona. Tuan muda sudah sangat baik pada Nona, jadi saya harap Nona juga bisa menjaga sikap." "Hhh ... ya ... ya, berhentilah berbicara! Aku selalu pusing mendengar ocehan kalian. Sudahlah, lagipula Tuan muda kalian itu kan sekarang sedang tidak ada. Jadi buat apa kalian takut?" Ya, Raymond sedang ada urusan di luar negeri sejak tiga hari lalu. "Maksud Anda?" pengawal itu tiba-tiba panik. Entahlah, mereka selalu merasa Diana itu adalah gadis yang pura-pura polos dan bisa mengelabuhinya sewaktu-waktu. "Kenapa kalian mendadak takut? Hei, tenang saja, aku tidak akan kabur!" Tangan Diana menepuk pundak pengawal itu dengan santai. "Duduklah dan rileks kan otot kalian! Lihat itu, senja begitu indah, bukan?" Diana menunjuk sinar jingga yang sudah berada di ufuk barat. Lagi-lagi gadis itu terlihat polos tanpa dosa. Sebentar lagi senja itu akan tenggelam. Cantik sekali, terlebih lagi disana ada bukit yang bisa terlihat dari halaman belakang rumah Raymond ini. Inilah salah satu hiburan bagi Diana agar ia tetap waras menjalani hari-harinya di sini. Dua pengawal itu saling berpandangan saat melihat Diana tersenyum begitu bahagia hanya dengan melihat senja yang mulai tenggelam. Mereka mulai berpikir. Apa yang ada di dalam pikiran Raymond sehingga memilih gadis seperti ini untuk dijadikan simpanannya. Usianya saja jauh dari Raymond. Raymond 35 tahun sementara gadis ini baru 22 tahun. Lain dari pilihan Raymond yang biasanya. Mereka tahu selera Raymond selalu diatas rata-rata. Lelaki pemuja kesempurnaan itu mana mau berhubungan dengan dengan wanita yang tidak spesial. Tapi yang ada dihadapan mereka saat ini benar-benar jauh dari itu semua. Cantik memang, tapi tidak tinggi semampai seperti simpanan Raymond yang sudah-sudah. "Anda tidak boleh masuk, Nyonya!" "Aku adalah Nyonya disini, biarkan aku masuk!" Terdengar keributan dari arah depan. Di ruang tamu lebih tepatnya. Diana pun juga mendengarnya, ia mengernyitkan dahinya dan hendak memeriksa. Namun dua pengawal itu melarangnya. Mereka tahu jika Diana muncul justru akan memperkeruh keadaan. "Kenapa kalian melarang?" "Ini adalah tugas kami, Nona. menurut lah dan tetap disini." Setelah itu dua pengawal tadi pergi ke depan untuk memeriksa. "Berhenti, Nyonya! Anda tidak boleh naik ke atas!" Dua pengawal tadi mengejar dan mencekal kedua lengan wanita yang baru saja datang itu. "Beraninya kalian memegang tanganku! Lepaskan! Aku adalah Laura, Nyonya Raymond. Istri sah dari Raymond. Beraninya kalian melarang ku!" Nampak kilatan amarah di mata Laura. "Kami tahu Nyonya. Tapi maafkan kami, karena kami harus menjalankan tugas dari tuan Raymond. Bukankah tuan Raymond sudah berulang kali melarang Anda untuk datang kesini?" "Berani sekali kalian berbicara panjang lebar pada nyonya kalian! Dimana suamiku?" "Tuan Raymond masih di luar negeri, Nyonya. Hari ini akan kembali. Sebaiknya Nyonya pulang saja! Nanti akan saya sampaikan hal ini pada tuan Raymond." "b*****h!" Laura mengibaskan tangannya. Berharap ia bisa lepas dari cekalan dua pengawal itu. "Maaf, Nyonya. Kami hanya menjalankan tugas." "Baiklah, aku akan tunggu Raymond disini. Lepaskan tanganku!" titahnya. "Tidak bisa, Nyonya. Tuan Raymond sangat melarang Anda untuk berada disini. Jadi lebih baik Anda pulang saja." "Hah!" teriak Laura frustasi. "Memangnya ada apa disini? Ada simpanan Raymond? Dimana dia, hah?" Hati Laura selalu terasa sakit jika mengingat tentang satu hal ini. Sudah bukan rahasia lagi jika suaminya itu memiliki banyak wanita disana sini. Namun karena cintanya pada Raymond, ia selalu menutup mata dan terus menggantungkan harapan untuk pria itu. Harapan yang kian lama kian mengecil karena Raymond tak pernah sekalipun memperdulikannya. "Kenapa kalian diam? Jadi benar, Raymond menyimpan wanitanya disini? Seistimewa apa wanita itu hingga Raymond sampai membawanya ke mansion pribadinya?" Kali ini Laura menatap nanar pada dua pengawal itu. Sakit sekali rasa hatinya. Ia tahu, Raymond suka bermain wanita. Ia tahu jika Raymond pun tidur bersama mereka. Tapi ia juga tahu jika Raymond tidak pernah serius dengan mereka. Namun kali ini, kenapa? Kenapa Raymond bahkan sampai mau menempatkan simpanannya disini? Tidak menempatkannya di apartemen seperti yang sudah-sudah. Apakah wanita simpanan suaminya kali ini sangat istimewa?
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD