1

1784 Words
Hari terus berlalu tanpa pernah berhenti dan bulan silih berganti tanpa adanya keraguan, membuat banyak perubahan yang terjadi pada kehidupan semua orang. Termasuk apa yang terjadi pada seorang wanita paruh baya yang tengah terbaring lemah di brankar rumah sakit akibat mengalami koma karena penyakit yang menggerogoti tubuhnya. Wanita itu tak lain dan tak bukan adalah Ibunda dari seorang Reza Vareli Abraham, Arini Abraham. Di sebuah ruangan yang ada di rumah sakit, seorang pemuda tengah terduduk sembari menggenggam tangan sang Ibunda. Selama satu bulan lebih, ia menyelesaikan semua tugas kantor di rumah sakit sembari menemani Ibunda yang masih dalam keadaan koma. Saat hendak tertidur, ia terlunjak kaget karena merasa tangan yang di genggamannya bergerak. Seolah tak percaya apa yang sedang terjadi, mulutnya terbuka sembari memerhatikan kelopak mata Arini yang mulai terbuka dengan perlahan.   "Re ... Za!" Arini memanggil anaknya dengan terbata-bata karena mungkin otot di sekitar rahangnya belum bisa berfungsi seperti sedia kala.   "Iya, Ma, ini Reza. Sebentar, aku mau memanggil Dokter," ucap Reza lalu beranjak untuk memanggil dokter.   Dokter Andra, seseorang yang menjadi kepercayaan keluarga Abraham untuk menangani Arini selama memasuki kamar perawatan bersama dengan seorang suster tidak lama setelah Reza memanggilnya. Beliau memeriksa keadaan Arini yang telah berhasil melewati masa kritisnya. "Dok, bagimana keadaan Mama?" tanya Reza khawatir. Dokter Andra tersenyum. "Keadaannya mulai normal setelah mengalami koma," jawab Dokter yang membuat Reza bernapas lega. "Terima kasih, Dok, telah merawat Mama dengan sangat baik." "Sama-sama. Sudah kewajiban Saya untuk merawat Nyonya Arini karena beliau adalah seorang pasien yang harus ditangani dengan baik agar bisa segera pulih. Kalau begitu, Saya permisi karena masih ada pasien yang harus saya tangani." Selepas Dokter Andra meninggalkan ruang perawatan Arini, Reza merogoh saku celananya kemudian menghubungi sang Ayah guna memberitahu jika Arini telah sadar dan keadaannya akan segera pulih. Setelah itu, ia kembali menghampiri Arini yang masih terbaring. Ia menyunggingkan senyuman terbaik yang bisa ia lakukan sebelum duduk di kursi yang dekat dengan brankar Arini. "Reza?" "Iya, Ma?” "Mama punya sebuah permintaan, apakah kamu akan memenuhinya?" "Apa pun itu, Ma. Memangnya, Mama menginginkan apa?" "Mama mau melihatmu menikah sebelum hari kematian menjemput. Kamu bersedia, 'kan, untuk memenuhinya?" Mendengar permintaan itu membuat Reza membuang napas panjang. Tidak mungkin Reza harus menikah dalam waktu. Karena untuk memilah calon istri saja, ia tak memiliki waktu dan juga takkan bisa menikahi wanita yang tidak ia cintai. Sewaktu masih duduk di bangku sekolah, ia selalu memimpikan jika suatu saat nanti akan menikah dan bahagia bersama wanita yang ia cintai. Jika menikah tanpa adanya landasan cinta, ia ragu jika hubungannya akan bertahan lama sebab pernikahan itu ibarat sebuah rumah. Jika tak ada pondasi yang melandasi, niscaya rumah itu tidak akan bertahan lama. Begitu pun dengan pernikahan. Jika tak ada cinta yang melandasi, bagaimana pernikahan akan bertahan lama? Reza menatap netra Arini dengan lekat sambil memegang tangannya. "Ma, aku belum memiliki kekasih. Bagaimana caraku menikah?" "Kamu tidak harus memiliki kekasih untuk menikah. Lagi pula agama kita melarang untuk mendekati perbuatan zina dan pacaran itu termasuk zina." "Ma, ada saatnya aku akan menikah, tapi tidak dalam waktu dekat. Karena aku punya banyak pekerjaan di kantor yang membuat ruangku mencari calon istri berkurang." "Apa gunanya Derian kalau kamu tidak meminta bantuannya untuk mengurus semua pekerjaanmu?" "Aku juga ...." "Kenapa lagi? Kalau memang ruangmu sempit, cobalah meminta bantuan Derian untuk mencarikanmu calon istri yang sangat sesuai untukmu," sanggah Arini hingga memotong ucapan Reza. Jika sudah seperti itu, tak ada yang bisa Reza lakukan. Semakin ia membantah perkataan Arini, maka ia akan mendapatkan dosa yang melimpah. Ia memilih bungkam dan terus menyaksikan otak serta hatinya yang tengah beradu argumen untuk membantu Reza dalam menentukan pilihan. Sungguh. Ia sangat bingung menghadapi permintaan sulit yang diajukan oleh Arini padanya. Jika saja mencari seorang wanita yang bisa langsung dicintai semudah mencari upil, akan ia lakukan saat itu juga tanpa harus berdebat dengan Arini. Sambil terus berpikir, Reza berjalan ke arah pintu agar bisa segera keluar dari ruangan itu dengan membiarkan Arini menetralkan hati serta pikirannya yang membuatnya dilanda kebingungan. Ia duduk di kursi sambil memijit pelipisnya karena merasa pusing. Memikirkan semua permintaan yang diajukan Arini membuat kepalanya terasa ingin pecah. Merasa cukup untuk berpikir, ia memilih untuk bertolak ke rumah Derian guna meminta bantuan seperti saran yang sempat Arini beri tahu. Dengan menempuh perjalanan yang lumayan panjang, akhirnya ia tiba di kediaman Derian. Reza segera turun lalu berjalan beberapa langkah sampai berhenti tepat di depan pintu rumah Derian. Ia mengetuk pintu, tetapi tak ada respon dari sang empunya rumah. Saat hendak mengetuk pintu yang kesekian kalinya, urung ia lakukan karena pintu telah terbuka menampakkan sosok wanita yang telah resmi menyandang status sebagai istri sah dari seorang Derian Ferdinan Saputra beberapa minggu yang lalu. "Derian ada?" "Ada, silakan masuk," kata Tiara mempersilakan. Reza masuk lalu duduk di sebuah sofa yang ada di sana sembari menunggu Derian yang tengah dipanggil oleh Tiara. Netranya memerhatikan sebuah bingkai foto besar yang terpajang di sana. Terlihat Derian dan Tiara sangat bahagia dengan pernikahan mereka. Akankah ia dapat merasakan betapa bahagianya sebuah pernikahan jika sang wanita saja tak ia cintai? Ah, semoga saja ia bisa merasakan itu. "Tumben ke sini," ucap Derian mengagetkan Reza yang tengah melamun sesaat setelah melihat foto pernikahan Derian dan Tiara. Reza mengubah posisi duduknya guna nyaman saat bercerita pada Derian tentang segala kegundahan yang ia rasakan. "Iya, ada suatu hal yang harus aku bicarakan denganmu." "Ada apa, Za? Sepertinya masalah serius." "Bantu aku menemukan calon istri," ucap Reza hingga membuat Derian terlunjak kaget. Derian menatap Reza dengan lekat. “Kamu pikir mudah? Susah, Reza. Aku saja tak tahu bagaimana tipe wanitamu."   Untuk kesekian kalinya, Reza kembali menghela napas panjang. Mendengar jawaban Derian, justru semakin membuatnya merasa pusing. Di mana lagi ia harus mencari bantuan, selain di sana. Hati kecilnya berkata jika hanya mereka yang mampu membuatnya keluar dari lingkaran masalah ini. Tiara yang tadinya hanya diam sambil menyimak obrolan, kini ia mengeluarkan saran yang membuat Derian maupun Reza sama-sama bergeming. "Bagaimana kalau kamu menikah dengan Vanessa? Kamu masih ingat dia, bukan?" Baik Reza maupun Derian saling menatap satu sama lain. Saran yang dikatakan oleh Tiara tak ada salahnya jika dicoba. Namun, ia tak begitu yakin jika wanita yang bernama Vanessa akan menyetujui permintaan mendadaknya. Tanpa berpikir panjang, mereka mengunjungi tempat Vanessa bekerja. Dengan menempuh jarak sekitar setengah jam, akhirnya mereka tiba di sebuah butik ternama milik Vanessa. Mereka berjalan beriringan memasuki butik dan disambut oleh beberapa pegawai yang bekerja di sana. "Vanessa ada di dalam, bukan?" "Ada, Bu," jawab karyawan. Semua karyawan butik Vanessa memang sudah sangat mengenalnya, karena ia sering ke sana untuk mengunjungi Vanessa, sahabatnya. "Di mana dia?" tanya Tiara. "Di ruangannya, Bu." Tanpa berlama-lama, mereka kembali berjalan dengan Tiara yang memimpin jalan. Begitu tiba di depan pintu ruangan, Tiara langsung mengetuk pintu sambil mengucapkan salam. Setelahnya, Tiara memutar knop pintu dan menampakkan seorang wanita yang tengah sibuk menggerakkan jarinya untuk menggambar sebuah desain pakaian yang tengah banyak digandrungi para pribumi. Tepat di belakang Tiara, Reza tengah berkeringat dingin karena harus mengutarakan semuanya hari ini pada wanita yang belum lama ini ia kenal. Bahkan sekarang adalah pertemuan keduanya dengan Vanessa, pantaskah ia langsung mengajak wanita itu untuk segera bersanding dengannya? Ah, memikirkan itu saja membuat keringat Reza semakin bercucuran. "Eh ... aku pikir kamu sendiri, Ra, ternyata ada mereka juga," kata Vanessa saat menyadari kehadiran mereka bertiga. Ia bangkit dari duduknya lalu mempersilakan tamu tak diundangnya untuk duduk di sofa yang memang sengaja ia sediakan khusus untuk tamu seperti Tiara dan yang lainnya. "Ada perlu apa kalian datang ke sini?" tanya Vanessa dengan sebuah senyuman di akhir kalimatnya. Tanpa berbasa-basi, Derian mulai menjelaskan maksud tujuannya mengunjungi Vanessa. "Sebaiknya kita membicarakan hal ini di tempat lain, bagaimana?" usul Tiara yang diangguki oleh Derian dengan cepat. Karena ia memang merasa harus membicarakan itu di tempat yang bisa memesan makanan sebab perutnya tengah keroncongan di saat Reza menemuinya di rumah. Reza memutar bola matanya malas lalu menghela napas. Mengapa Tiara memberi usul yang begitu tak penting? Jika saja ia tahu mereka akan membicarakan hal ini di tempat lain, maka ia pastikan hanya akan mengirimi Vanessa sebuah pesan agar menemui mereka di sebuah tempat. Daripada setelah ia menempuh perjalanan yang jauh, tetapi saat tiba di sana, mereka akan pergi juga. Tak ingin berlama-lama, Reza segera keluar dari butik tanpa menunggu mereka semua. Ia menoleh ke arah kiri dan melihat Tiara, Derian, dan juga Vanessa yang sedang berjalan ke arah kendaraan yang ia bawa. Ia pikir, Derian membuka pintu di samping kemudi untuk dirinya sendiri, tetapi dugaannya salah. Karena Derian membukakan pintu untuk Vanessa. s**l. Ia pasti tidak akan bisa bernapas dengan normal. "Rez, tunggu apa lagi? Ayo, jalan!" ucap Derian dari kursi belakang mengagetkan Reza yang masih berusaha mengatur detak jantungnya. Selama perjalanan, hanya terdengar suara canda-tawa dari Derian dan juga Tiara serta suara helaan napas berat yang berulang kali terdengar. Dengan menempuh perjalanan sekitar sepuluh menit, mereka tiba di sebuah restoran ternama milik keluarga Reza. Mereka masuk dan mengambil tempat di sebuah ruangan khusus yang diperuntukkan untuk sekelompok orang yang ingin melakukan obrolan penting, seperti mereka berempat. Baru saja mereka duduk di sofa, Vanessa kembali menanyakan perihal penting yang dimaksud oleh Derian. Apalagi selama di perjalanan, ia hanya fokus memikirkan apa yang sebenarnya ingin mereka katakan. "Sebaiknya sekarang kita makan dulu," ucap Derian sambil memberi kode pada Reza. Dengan menunggu sekitar sepuluh menit, pesanan mereka akhirnya datang lalu mereka menyantapnya dengan halap hingga tandas. Tak lama setelah selesai makan, akhirnya Reza memulai pembicaraan. "Vanessa, aku tahu kita baru kenal, tapi aku menginginkan kamu menjadi istriku," ujar Reza sambil mengeluarkan cinci berlian yang ada di sakunya. "Lelucon kamu sangat tidak lucu, Reza." "Aku serius." "Maaf, aku tidak bisa." "Iya, kita memang baru kenal, tapi aku mohon, jadilah istriku. Aku melakukan semua ini demi Mama. Dia sedang sakit keras dan memintaku untuk segera menikah," terang Reza memaparkan segala sesuatu dengan harapan Vanessa dapat menerima lamarannya. "Kenapa harus aku? Kenapa tidak mencari wanita lain?" Reza menggeleng. "Aku sama sekali tidak memiliki kandidat lain selain dirimu." Vanessa menghela napas panjang. "Tapi, pernikahan bukanlah permainan, Za." "Iya, aku tahu itu. Bahkan aku tidak pernah berpikiran untuk bermain-main dengan pernikahan yang sakral." "Jadi?" "Kita menikah." "Kita tidak saling mencintai." "Pernikahan kita memang tanpa cinta, tapi aku berjanji akan menjadi suami terbaik untukmu." Melihat perjuangan Reza hampir berhenti, Derian segera menyela percakapan mereka. "Kamu mau, kan, menikah dengannya demi Tante Arini?" Vanessa semakin dibuat bingung. Ia tak tahu harus menjawab apa karena jujur saja, ia tak pernah memimpikan akan menikah dengan cara seperti ini. Ini benar-benar di luar ekspektasinya. "Mama baru sadar dari koma dan aku tidak tahu dia akan bertahan dengan kembali koma atau akan pergi meninggalkanku," ucap Reza lirih. Setelah memikirkan segala sesuatu yang akan ia tanggung di kemudian hari, akhirnya Vanessa memutuskan sesuatu. "Iya, aku mau menjadi istrimu."    
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD