2. Terjebak

1022 Words
Hari ini adalah hari kelulusan Sinta dari SMA. Dia sangat tahu angkatannya akan merayakan kelulusan di klub malam. “Sinta, kamu ikut ya ke klub? Nanti aku nggak ada teman,” ajak Marsha, sahabat Sinta. Sinta mengernyitkan keningnya mengapa Marsha mengajaknya ke klub bukankah sahabatnya tidak suka pergi ke tempat banyak maksiat seperti itu. “Kenapa lo, kesambet? Tumben banget mau ikut ke klub.” “Pengen tau aja, lagi pula tempat itu udah dipesan buat party kelulusan angkatan kita.” Akhirnya Sinta mengiyakan ajakan sang sahabat mungkin Marsha hanya penasaran apa saja yang ada di klub. Pukul 21.30, Sinta sudah sampai di klub malam. “Lo udah sampai dari tadi, Sha?” tanya Sinta yang melihat Marsha sudah duduk di salah satu meja di lantai dua klub itu. “Ehmmm iya,” jawab Marsha singkat. Sinta berpikir ada yang aneh dengan sahabatnya. “Kenapa sih? Kalau risi mending kita ngopi di kafe aja. Lo 'kan juga nggak pernah ke sini.” Sinta sedikit berteriak karena musik di sana terlalu keras. Marsha hanya menggeleng dan melihat sekeliling. Lalu, menatap seorang lelaki yang sedang berkumpul dengan teman-temannya. Sinta mengikuti arah pandang Marsha. “Ya elah, lo ke sini cuman buat ngelihat cowok macam Rio. Gue 'kan udah kasih tau lo dari dulu, lo itu nggak cocok sama si Rio. Dia tuh playboy banyak ceweknya. Lo kalau diterima sama dia juga, paling dijadiin cadangan. Temen-temennya aja pada nggak bener apalagi tuh si lampir.” “Kamu kenapa sih, nggak pernah ngedukung aku buat dekat sama Rio? Kamu 'kan sahabat aku udah 6 tahun, tapi ngasih dukungan aja enggak.” Sinta tampak tak peduli mendengar penuturan sahabatnya, toh ini memang demi kebaikan Marsha. Sahabatnya saja yang telah dibutakan oleh cinta. “Sin, aku ambil makanan sama minuman dulu di sana ya?” Izin Marsha sambil menunjuk meja yang agak jauh dari tempat mereka duduk. Sinta mengangguk saja karena malas beranjak dari tempat duduknya sekarang. Sinta merasa seseorang sedang memperhatikannya, saat dia menoleh ternyata Freya alias nenek lampir sedang menatapnya dengan pandangan remeh. Tentu saja Sinta tidak peduli. Freya selalu saja mengganggunya, tapi pasti selalu gagal. Akhirnya setelah lulus dia tidak akan lagi bertemu Freya yang sok berkuasa. Marsha membawa nampan, lalu menaruh makanan dan minuman di atas meja mereka. “Ayo Sin, di makan,” ajak Marsha. “Oke, thanks ya.” "Maafkan aku Sinta, tapi hanya ini satu-satunya cara agar aku bisa dekat dengan Rio. Aku yakin kamu bisa mengatasi anak buah Freya" batin Marsha. *** Sinta merasa kepalanya sangat pusing setelah menghabiskan makanan dan minuman tadi, padahal ia tidak meminum alkohol sama sekali karena mengingat ia menyetir sendiri. “Sha, gue pusing banget nih. Lo anterin gue pulang ya ke apartemen.” Sinta mulai beranjak dari mejanya. Namun, dengan mata yang berkunang-kunang ia masih bisa melihat jika Marsha sahabatnya sama sekali tidak beranjak dari sana. “Kenapa malah diam sih?” Sinta menekan-nekan pelipisnya yang berdenyut, rasanya benar-benar pusing. Sedangkan Marsha hanya menunduk menggumamkan kata maaf yang tak bisa didengar oleh Sinta. Prok ... Prok ... Prok ... Suara tepuk tangan menginterupsi Sinta dan Marsha. “Wow! Katanya lo cewek hebat, tapi ke klub aja udah pusing kayak gini, benar-benar memalukan!” sindir Freya. Di belakang perempuan itu sudah ada sekitar 10 orang berbaju hitam dan berbadan kekar yaitu pengawal Freya. "Sial! Gue dijebak sama Freya. Marsha pasti terlibat," batin Sinta. Gadis itu menatap tajam ke arah Freya dan juga Marsha Freya mengisyaratkan pengawalnya untuk membawa Sinta keluar dari klub. Sinta yang sangat kuat itu tentu saja memberontak, ia memukul ke segala arah karena penglihatannya yang sudah mulai mengabur. Pengawal yang kena pukulan dari Sinta pun meringis karena tenaga besar sang gadis. "Gue harus cepat kabur! Kalau terlalu lama gue yakin bakal kalah," batin Sinta. Gadis itu melihat sekeliling, memang sepertinya tidak akan ada orang yang akan membantunya karena kebanyakan dari mereka adalah teman Freya dan klub ini pasti juga salah satu klub keluarga Freya. Dia melirik sekilas ke arah orang yang dia anggap sahabat sejak SMP dan sekarang mengkhianatinya, siapa lagi kalau bukan Marsha. Gadis itu berdecih melihat Marsha menangis. Sinta berusaha turun dari lantai dua, namun lagi-lagi ia dihalangi oleh pengawal Freya. Dia memelintir tangan pria kekar itu yang berusaha menangkapnya. Pertarungan yang tidak seimbang itu masih berlanjut. Bagi Sinta tidak seimbang di sini bukan karena jumlah, tapi karena kondisinya sekarang. Freya dibuat kesal karena 10 pengawalnya sangat lamban. Sementara Sinta sebenarnya sudah kewalahan melawan 10 pengawal itu dengan pandangan kabur, walau tersisa 5 orang yang masih bisa berdiri. Sinta sudah tidak kuat lagi, lalu berhasil diseret keluar dari klub. Di luar sudah ada 7 preman yang menunggu Sinta. “Lo aniaya dan perkosa cewek itu rame-rame!” seru Freya sambil menyerahkan amplop yang berisi uang kepada salah satu preman. “Baik, Bos!” jawab preman-preman itu serempak. Sinta yang mendengar perkataan Freya bergidik ngeri. Dia harus bisa kabur dari tempat ini pikirnya. Gadis itu berusaha melepas cengkeraman dari 2 pengawal Freya dan untunglah terlepas. Lalu, dia berlari semampunya. Sayangnya, dia berhasil tertangkap kembali, gadis itu memukul keras dàda pengawal Freya sampai pengawal itu kesakitan. Sialnya ia sekarang sudah dihadang oleh preman-preman suruhan Freya, mereka menarik Sinta ke pojok tempat parkir. Sinta dengan wajah cantiknya membuat para preman bernafsu. Sinta menatap jijik preman-preman di hadapannya meski tak terlalu jelas melihat wajah mereka. Salah satu preman mulai melangkah mendekati Sinta, gadis itu tidak menyerah, ia memukul kuat salah satu preman tersebut. Namun, dibalas dengan pukulan yang tak kalah kuat. Sinta mulai merasa takut saat ini tubuhnya sudah sangat lemah, dia menggenggam erat kalung berinisial namanya yang dari kecil ia gunakan. Sinta melakukan itu ketika ia merasa ketakutan. Dengan suara tercekat ia berteriak meminta tolong, hal yang sudah lama tak pernah ia lakukan. Sinta benar-benar terpojok sekarang, sesaat kemudian ... Bugh! Bugh! Bugh! Sinta samar-samar melihat preman-preman di hadapannya mulai tumbang. Dia bisa bernafas lega karena ada seseorang yang menolongnya artinya dia selamat. Seorang gadis dengan pakaian terusan yang warnanya pun hampir pudar dengan lincah menghajar para preman. Sinta sekarang terduduk menyender di tiang sambil melihat dengan mata berkunang live action pertarungan satu cewek vs tujuh preman . "Siapa perempuan itu?" batin Sinta.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD