Se-La 2

1919 Words
Selaras langkah 2 Dering suara bel panjang, dan beberapa seruan anak yang sudang tak sabar lagi menunggu jam sekolah berakhir menandakan jika jam pelajaran untuk hari ini sudah selesai. Erin akhirnya bisa bernafas lega saat mengetahui kenyataan itu, terlalu lama berkelut dengan buku dan beberapa esay nyatanya masih saja membuat kepala Erin ingin pecah rasanya. Tak peduli untuk orang berpredikat pintar sepertinya pun tetap masih sama saja, dijejali tulisan dan beberapa materi nyatanya membuat mual bukan kepalang. Jika sudah seperti ini rasanya Erin ingin segera keluar dan mampir di cafe langganannya untuk sekedar menyantap ice krim vanila kesukaannya. "Abis ini lo langsung kemana?" Menoleh kearah sumber suara seraya memasukan semua buku kedalam tasnya, Erin sedikit berfikir sebelum menjawab pertanyaan dari sahabatnya Mili. "Nggak tau, langsung pulang deh kayaknya. Kenapa emang?" Jawabnya sembari beranjak dari tempat dan melangkah keluar. Di ikuti Mili dan juga Riska di belakangnya. Mempercepat langkah dengan raut berharap, Mili kini berjalan mundur di depan Erin juga Riska. "Nggak papa sih, kayaknya dari pada balik, dan ini hari jumat besok libur, kenapa nggak jalan dulu, itung itung ilangin stres lah" tawar Mili menatap kedua sahabatnya. "Gue sih terserah aja, Erin ikut kenapa gue nggak" jawab Riska cuek dengan mata dan jari yang fokus membalas beberapa chat di ponselnya. Riska boleh saja mengikuti apa kata Erin, hanya saja Erin sedikit ragu menerima ajakan dari Mili, karena nyatanya setelah di rumah pun Erin masih memiliki banyak pekerjaan yang harus ia urus, tapi berhubung besok dan lusa memang libur, kenapa tidak ia tanya saja untuk memastikan apakah boleh dirinya jalan dengan kedua sahabatnya atau tidak. Mengeluarkan ponsel dari saku roknya, Erin mulai mengetikan chat untuk seseorang yang bisa ia tebak, saat ini tengah menunggunya di halte persimpangan yang tak jauh dari sekolahnya. Menunggu sembari menimang ponsel "gue nggak tau deh bisa apa nggaknya, secara lo tau kan nyokap gue gimana, kalo nggak dapet ijin ya sory banget, gue kagak ikutan dulu" Raut wajah Mili mendadak berubah saat mendengar penjelasan dari Erin, Mili tau, Erin memang bukanlah gadis bebas seperti dirinya atau gadis seusia mereka kebanyakan. Hanya saja, haruskan terlalu mengurung dan sibuk dengan dunianya, saat usia mereka menginjak masa-masa menyenangkannya?. "Ayolah, please, gue cuma pengen ngajak lo orang ke caffe sahabat gue yang baru buka, gua pengen nyicip kue-kue yang ada di sana" masih tak mau menyerah Mili meringsek meraih tangan Erin dan menggoyangkannya. "Mau ya, please, kita kan jarang keluar bareng, mau ya, ya ya ya?" Ada rasa tak enak untuk menolak permintaan dari sahabatnya ini, namun sulit juga untuk meminta ijin, dan Erin hanya mampu menatap ragu kearah Mili yang sedari tadi merengek, tak peduli banyak pasang mata menatap kearah mereka. Namun raut ragu Erin perlahan berubah saat sebuah balasan chat masuk kedalam ponselnya. Batu : yaudah gue balik. Pulang nggak usah malem! Wajah ragu dan tak enak hati perlahan tergantikan dengan senyum puas yang terpancar dari wajah Erin, tak langsung menjawab, Erin hanya menahan diri untuk tidak langsung mengiyakan permintaan Mili. Merengek bagaikan anak kecil yang meminta mainan pada ibu, dan itu di lakukan oleh cewek populer di sekolah adalah hal langka, dan Erin tak ingin kejadian ini cepat berlalu, yang ia lakukan hanyalah menyiapkan memori di dalam kepalanya untuk menampung sebanyak mungkin rekaman dari perlakuan sang sahabat. "Ayolah Fis. Lo nggak kasian sama gue apa, gue cuma pengen seru seruan sama kalian lagi. Please kali ini mau ya, ya, ya. Gue mohon, demi sahabat cantik plus kesepian lo ini, mau ya?" Tak peduli sebanyak pasang mata menatap heran kearah mereka, dan sepasang daging kenyal yang di sebut bibir membicarakan mereka, Mili masih saja merengek. Pun dengan Erin yang malah semnakin menikmati tiap apa yang di lakukan sahabatnya. "Udahlah mil, lo juga taukan gimana Erin, kalo emang hari ini nggak bisa, besok juga masih ada waktu kan, jangan terlalu maksa lah" tukas Riska yang entah dari mana bisa memberikan tanggapan seperti itu, bahkan ucapannya itu sanggup membuat mili terdiam untuk beberapa saat guna menatap sang sahabat yang biasanya kalem bin lola. Melepaskan genggamannya, Mili mendekat, meletakan punggung tangan di kening Riska dan keningnya secara bergantian. "Lo sehat ka? Tumbenan amat lu bikjak" Menghempas tangan Mili, Riska mendengus kesal "ih apaan sih, gua sehat ya. Lo tuh yang nggak sehat, ngerengek kayak bocah" serunya sembari merapihkan poni yang berantankan. Melihat itu, Erin hanya mendengus menahan lekukan senyum yang tak mampu lagi ia pertahankan. Bergerak mendekat, Erin merangkul kedua sahabatnya, menarik mereka keluar dengan senyum yang sudah mengambang. "Udah lah kalian berisik bener deh perasaan, mending langsung otw aja sebelum siang" Riska dan Mili hanya menoleh tanpa bersuara, dengan kaki yang terseret tak siap, dan sepasang netra menatap cengo. "Jadi kita otw nih?" Ucap Mili yang masih tak percaya jika Erin baru saja mengiyakan ajakannya, walau secara tidak langsung. "Menurut lo?" Jawab Erin dengan sebelah alis terangkat, dan terang saja perlakuannya itu membuat Mili girang bukan main. "Yesss, uhui, otw uy!" Pekik Mili tanpa sadar, tak peduli perlakuannya itu kian membuat banyak pasang mata menatap kearah mereka. "Asal lo yang bayarin!" Selaras langkah Suasana halte yang berada tak jauh dari sekolah Harapan Bangsa, tepatnya di sebuah simpang yang berjarak 100 meter dari gerbang sekolah, seorang siswa tengah menimang ponsel di tangannya, dengan layar yang menampakan sebuah aplikasi chat dan sebuah pesan yang dengan ragu ia kirimkan, menimang apakah dengan menayakan keberadaan sosok yang tengah di tunggunya adalah langlah yang tepat. Atau malah berujung sebuah kata 'kepo' seperti pedoman anak jaman sekarang jika di tanyai perihal sesuatu. Satu kata yang mungkin membuat mereka akan urung untuk menayakan lagi sebuah pertanyaan yang tersimpan. Namun masalahnya, cowok yang terlihat mengenakan seragam kejuruan dari sebuah sekolah terpandang di kota itu, sudah menunggu hampir 20 menit, dan sosok yang di tunggunya tak urung juga datang. Berdecak kesal, Upal, sosok yang sedari tadi duduk di kursi yang tersedia di halte dengan posel di tangannya, mulai berdiri. Menatap sekeliling hanya untuk memastikan apakah sosok yang di tunggunya sudah menampakan batang hidungnya atau belum, namu apa yang ia harapkan sepertinya tak akan terwujud. Jujur sebenarnya ia malas untuk menunggu. Karena nyatanya, menunggu adalah sebuah kegiatan yang cukup menguras waktu yang bisa saja ia gunakan untuk bermain di kamarnya, membongkar dan menghancurkan apa saja barang yang ada di dalamnya, itu adalah pekerjaan Upal. Hanya saja ibunda tercinta nya, nyonya Darellio Anggara, bukanlah sosok yang bisa di ajak debat, terlebih dalam urusan seperti ini, yang mana sang nyonya memiliki kuasa penuh, maka tak akan ada harapan sedikit pun untuk Upal bisa memenangkan perdebatan. dan jika saja Upal membatah barang satu kata pun, bisa di pastikan tunjangan hidup selama 3 bulannya akan di potong. Dan jika itu terjadi, Upal akan mendapat masalah besar. Berdecak untuk kesekian kalinya, Upal kembali menatap layar ponselnya, membaca kembali serangkaian kata yang sudah ia tulis di sana. Bukan kata panjang, hanya sebuah kalimat yang bertuliskan "lo di mana?" Yang mana membuatnya malah kian ragu. Berurusan dengan wanita memang bukanlah keahliannya, dan Upal malas untuk itu. Seolah nasib tengah berpihak padanya, sebuah pesan chat masuk kedalam ponselnya, tepat di sebuah kontak yang sudah akan ia kirim pesan. Bawel : gue di ajak Mili jalan, boleh kagak?, kalo kagak gue langsung balik. Lagi untuk kesekian kalinya Upal berdecak, hanya saja kali ini di ikuti dengan sebuah gumangan malas. "Dari tadi kek, buang waktu aja" menghapus kalimat yang siap untuk di kirim tadi, dan menggantinya dengan sebuah kalimat baru. setelahnya, ia menghentikan sebuah angkot dan memilih langsung pulang. =» selaras langkah. Pamda mom's, sebuah kedai kecil bertemakan outdor dengan sebuah taman mini, dan sebuah mobil combi yang di modifikasi untuk dapur dan juga etalase tempat pajangan kue. terletak di sebrang sebuah mall membuat kedai yang belum lama buka itu hampir ramai tiap harinya, tak jarang banyak dari sebagian orang tak mendapat tempat dan memilih membungus kue yang mereka pesan. Memilih tempat yang agak jauh dari pintu masuk, Erin dan para sahabat sudah menghabiskan beberapa cake pesanan mereka. "Jadi gimana menurut lo sama tempat ini?" Tanya Mili dengan tangan yang sibuk mengaduk milkshake miliknya, dia terlihat sangat santai dengan keadaan ini. Erin mengedarkan pandangannya, menatap penuh kagum kala menilik tiap sudut yang ada di kedai kecil yang terlihat nyaman walau bertemalkan outdor dan juga terletak di dekat pusat kota. "Nyaman, salut gue sama yang punya ide bikin kedai ginian." "Iyalah, ide kawan abang gue mah selalu keren." Ucap Mili dengan saat melihat kedua sahabatnya terkagum dengan suasana kedai ini. "Kapan-kapan gue kenalin sama yang punya ide deh." lanjutnya lagi. "Pas buat belajar dan nyelesaiin pekerjaan sih kalo menurut gue." timpal Riska saat mendapat tatapan dari Mili yang seolah meminta pendapat darinya. Sedangkan dirinya sudah bergelut dengan laptop di hadapannya, kebiasaan bocah aneh itu, di manapun dia berada asalkan memiliki fasilitas free wifi maka ia tak akan menyia-nyiakan begitu saja. Dengan segenap jiwanya maka ia akan langsung berburu anime kesukaan nya. "Apalagi free wifi, pas banget buat gue kalo gini mah." "Dasar muka anime!" Sentak Mili, melemparkan gulungan tisu bekas miliknya. "Bodo amat, ketimbang muka laki. Mending muka anime kan?" Ketus Riska. "Semerdeka lo aja deh, Ka!" hardik Mili menyesap milk shakenya. "Btw, lo orang udah pada denger belom kalo di kelas sebelah ada anak baru katanya sih cowok." ujar Mili meletakan gelasnya dan menatap kedua sahabatnya bergantian. "Denger-denger gosipnya dia ganteng loh, ramah pula. Sayang gue belom pernah ketemu bocahnya." lanjut Mili dengan angan melayang membayangkan betapa tanpannya murid baru itu, secara tak mungkin mereka akan berdesas-desus jika murid pindahan itu memang tidak tampan. namun respon dari keduanya membuat Mili mendesah pasrah. Jika berhubungan dengan cowok jangan bahas di hadapan kedua sahabatnya ini, terlebih Erin, wanita cantik dengan segudang prestasi nyatanya adalah jomblo akut yang tak pernah tertarik akan sosok cowok. Itu gosip yang beredar, dan tentu saja Mili tak bagitu saja percaya, hoax dan musrik jika percaya gosip murahan seperti itu. Walau nyatanya ada rasa takut juga jika kabar itu benar adanya. Kemudian Riska, cewek penggila anime ini bukan tak tertarik membahas masalah cowok, gadis berambut ikal itu hanya tertarik dengan satu jenis cowok dan itu adalah siswa gedung sebelah. Cowok populer yang pernah mengharumkan nama sekolah karena mampu menyabet juara satu di ajang elektronik dasar tingkat nasional. Walau beregu tapi tetap saja itu kebanggaan tersendiri bagi Riska, terlebih cowok itu adalah Adi, kekasih Riska. Mendesah pasrah, Mili mencibir pelan "lo orang gitu ya, asal urusan cowok aja pada diem sok nggak denger, kesel gue!" "Lagian lo nggak ada kerjaan, ngomongin segala cowok, emang nggak ada pembahasan lain tah?" Ucap Erin yang sibuk dengan banana stick miliknya. Ngemil adalah hobi tersendiri bagi Erin. Kareba baginya perut adalah prioritas, dan kantuk setelahnya, belajar urutan keempat, prestasi setelah usaha, dan untuk masalah cowok, entah berada di urutan keberapa. Kecuali satu hal, Erin memiliki priotitas yang melibihi segala hal, bahkan keluarganya sendiri, dan tentu untuk bagian itu, hanya akan menjadi rahasianya sendiri. "Tau, kelamaan jomblo bikin lu sibuk ngurusin hidup orang aja," cibir Riska tanpa mengalihkan pandangannya dari layar laptopnya. Ucapan Riska membuat Mili sedikit kesal, setelahnya ia melemparkan gulungan bekas tisu kearah Riska yang di acuhkan begitu saja. "Sembarangan, sementang udah ada cowok laju ngomongin orang sekenak jidat!" Erin yang melihat itu hanya tersenyum. Tingkah kedua sahabatnya ini memang selalu saja berhasil membuatnya tersenyum. Terlebih Mili yang memang pintar mencairkan suasana, entah dengan cara seperti apa pun itu.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD