3

1580 Words
Sekarang adalah resepsi pernikahan Reza dan juga Vanessa. Dengan memakai gaun berwarna pink, Vanessa terlihat begitu menawan disandingkan dengan Reza yang memakai tuxedo berwarna senada dengan gaun yang dipakai oleh Vanessa. Begitu banyak tamu undangan yang datang. Di antaranya adalah teman bisnis orang tua Vanessa dan juga Reza. Sama seperti setelah akad nikah, sekarang pun banyak yang mengucapkan selamat dan berdoa untuk kebahagian mereka berdua. Bahkan lebih banyak daripada saat akad nikah. Vanessa masih sangat tidak menyangka jika dirinya telah melepas status lajangnya dan menjadi istri seorang CEO muda. Setelah acara selesai, mereka kemudian menuju kamar yang dipersiapkan khusus untuk mereka. Vanessa mulai melepaskan segala riasan yang menempel pada tubuhnya. Namun, ia merasa kesusahan untuk menurunkan ritsleting gaun yang masih melekat pada tubuhnya karena tangannya tak sampai. Ia berniat untuk meminta bantuan pada Reza, tetapi terlambat karena pria yang berstatus sebagai suaminya itu telah memasuki kamar mandi. Dengan bersusah payah, ia berusaha melepaskannya sendiri. "Kalau tidak bisa melakukannya, mintalah bantuan padaku. Jangan diam saja, karena bagaimana aku bisa tahu kamu butuh bantuan kalau tidak memberitahukannya?" kata Reza sembari membantu Vanessa. Vanessa menghela napas lalu memutar bola matanya dengan malas. "Tadi aku ingin meminta bantuanmu, hanya saja kamu sudah mandi." "Wajar kalau aku mandi, seharian ini kita ditempeli banyak kuman." "Setidaknya kamu membantuku sebelum mandi, Mas." "Tunggu ... tadi kamu memanggilku apa?" "Ma ... Mas." "Atas dasar apa kamu memanggilku seperti itu?" "Rahasia," kata Vanessa lalu menjulurkan lidahnya di akhir kalimat. Ia berlari karena Reza hampir saja menyubit pipinya, aksi kejar-kejaran di antara mereka tak dapat terelakkan. Bukan Vanessa namanya jika ia harus menyerah begitu saja pada tangan pria yang mengejarnya. Di saat Vanessa sibuk berlari, Reza justru tinggal bergeming sambil memerhatikannya. Tak lama kemudian, Reza menawarkan kesepakatan, jika ia atau Vanessa yang menang, maka akan mendapat sebuah hadiah, yaitu mewujudkan tiga permintaan. "Dapat apa, ya?" Vanessa menggesekkan jarinya di dagu seperti orang yang sedang berpikir keras. Saat ia masih berpikir, Reza berdecak sambil bersedekap dan menunggu Vanessa yang masih sibuk memikirkan apa yang pantas Reza dapatkan jika berhasil menangkap dirinya. Reza menyunggingkan senyum penuh kemenangannya sambil bersiap lari untuk mengejar dan menangkap Vanessa. Dalam hati, Vanessa juga mulai berhitung mundur dari angka tiga untuk menghindari kejaran Reza. Sepertinya, Dewi Fortuna tidak berpihak pada Vanessa kali ini karena Reza berhasil menangkap dan ia mengakui kekalahannya. Reza menangkap Vanessa dengan cara memeluknya dari belakang hingga tak berapa lama kemudian, ia menyadari posisi mereka terlihat lebih intim sebelum menangkap Vanessa. Ia berdeham untuk mencairkan suasana yang sempat berlangsung canggung. "Sudah, lebih baik kita tidur." Vanessa mengangguk setuju. "Mas, kamu yang tidur di kasur, biarkan aku yang di sofa," ucap Vanessa memberi usul pada pria yang telah berstatus sebagai suaminya itu. Reza mengernyit karena bingung. Lagi pula, kamar hotel yang mereka tempati disewakan khusus untuk mereka berdua. Bukan hanya untuk salah seorang di antara mereka. Namun, entah kenapa Vanessa memberi usul yang begitu konyol di pikiran Reza. "Tidak! Kamar ini untuk kita berdua. Jadi, kita harus tidur berdua di atas tempat tidur," Reza menghela napas panjang, "kita tidur bersama agar tidak ada yang tidur di sofa," lanjutnya. "Tidak perlu, Mas. Aku bisa tidur di sofa saja." Reza kembali berpikir. Jika terus berdebat tentang siapa yang berhak tidur di sofa, mau sampai Zayn Malik kembali pada pelukan Perrie Edwards sekali pun, tidak akan ada habisnya. Ia mendapat ide dan langsung mengutarakannya pada Vanessa. Ia memanfaatkan kemenangannya tadi untuk mendapat kesepakatan lagi. "Baiklah, lebih baik sekarang kita tidur berdua, anggap ini permintaanku yang pertama karena berhasil menangkapmu tadi," kata Reza dengan yakin. Karena Vanessa adalah orang yang selalu memegang teguh apa yang telah ia ucapkan, mau tidak mau, ia harus menurutinya. "Ya sudah, permintaanmu tersisa dua lagi," ingat Vanessa agar Reza tidak lupa dengan jumlah sisa permintaannya. Reza mengangguk setuju. "Satu permintaan lagi. Jawab pertanyaan aku!" "Apa?" "Kenapa kamu memanggilku dengan sebutan Mas?" tanya Reza karena ia benar-benar penasaran dengan alasan Vanessa yang sebenarnya. Tadi ia juga sempat menanyakan ini, tetapi Vanessa langsung berlari sambil menjulurkan lidahnya. "Karena kamu sudah menjadi suamiku. Jadi, aku harus menghormatimu. Kalau aku masih memanggilmu dengan nama, sama saja kalau aku tidak menghormatimu," jawab Vanessa dengan jujur. Jauh di lubuk hati Reza, ia senang mendengar jawaban Vanessa, tetapi ia segera menepisnya. Ia tidak mungkin memiliki perasaan pada Vanessa. Bahkan, mereka menikah tanpa dilandasi cinta. Mereka berdua tidak akan pernah tahu akan dibawa ke arah mana hubungan mereka. Hanya waktu yang dapat memberi tahu semuanya. Dan mereka hanya bisa melaksanakan amanah itu agar tidak dijuluki dengan sebutan anak durhaka dan juga agar Arini merasa senang. "Oiya, ini 'kan, malam pertama." Kening Vanessa berkerut. "Ada apa dengan malam pertama?" "Kita anu, yuk?" Vanessa mendadak menjadi salah tingkah karena mendengar ucapan Reza. Ia juga takut karena memang belum siap untuk melakukan itu. Reza juga tidak mungkin melakukan hal itu bersama Vanessa jika sama sekali tidak mendapat izin. Lagi pula, pernikahan mereka juga terjadi karena sebuah kesalahan yang ia lakukan. Jadi, tidak mungkin rasanya bila ia harus mengambil mahkota yang Vanessa miliki. Sebelum Vanessa naik ke tempat tidur, Reza kembali berbicara dan mengutarakan keinginannya untuk melihat rambutnya yang tertutupi oleh hijab yang ia pakai. "Permintaan terakhir ... aku boleh tidak, melihat rambutmu?" Vanessa mengangguk mengiakan sambil membuka hijab yang ia pakai. Tak lama kemudian, terlihat rambutnya yang panjang dan terawat. Walaupun ia memakai hijab, tak lantas membuatnya tidak merawat rambut. Ia justru semakin aktif merawat rambutnya setelah memakai hijab. Setelah melakukan permintaan ketiga sang suami, Vanessa akhirnya ikut membaringkan tubuhnya di samping Reza yang sudah masuk ke alam mimpinya terlebih dahulu. Tak lama kemudian, ia menyusul Reza di alam mimpi. Di jam tiga pagi, Vanessa terbangun untuk melaksanakan salat malam. Namun, karena belum terbiasa tidur dengan seorang pria, ia kaget melihat Reza tidur di sampingnya. "Astaghfirullah," pekik Vanessa. Pekikan Vanessa berhasil mengusik tidur nyenyak Reza. Dengan setengah sadar, Reza menanyakan alasannya berteriak. Dan karena pertanyaan yang dilontarkan Reza, Vanessa tersadar lalu membatin. Ya Allah, kenapa aku bisa lupa kalau sekarang aku sudah sah menjadi istrinya? Wajar saja kalau aku tidur berdua dengannya malam ini. Vanessa menundukkan kepalanya seraya mengembuskan napas panjang.  "Maaf, aku belum terbiasa melihat Mas tidur bersamaku," kata Vanessa yang dibalas senyuman oleh Reza. "Iya, aku mengerti," kata Reza dengan mata yang masih tertutup. Setelah membuka mata, Reza terlebih dahulu mengumpulkan nyawanya sebelum kembali berbicara. "Kamu mau ke mana?" tanya Reza sambil mengusap kedua matanya yang masih terasa sangat mengantuk. "Aku mau salat malam," jawab Vanessa lalu beranjak dari tempat tidur hotel. Saat hendak melangkahkan kaki, Reza kembali berucap hingga ia memutuskan untuk diam dan mendengarkan apa yang ingin dikatakan oleh Reza. "Kalau ingin salat malam, bangunkan aku. Supaya kita salat berjamaah, karena mulai sekarang sampai seterusnya, aku adalah Imammu," kata Reza yang berhasil membuat kupu-kupu seperti beterbangan di perut Vanessa. Secara spontan Vanessa mengangguk lalu beranjak dari tempatnya berdiri menuju kamar mandi untuk mengambil air wudu. Setelah keduanya menyucikan diri dengan berwudu, mereka menunaikan ibadah salat sunah tahajud dengan Reza yang menjadi imam salat. Seperti pasangan suami-istri pada umumnya, selepas salat, Vanessa mencium punggung tangan Reza kemudian Reza mengecup kening Vanessa. Mereka tak melanjutkan tidur, melainkan mengisi kekosongan sambil membaca kitab suci Al-Qur'an selagi menanti azan subuh. Sesaat setelah menunaikan ibadah solat subuh, mereka baru kembali tertidur untuk memulihkan tenaga karena mereka memang masih sangat lelah setelah melaksanakan resepsi pernikahan kemarin. Tepat pada pukul sepuluh pagi, Vanessa terbangun dari tidurnya dan tanpa menunggu waktu lama, ia bergegas ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Setelah itu, ia membangunkan Reza karena di setelah jam makan siang, mereka akan ke rumah orang tua Reza. "Mas, bangun," ucap Vanessa seraya memukul pelan tangan Reza agar segera bangun. "Iya, sebentar." "Sekarang!" "Lima menit lagi," tawar Reza sambil terus menutup matanya. "Tidak! Ini sudah siang, Mas." Dengan sangat terpaksa, Reza membuka matanya walaupun hanya sedikit, tetapi setidaknya, ia bisa melihat wajah Vanessa yang kusut karena membangunkannya. "Memangnya sekarang jam berapa?" tanya Reza sambil mengucek matanya agar cahaya yang ditangkap pupil matanya bisa menyerap masuk dengan baik. "Jam sepuluh," jawab Vanessa. Reza tersentak mendengar jawaban Vanessa. Dengan cepat, ia bangun dari tidurnya. "Apa? Kenapa tidak membangunkanku dari tadi?" gerutu Reza saat turun dari tempat tidur hotel. Vanessa hanya mengangkat kedua bahunya, "aku juga baru bangun, Mas. Itu pun langsung mandi," jawab Vanessa. Reza mengembuskan napas kesal lalu beranjak menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya. Namun, baru saja ingin melangkah, Vanessa lebih dulu memanggilnya sehingga ia memutuskan membalikkan tubuhnya menghadap Vanessa. "Ada apa?" "Kamu  mau makan apa?" Karena masih kesal dibangunkan lama, Reza menjawab pertanyaan Vanessa dengan ketus. "Terserah kamu," kata Reza dengan ketus lalu kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda menuju kamar mandi. Setelah ritual makan siang kedua pengantin baru usai, mereka segera bertolak menuju kediaman orang tua Reza yang nantinya juga akan menjadi tempat tinggal mereka. Vanessa terlihat takjub dengan kemewahan yang terpatri dari kediaman keluarga Abraham. Mereka berdua berjalan memasuki rumah dan berhenti tepat di ruang keluarga karena di sana telah banyak keluarga Abraham yang menunggu kedatangan mereka. Setiap pengantin baru memang selalu disambut meriah oleh keluarga besar Abraham, semacam tradisi turun temurun yang mereka lakukan. "Akhirnya pengantin baru kita datang," kata seorang wanita paruh baya saat melihat kedatangan Reza dan Vanessa. Ingin rasanya ia langsung beristirahat, tetapi merasa tak enak hati dengan keluarganya sehingga ia rela masih tetap berdiri di samping sofa yang ditempati oleh petuah keluarga Abraham. Ia menghela napas lalu melirik Vanessa yang sedang tersenyum ke arah keluarganya. "Ness, kita ke kamar saja, yuk?" "Untuk?" "Berbenah. Tidak usah berpikir yang aneh." "Memangnya aku pernah berpikiran yang aneh?" Reza menggeleng lalu berpamitan pada keluarganya untuk beristirahat.  
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD