Kejutan

1016 Words
Seminggu berlalu sejak insiden Anya digigit ular. Dalam seminggu itu pula, Anya melakukan proses penyembuhan. Anya tidak melakukan apa pun kecuali menonton drakor dan membaca materi astronomi yang diberikan Raihan. Seminggu itu pula Anya berusaha untuk menata hati untuk kuat dengan apa pun yang akan ia dengar di sekolah. Apalagi hari demi hari ada saja pemberitaan yang menyebutkan dirinya inilah, dirinya itulah. Namun, bukan Anya jika ia menunduk untuk sesuatu yang tidak dirinya lakukan. Berdiri tegak dan melawan ketidakadilan sudah menjadi hal paten dalam moto hidupnya. Banyak pasang mata yang menatapnya dengan aura negatif, sepanjang Anya berjalan melewati koridor. Anya berusaha untuk mengabaikannya. Toh, mereka juga tidak mungkin macam-macam dengannya saat di sekolah, mau cari mati memangnya? Bukankah sesuatu yang buruk selalu berdampingan dengan kebaikan? Tanpa Anya kira sebelumnya, teman-teman sekelasnya sudah menyiapkan kejutan selamat datang untuknya. Terompet saling bersahutan diiringi suara mereka yang mengucapkan selamat datang. Anya sampai menitihkan air mata saking bahagianya. “Maafin kita ya, Nya. Karena permainan konyol kemarin, lo jadi kena imbasnya,” ucap salah satu gadis yang turut memegang terompet. Gadis itu memeluk Anya erat, mengelus punggung Anya seolah-olah memberi kekuatan pada Anya. “Enggak apa-apa. Udah terjadi,” ucap Anya sambil mengusap air matanya. Masih ingat jika Anya cengeng? Maka untuk hal seperti ini, gadis itu tidak bisa menahan air mata. Anya mengucapkan terima kasih kepada semuanya. Karena mereka sudah percaya bahwa gosip itu tidak benar. Tak lama setelah itu, Cleo datang. Membuat seisi ruangan langsung terdiam. Melihat teman-temannya diam menatap arah pintu, Anya berbalik badan. Ia mengernyit karena tidak mengerti mengapa kedatangan gadis itu mengalihkan atensi semua orang. “Lo yang namanya Anya?” Cleo nenunjuk Anya. Anya mengangguk. “Iya, Kak. Kenapa?” “Bisa kita bicara sebentar?” “Tapi, Kak, sebentar lagi upacara bendera.” “Sebentar aja. Ada hal penting yang harus gue bicarakan sama lo.” Anya mulai memperhatikan ekspresi teman-temannya. Rata-rata dari mereka memberikan tampang syok tanpa Anya tahu alasannya. “Iya, Kak.” Cleo langsung berjalan mendahului Anya. Teman-teman Anya yang lain langsung heboh ketika punggung Anya dan Cleo sudah tidak terlihat. Urusan Cleo dan Anya pasti ada hubungannya dengan Raihan, mereka yakin itu. Apalagi beberapa hari lalu banyak teman Cleo yang melihat gadis itu dilabrak oleh Raihan. Mereka tidak menyangka jika permainan konyol mereka akan berujung pada kisah rumit semacam ini. *** “Sebenarnya Kakak ngajak gue ke sini mau ngapain?” tanya Anya setelah langkah mereka berhenti di taman belakang. Cleo duduk lebih dulu sebelum akhirnya menjawab, “Lo ada hubungan apa sama Raihan?” Anya kontan melirik name tag di seragam lawan bicaranya. Cleo Anastasya. “Oh jadi Kakak yang namanya Cleo?” “Lo kenal sama gue?” “Nope. Sekarang ** gue ramai dan sebagian notifikasi DM dan pemberitahuan nyebut ** lo.” Cleo menghela napas berat. Pantas saja Raihan mengancamnya seperti itu, Raihan pasti sudah tahu bahwa orang yang paling tersakiti di antara kisah mereka adalah Anya. Jujur, Cleo tidak pernah ingin berada dalam situasi serba salah seperti ini. Ia tidak ingin Anya dilibatkan dalam perjuangannya mendapatkan hati Raihan. “Gue mau lihat pesan yang dikirim dari nomor gue ke lo.” Dahi Anya mengerut. “Maksudnya?” “Lo sempat dikirimi pesan mengenai penyekapan Nara, 'kan? Itu nomor gue.” Anya otomatis mundur. Ia terlalu syok mendengarkan kalimat barusan. “Jadi lo yang udah jebak gue?” “Bukan gue. Ada orang lain berusaha untuk mengadu domba kita, ada orang yang sengaja buat gue sama Raihan berselisih,” bantah Cleo. Sebenarnya ia sudah muak menjelaskan semua ini kepada semua orang. Muak karena mereka tidak ada yang benar-benar mengenalnya dan menganggap bahwa ia memang sengaja ingin melukai Anya. Padahal, terbesit niat untuk menyentuh Anya saja tidak, apalagi melukai. “Plis jangan takut sama gue. Gue bukan orang sepengecut itu, Nya. Gue suka sama Raihan aja terang-terangan, ngapain gue ngelukai lo sembunyi-sembunyi?” Anya terdiam. Ia tidak memiliki jawaban. Pertanyaan tersebut seperti kalimat retoris, yang tidak memiliki jawaban. Bagaimana ia bisa percaya, sedangkan mereka saja baru bertemu? “Gue cuma mau minta tolong lo buat send isi pesan itu ke gue, atau kirim ss chat itu.” “Gue pikirkan itu nanti, Kak. Gue butuh waktu buat percaya sama lo.” Cleo berdiri dari duduknya dan mengangguk. “Gue bakal tunggu itu. Bentar lagi upacara dimulai. Mending sekarang kita balik ke kelas.” Anya setuju. Akhirnya mereka berjalan ke arah berlawanan karena kelasnya yang berbeda. *** Anya langsung ditodong berbagai pertanyaan setelah sampai di kelasnya. Pertanyaan-pertanyaan tersebut tentu saja tidak lepas dari alasan Cleo ingin berbicara padanya. “Cuma ada sesuatu yang privasi. Udah itu aja. Kak Cleo baik kok sama gue,” ungkap Anya. Anya mengambil topi dari dalam tasnya, lalu berlalu begitu saja tanpa dosa. Padahal ia tahu betul jika teman-temannya belum puas dengan jawaban yang telah diberikan. Nara dan Kevin akhirnya mengekor dari belakang. Mereka juga ikut mendesak Anya untuk bercerita, tapi dihiraukan oleh gadis itu. “Nya, ada Kak Dani.” Belum sempat Anya menyadari hal itu, Dani tiba-tiba berada di belakang sambil menyondorkan sebungkus makanan. “Gue denger dari Arga, lo belum makan. Sebentar lagi upacara, harusnya makan dulu. Biar lo enggak pingsan nanti.” Anya masih mengerjap tidak percaya. Ia masih merasa bahwa apa yang ada di depannya hanya ilusi. “Makan yang banyak, ya.” Dani tersenyum lalu mengusap puncak kepala Anya. Saat itu pula, Anya tersadar. Ternyata ia bukan lagi berhalusinasi. Ia juga baru saja mendapat senyuman manis dari Dani. Ah, Anya yakin tidak akan mau melupakan hari ini. Makasih Bang Arga, makasih udah mendekatkan Anya sama Kak Dani, batinnya. “Gue ke UKS dulu. Gue mau mempersiapkan tandu buat upcara hari ini.” Anya mengangguk gugup. Ia lebih baik menggunakan gesture tubuh daripada harus mengucapkan sesuatu. Karena jika ia berbicara, maka akan terdengar dengan jelas bahwa dirinya grogi. “Senengnya dibawain nasi bungkus sama orang yang kita sukai,” ledek Kevin. “Apaan, sih, Vin!” “Makan dulu, Nya. Masih ada waktu lima menit buat lo makan. Jangan sampai gue lihat lo pingsan lagi kayak MOS pertama itu.” “Iya Naraku yang Cantik.” Tbc.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD