[2] Mati Kau!

1918 Words
Menjelang malam, Redo memilih menginap di hotel. Tubuhnya tidak bisa dipaksa untuk terus mengemudi tanpa tahu tujuan. Matanya mulai terasa perih karena semalaman terpaksa begadang. Ditambah, dia harus mulai memikirkan menata hidup baru. Tidak mungkin dia terus berkendara tanpa tujuan pasti. Saat berbaring di kasur, punggungnya seperti bertemu dengan tempat yang paling nyaman. Rasa pegal itu berangsur menghilang dan tubuhnya mulai relaks. Ini pertama kalinya Redo kabur dari rumah. Dulu, dia masih sering memaksakan diri untuk pulang meski di sana tidak ada siapa-siapa. Mungkin ini puncak dari kekecewaannya terhadap orangtuanya. Memikirkan orangtuanya d**a Redo kembali sesak. Dia merasa tidak memiliki orangtua, hanya orang yang memfasilitasi dirinya, tidak lebih dari itu. Dari kecil, dia selalu diantar sopir hingga beberapa temannya menganggap sopir itulah papanya. Saat penerimaan rapor juga seperti itu, pembantu di rumahnya yang mengambil. Sedangkan orangtuanya, tidak mau repot-repot meluangkan waktu untuk mengambil rapor. Bertanya nilai Redo saja tidak. Wajar kalau Redo merasa tidak memiliki orangtua. Selain itu, dia juga tidak memiliki saudara atau teman yang bisa diajak curhat. Satu-satunya gadis yang peduli kepadanya hanya Auryn. Sekarang, gadis itu menjauh untuk mengejar kebahagiaannya sendiri dan Redo ditinggalkan. “Auryn,” gumamnya sambil membayangkan wajah cantik dengan bando di kepala. Redo seketika bangkit dan menggapai ponsel di nakas. Dia melakukan sambungan video call. Dia rindu gadis itu. “Halo, Do.” Wajah Auryn mulai terlihat, dengan mata yang sesekali terpejam. “Gue ganggu, ya?” “Gue mau tidur.” “Boleh minta waktunya bentar?” Redo berharap Auryn mau memberikan sedikit waktu untuknya. “Oke. Ada apa?” Wajah Redo berubah semringah. Lelah di tubuhnya entah sekarang menghilang ke mana. Dia duduk bersial sambil terus memperhatikan wajah Auryn. “Gue kangen, Ryn. Gimana kabar lo?” Auryn terlihat geleng-geleng seolah tidak percaya jika Redo merindukannya. “Kabar gue baik. Lo?” “Emm. Nggak pernah lebih baik.” “Ada masalah? Gue sama Virgo besok ke tempat lo, ya.” Redo menunduk dengan senyum kecut. Andai hanya Auryn saja yang datang, pasti Redo akan menyambut dengan gembira. Namun, gadis itu selalu melibatkan Virgo dan Redo tidak ingin banyak merepotkan orang lain. “Gue nggak apa-apa kok,” jawab Redo dengan senyum terpaksa. “Setelah lihat wajah lo, masalah gue jadi ilang.” “Gombal!!!” “Beneran.” Keduanya saling diam, memperhatikan wajah lawan bicaranya masing-masing. Redo tidak tahu mengapa bisa menyayangi Auryn begitu dalam. Mungkin hanya gadis itu yang tidak terpengaruh dengan uangnya. Mungkin hanya gadis itu yang berlaku apa adanya, dan Redo butuh seseorang seperti itu. “Lo ngelamun, Do?” Pertanyaan itu membuat Redo tersentak. Dia menggeleng pelan dan berusaha tidak terlarut dengan kenangannya bersama Auryn. “Gue cuma lagi mikir, kok lo kelihatan jelek sekarang?” “What!!!” Auryn menepuk pipinya beberapa kali. “Beneran gue makin jelek?” Redo mengangguk dengan senyum tertahan. “Iya, lo makin jelek. Nggak secantik dulu.” “Gawat, nih, kalau sampai dia ngejauh dari gue.” “Siapa yang lo maksud?” tanya Redo penuh selidik. Bukannya menjawab, Auryn malah menutup mulut sambil menggeleng. “Bukan siapa-siapa, kok,” jawab Auryn dengan suara pelan. “Omongan lo barusan serius?” Sebenarnya Redo penasaran siapa yang dimaksud “dia” oleh Auryn. Mungkinkah Auryn dan Yohan CLBK? Namun, sepertinya tidak. Redo kerap kali melihat Auryn menjauh dari Yohan. Jangan-jangan Virgo, batinnya. “Redo!!” Lagi-lagi Redo terlarut oleh pikirannya sendiri. Dia terkekeh kemudian menggeleng pelan. “Gue cuma bercanda. Jangan serius kayak gitu.” “IHHH NYEBELIN LO.” “Tapi ngangenin nggak?” tanya Redo ingin tahu. “Gak sama sekali. Bye.” Auryn memutus sambungan secara sepihak. Redo terkekeh karena ulah gadis itu. Setelah berkomunikasi dengan Auryn, Redo merasa jauh lebih baik. Inilah yang dia butuhkan, ketika mengobrol tanpa tujuan tapi bisa membuat perasaan nyaman. Bukan obrolan masalah bisnis yang membuat Redo harus mundur teratur. Sayangnya, orangtua Redo tidak memberi itu.   ***   “Nanti jemput saya di sekolah, ya, Pak. Makasih!!” Ayesha secepat kilat turun dari mobil sambil mendekap laptop. Dia berlari menuju SMA Graha Buana yang mulai sepi itu. Ini semua gara-gara sakit perut yang tidak tahu waktu itu. Belum lagi jarak rumahnya dengan SMA elit itu cukup jauh. “Nah, itu Ayesha!!” Dari kejauhan Nala melambaikan tangan. Ayesha mempercepat larinya lalu berdiri di depan Nala dengan napas memburu. “Belum dimulai, kan, acaranya?” “Belum. Bu Kinanti masih ngobrol sama kepala sekolah.” Ayesha mengembuskan napas lega. Hari ini, dia mengikuti workshop kewirausahaan. Lebih tepatnya dia ditunjuk mewakili sekolah untuk mengikuti acara itu. Ayesha yang cukup pandai dibidang seni, diharapkan bisa membagi ilmunya kepada siswa lain. Tentu, karya itu nanti bisa menghasilkan uang untuk menambah uang jajan para siswa. “Gila. Cowok-cowok sini ganteng-ganteng. Lo, sih, datengnya telat,” bisik Nala. “Kita ke sini mau workshop. Bukan nyari cowok ganteng.” Ayesha tidak habis pikir dengan Nala, masih sempat-sempatnya mencari cowok tampan. “Sambil menyelam minum air nggak apa-apa.” Nala terkikik atas pemikirannya itu. Dia lalu mengedarkan pandang dan melihat beberapa siswa sedang berolahraga. Tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu, Nala langsung menarik Ayesha mendekati lapangan. “Nah, gue butuh vitamin C kayak gini.” “Vitamin cowok maksud lo?” tebak Ayesha. “Iyalah. Moga aja acara workshop-nya diundur. Jadi bisa lihat cowok-cowok main basket.” Ayesha geleng-geleng, ada-ada saja tingkah sahabatnya ini. Sambil menunggu Bu Kinanti dan menemani Nala mendapat vitamin C, Ayesha memilih mengedarkan pandangan. Dia menatap bangunan sekolah yang melingkari lapangan ini, terlihat megah dan kokoh. Sekolah ini juga cukup asri karena terdapat pohon palem di beberapa spot. Lalu perhatian Ayesha tertuju ke arah lapangan. Dia melihat cowok-cowok berseragam merah sedang bermain basket. Namun, ada satu yang terlihat berbeda, seorang cowok justru hanya berdiri sambil menengadah. “Tuh cowok nggak kesambet, kan?” gumamnya. “Cowok yang berdiri itu?” Sepertinya Nala juga memperhatikan cowok aneh itu. “Iya. Yang lain main basket dia malah diem. Moga-moga aja dia kena bola, biar sadar.” Beberapa detik setelah Ayesha mengucapkan itu, cowok itu menoleh ke arahnya. Seketika Ayesha mundur, takut ucapannya terdengar di telinga cowok itu. “Dia nggak denger omongan gue, kan?” Nala ikutan mundur karena cowok itu menatap ke arahnya. Tatapannya terlihat dalam dan membuat nyalinya mengkerut. “Kayaknya, sih, enggak. Tapi kok dia ngelihatin kita, ya?” “Nala, Ayesha. Ayo!!” Suara Bu Kinanti menyadarkan dua gadis itu dari rasa takutnya. Tanpa buang waktu lama, Ayesha dan Nala langsung ngibrit mengikuti Bu Kinanti.   ***   “REDO AWAS!!” Mendengar teriakan itu Redo langsung menunduk. Sepersekian detik, bola basket itu lewati kepalanya dan memantul ke lantai lapangan. Cowok itu mengusap rambutnya yang mulai memanjang lalu berdiri tegak. “Bengong mulu lo.” Lanang—ketua kelas Redo mengingatkan. “Bosen gue.” “Tumben bosen main basket.” Redo memilih tidak menjawab dan menepi di pinggiran lapangan. Beruntung guru olahraganya sekarang tidak hadir, jadi dia bebas bertindak sesuka hati. Dia berdiri sambil menatap sinar matahari yang begitu terik ini. Sebenarnya hari ini dia tidak masuk sekolah. Kamar hotel yang nyaman dengan AC yang dia set super dingin membuatnya enggan beranjak. Namun, dia tiba-tiba ingat Auryn dan ingin bertemu dengan gadis itu. “Jam olahraga masih lama nggak, nih? Laper gue!!” teriaknya kepada teman-temannya. Lanang yang sedang mengoper bola langsung menoleh. “Jangan ke kantin. Nanti gue yang kena marah.” Redo mengacak rambutnya. Sial, sekali disaat lapar seperti ini dia tidak bisa ke kantin. Bisa saja dia nekat ke tempat itu, tapi dia terlalu sering membuat Lanang kena omelan guru karena ulahnya. Daripada terus berdiam seperti ini, Redo memilih berdiri di antara teman-temannya. Teman-temannya mengira dia akan ikut bermain. Namun, yang dia lakukan justru merentangkan kedua tangan sambil mendongak menatap matahari. “Lo kayak bule nantang matahari!” ucap salah satu temannya. Sayangnya Redo tidak peduli dengan omongan orang. Dia memejamkan mata dan merasakan sinar matahari yang mulai terasa membakar itu. Awalnya dia merasa tenang, karena sesekali angin berembus menyejukkan. Namun, dari ekor matanya dia merasa ada seseorang yang memperhatikan. Seketika Redo membuka mata dan menoleh ke arah pintu masuk sekolah. Di sana ada dua gadis berseragam biru kotak-kotak tengah menatapnya. Redo mengernyit, merasa tidak asing dengan gadis berkucir kuda itu. Dia terus memperhatikan dan gadis itu malah mundur ketakutan. Kayaknya cewek yang kemarin, batinnya. Redo hendak melangkah tapi dua cewek itu justru berlari menjauh. Dia terus memperhatikan hingga dua cewek itu menghilang ke serambi kiri sekolah. Redo mengangkat bahu tak acuh, merasa dia hanya salah lihat. Selanjutnya, dia kembali menantang matahari tanpa peduli kulitnya menghitam atau keringat yang keluar dari tubuhnya.   ***   Workshop dilakukan di salah satu alua SMA Graha Buana. AC yang terus dibiarkan menyala lama-lama membuat ruangan itu begitu dingin. Ayesha yang merasa sensitif dengan udara dingin mulai bergerak-gerak. Bu Kinanti yang duduk tepat di sampingnya seketika menoleh dan memberi tatapan tajam. “Diam, Ayesha.” Ayesha mengangguk pelan. “Tapi, Bu, saya pengen pipis.” “Ya sudah cepet ke toilet. Nggak pakai lama.” Setelah mendapat izin, Ayesha segera keluar dari ruangan super dingin itu. Sampai di luar, dia merasa hawa begitu panas tapi setidaknya ini lebih baik baginya. Ayesha lalu berjalan menjauh sambil mengedarkan pandang. Dia tidak tahu di mana toiletnya, padahal dia hampir ngompol. Tanpa sadar dia melewati arah pintu masuk tadi. Dia mengedarkan pandang dan melihat lapangan basket itu telah sepi. Dia kemudian terus berjalan hingga melihat beberapa siswa keluar sambil membawa baju olahraga. Ayesha berlari dan bersyukur karena ada bilik toilet yang kosong. Setelah menyelesaikan urusan alamnya, dia berjalan pelan sengaja mengulur-ulur waktu. Dia tidak betah di ruangan dingin seperti itu. “Lo bukan anak sekolah sini, kan?” Suara berat itu mengejutkan Ayesha. Dia menoleh dan melihat di pojok lapangan ada seorang cowok sedang duduk bersila. Ayesha memperhatikan cowok itu dengan saksama. Hingga dia menyadari cowok itu adalah cowok aneh yang berdiri menantang matahari. Serta cowok sombong yang kemarin mengusirnya dari mobil. “Lo!!” tunjuk Ayesha. Redo tidak banyak memberi respons, hanya menatap gadis berkulit putih itu. “Nggak nyangka ketemu lo setelah kemarin lo tiba-tiba masuk mobil gue.” “Gue udah minta maaf, ya!” ucap Ayesha tidak terima. “Ternyata lo anak sini. Pantes sombong.” “Kalimatnya seolah anggep semua anak di sini sombong.” Redo perlahan bangkit dan berdiri lima langkah dari Ayesha. Cowok itu menatap gadis mungil itu, hingga tatapannya tertuju ke name tag yang tertera, Ayesha Salsa Parulina. “Lo ngapain di sekolah ini?” tanya Redo penasaran. “Gue ada workshop!” Ayesha mundur beberapa langkah. Dia kembali menyadari tatapan cowok itu cukup tajam. Biasanya dia bisa mengontrol diri sendiri, tapi kali ini dia takut. “Gu.. gue.. balik dulu.” Redo terus memperhatikan Ayesha yang kembali ketakutan itu. “Lo yang kemarin salah mobil gue, kan? Kok lo mendadak ketakutan gini.” “Ehh. Siapa yang takut?” tantang Ayesha dengan kedua tangan meremas ujung roknya. “Lo. Padahal lo kemarin ngatain gue sombong.” “Lo denger?” Ayesha mengerjab tidak percaya. Redo tersenyum miring dan itu membuat Ayesha semakin ketakutan. Cowok berseragam olahraga itu maju dua langkah dan mengulurkan tangannya. “Nama gue Redo,” ucapnya. “Image sombong udah hilang, kan, dari diri gue?” Ayesha tidak merespons. Harusnya dia berlari menuju aula dan mengikut workshop dengan serius, bukan mengobrol dengan cowok ini. Redo mendekat kemudian memutar tubuh Ayesha. “Udah sana ikut workshop. Kalau mau kenalan dilanjutin nanti.” Ayesha seperti robot yang bergerak karena bantuan. Pundaknya didorong pelan oleh Redo, dan barulah dia berjalan. “Bye, Ayesha Salsa Parulina!!” teriak Redo dari kejauhan. MATI KAU AYESHA!!!
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD