bc

Selaras Langkah

book_age16+
292
FOLLOW
1.5K
READ
possessive
sex
pregnant
arranged marriage
badboy
sweet
bxg
bully
campus
basketball
like
intro-logo
Blurb

Ini bukan seberapa besar cinta kita. Bukan pula seberapa manis perjalanan hidup kita. Tapi ini tentang bagaimana kita mampu menyelaraskan tiap langkah hingga berakhir indah walau nyatanya tak semudah membalikan telapak tangan...

Ini kisah kita, kisah dua insan yang mencoba mencari jati diri dengan cara kita sendiri.

Pernikahan ini bukanlah sebuah aib, anak ini bukanlah kesialan.

Dia malaikat, Dia sosok yang nyatanya mampu mengeratkan hubungan kita.

Pernikahan yang kata orang akan hancur karena usia kita yang semestinya belum mencapai titik ini, namun kita tak pernah sedikitpun berfikir kata hancur akan menghampiri kita. Kita berusaha mempertahankan yang ada dengan usaha dan perjuangan kita.

Walau itu berat....

chap-preview
Free preview
Se-La
Selaras langkah 1 Koridor utama sekolah Harapan Bangsa menjadi riuh saat sesosok gadis cantik dengan buku cetak di tangan, ia baru saja menginjakan kakinya di sana, dengan penampilan sederhana namun terkesan rapih, seragam putih abu yang sesuai aturan sekolah, lalu di bagian kaki terbalut sepatu seneaker agak kusam karena memang sudah berumur, tak lupa kaos kaki panjang hingga lutut, lalu di bagian atas dengan rambut panjang yang di kuncir asal, dan polesan bedak tipis menjadikannya terlihat lebih natural dan segar pagi itu. Kaki jenjangnya mulai melewati beberapa orang yang lalu lalang dan tak lupa memberi sapa serta memberi banyak pujian yang membuat dirinya tak tahan untuk tidak tersenyum di pagi itu. Erin membalas beberapa sapaan dari beberapa murid yang ia lalui, dengan senyum manis serta beberapa kata berintonasi merdu, ia mampu membuat siapa saja tak akan berpaling dan hanya melarikan perhatian kepadanya, Erin siswi SMA Harapan Bangsa yang kini duduk di kelas 12 semester akhir jurusan IPA 1. Kelas yang hanya berisikan murid berprestasi dan termasuk dirinya yang sudah benyak menyabet beberapa piagam. Di karuniai kepintaran tak lantas membuat dirinya besar kepala. Karena Erin merasa dirinya sama seperti murid lainnya. Ia hanya seorang siswa yang ingin menuntut kepintaran di tempatnya mengenyam pendidikan, berharap menjadi sosok yang berguna di kemudian hari kelak, walau nyatanya dia sama sekali tidak layak untuk itu, atau bisa dikatakan belum layak di sebut berguna untuk semua orang. Ada beberapa tujuan yang jelas ingin ia capai, dan untuk mendapatkan itu tentu Erin harus berjuang keras, terlebih ada seseorang yang sangat ingin ia kejar untuk sekarang, dan dia ingin mendapat pengakuan dari sosok itu. "Pagi kak Erin! Astaga kok kakak makin cantik aja sih." sekali lagi Erin tersenyum saat seorang adik kelas menyapanya, dia mengalihkan tatapannya dari buku kepada seorang cewek adik kelas yang tengah duduk di depan kelas bersama beberapa teman yang juga ikut menyapa dirinya. "Eh pagi...makasih loh, tapi btw kamu juga cantik kok." gadis yang ber-nametag Anisa itu bersemu, mendapat pujian dari seorang murid tersorot di sekolahnya, belum lagi perkataan Erin yang terkesan ramah dan bersahabat itu perlahan menumbuhkan sayap kecil yang siap kapan saja membawa gadis mungil itu melambung tinggi. "Ih kakak bisa aja deh, aku mah nggak ada apa-apanya sama kakak." Erin menggeleng pelan, selalu saja seperti ini, kenapa harus merendah? Toh tanpa perlu merendah, nyatanya gadis bertubuh mungil itu memiliki banyak kelebihan darinya, bukan hanya cantik, cewek di depannya ini juga terlihat begitu menggemaskan, belum lagi lesung pipi yang ada di pipi bagian kanannya. dengan bibir tersenyum Erin menjawab. "Nggak ada cewek yang nggak cantik. Kamu cantik kok, tapi btw thanks pujiannya ya. Aku ke kelas dulu." ucapnya tak lupa memberi senyum ramah seperti biasanya. Setelah mendapat jawaban dari ketiga cewek tadi, Erin beranjak meninggalkan ketiga siswi tadi yang kini tengah heboh sendiri. Kaki jenjangnya mulai menyusuri koridor yang mengarah ke kelasnya, dengan tangan dan mata yang kini sudah kembali fokus pada bukunya, Erin memiliki hobi membaca di segala tempat, sentak itu buku ataupun novel, dia suka membaca dan suka menonton. Di cap sebagai cewek berprestasi nyatanya tak banyak mengubah kebiasaan buruk dari Erin, Kebiasaan yang selalu membuat dirinya hanyut akan dunianya dan tak memperdulikan sekitar. membaca sembari berjalan, adalah salah satunya, Erin terlalu menggilai dunia tulis dan segala jenis pengetahuan, hanya saja tempat dan waktu yang tak pernah tepat. dan karena kelakuannya itu, tepat saat ia akan berbelok di ujung koridor, tanpa sengaja tubuhnya menabrak sesuatu dan membuat dirinya terpelanting kebelakang hingga berakhir jatuh di atas lantai dengan kondisi yang mengenaskan. "Aw... p****t gue..!" Pekiknya saat bagian p****t yang terlebih dahulu menyentuh lantai terasa sakit bukan kepalang. Merasa kesal Erin mendongakkan kepalanya, siap mengeluarkan segala jenis cacian yang akan ia lontarkan pada si pelaku. Namun naas, baru saja sepasang netranya melihat siapa yang tengah berdiri di hadapannya langsung membuatnya bungkam dan terpaksa menelan kembali kalimatnya. Belum lagi tatapan tajam bak seekor elang yang siap menerkam mangsanya kian membuat Erin tak berkutik. Memilih jalur aman, Erin segera meraih buku IPS yang baru saja ia pinjam di perpus lusa lalu Dan merangkak menjauh, berusaha menghindar dari tatapan tajam itu. Namun sekali lagi, sepertinya nasib seolah enggan untuk berpihak pada dirinya, jelas saja, baru saja ia merasa lega karena bisa menghindari tatapan tajam itu, kini ia merasa sakit tepat di bagian kepala, bahkan dia harus mendongak karena tarikan rambut yang sengaja ia kuncir kuda pagi tadi. "Aw...aw... Sakit woy!" Makian itu keluar begitu saja dari mulutnya, namun seolah tak takut, tarikan rambut itu malah semakin kuat, membuat Erin kembali meringis karena rasa sakit yang kiat terasa. "Iya...iya ampun... Nyerah gue, sumpah ini sakit." memilih diam dan tak melawan, akhirnya tarikan itu terlepas. Di gantikan tarikan tangan yang membuatnya berdiri dari posisi merangkak. Tak berani mendongak, Erin memilih menundukkan kepalanya, sungguh dia sama sekali tak berani untuk menatap sepasang netra berwarna hitam pekat yang selalu saja menyeramkan saat tengah menatapnya. Hingga dari posisi menunduknya, ia melihat tangan sebelah kanan terangkat, seolah meminta sesuatu pada dirinya, tanpa bertanya pun Erin tau maksud dari cowok di hadapannya ini. Agak ragu Erin memberikan buku di tangannya dengan sedikit was-was. "Gue pernah bilang kan? jangan baca buku kalo lagi jalan!" Ucap cowok itu dengan nada tegas dan terkesan dingin, cowok itu langsung meraih buku Erin dengan kasar. Erin mendongak, siap memberikan protes keras pada cowok di hadapannya ini. "Tap-" kalimat protes yang sudah siap terlontar dari mulut Erin, harus tertelan kembali saat ia mendapati tatapan tajam itu masih menatapnya intens. "Nggak pake tapi! Gue nggak mau lagi liat lo asik baca buku sambil jalan! Inget itu!" Setelahnya, bahkan tanpa menunggu kata dari Erin, cowok tadi melangkah pergi. Meninggalkan Erin yang masih terdiam, hingga menyadari jika dirinya baru saja di marahi bagaikan anak kecil di depan banyak murid yang nyatanya terkesan sudah biasa melihat kejadian seperti itu. Erin langsung mendongak menarik napas dalam dalam "UPPALLL!!" "Dasar Cowok sialan! ngeselin!" Makinya kesal pada sosok yang selalu saja membuat harinya kesal. Menghentak kaki kesal Erin pergi dari sana, masuk kedalam kelas dengan bibir mengerucut kesal. Tak bisakah dia bebas barang satu hari tanpa cowok itu, cowok yang selalu saja membuatnya kesal dan mampu membunuh semua makian hanya dengan tatapan. Mengacuhkan segala macam tatapan yang mengarah ke padanya, Erin langsung saja melemparkan tasnya di tas meja. Membanting tubuh di atas kursi, dengan bibir masih mengerucut, Erin membuang wajahnya keluar jendela, menatap beberapa anak yang tengah bermain di lapangan olahraga, termasuk dia. "Lo sehat neng, baru masuk udah kayak ikan asin aja itu muka." ucapan yang di ikuti suara derap kaki kursi yang beradu dengan lantai, tanpa menoleh pun Erin sudah tau siapa bocah ini, dan jangan lupakan satu bocah yang sebentar lagi akan ikut berkomentar. "Tul tu. Asin banget same sepet gue liatnya." benarkan, kedua suara ini Erin jelas tau milik siapa, mengacuhkan itu, Erin bertopang dagu melemparkan pandangan pada sekelompok anak yang tengah bermain basket di sana, Erin malas membahas masalahnya dengan cowok reseh itu pagi ini pada kedua sahabatnya. "Halah roman-romannya gue tau ini bocah kenapa." ucap Mili sahabat Erin yang kini tengah menatap sang sahabat dengan sebelah alis terangkat dan senyum tertahan. "Kenapa geh mil, kepo gue, nggak dapet uang saku apa gimana." "Dih lolok, uang saku mah nggak usah di tanya ini bocah. Buat jajanin lo seminggu geh cukup." "Iya juga sih, terus apa geh?" Cecar Riska yang masih penasaran dengan sahabatnya ini. Mili tak tahan lagi menahan senyumnya, dengan wajah menjengkelkan Mili menatap konyol Erin, yang hanya di balas lirikan tanpa minat oleh cewek yang kini tengah bertopang dagu itu. "Halah palingan lagi berurusan sama anak cowok gedung sebelah." ucap Mili menatap Riska. Menaikan sebelah alis Riska berusaha menerka, namun sepertinya ia tak paham siapa yang di maksud oleh Mili. "Siapa?" "Astaga, itu anak gedung sebelah yang terkenal dengan kulkas berjalannya" "Emm... Kak Upal maksud lo?" "Yap!" Mili melirik Erin yang masih saja menatap lapangan olahraga. Tak ada sedikitpun rasa minat mendengarkan celoteh kedua sahabatnya, "Btw, ada masalah apa lo sama kak Upal." Menghembus nafas kesal, Erin hanya menjawab tanpa mengalihkan perhatiannya "biasa, marahin gue di depan adek kelas. apa nggak malu coba guenya di marah kayak bocah, gila!" "Dia marah nggak mungkin tanpa sebab kan?" Tebak mili yang kini sudah memainkan ponselnya, membalas beberapa chat yang masuk, namun beberapa saat tak mendapat jawaban, Mili mendongak. Menatap Erin tak percaya "jangan bilang, karena kebiasaan lo itu lo nabrak orang dan kebetulan ada kak Upal di sana?" Mencibir pelan Erin menjawab dengan enggan "lo paling tau gue lah mil, jadi nggak perlu tanya lagi" "Jadi tebakan gue bener? Terus siapa yang lo tabrak sampek buat kak Upal turun tangan?" "Ya bocah gila itu." "What..!! Pantesan aja kak Upal marah. Lagian lo juga sih pakek main tabrak aja. makanya-" "Besok lagi kalo jalan nggak usah pake baca buku." potong Erin melirik malas kearah Mili, seolah hafal dengan apa yang akan di ucapkan oleh Mili. "Apal gue sama ceramah lo yang hampir mirip sama ceramah nyokap." "Nah itu lo tau, jadi tau pan siapa yang salah di sini." Anggukan dari Erin membuat senyum Mili kian melebar, "nah jadi kalo udah tau salah, lo nggak keberatan kan kalo mi-" "Untuk yang itu, gue ogah, toh dia juga ngapa banget punyak hobi aneh." "Hobi?" "Iya hobi, hobi nabrak orang maksud gue" "Au..." Mili mengedikan bahunya, "lagian kayaknya kak Upal kayak gitu cuma ke lo deh." "Masa...!?" Teriak Erin dengan wajah lucunya, dan membuat Mili memutar bola mata jengah. "Bodo!" Jawab Mili dengan nada kesal, ada jeda sesaat sebelum gadis berambut ikal itu menatap lurus kearah Erin. "Tapi bener loh. Kayaknya kak Upal emang lain deh kalo ke elo" "Iya gua juga heran, kenapa kak Upal bisa segitunya sama lo." saut Riska yang sedari tadi diam, tanpa menoleh dan lebih sibuk dengan ponselnya. Mengibaskan tangan, Erin malah membahas masalahnya dengan Upal, memang setiap orang mungkin akan merasa heran di awal pertemuan, secara Upal yang terkesan dingin, hemat suara dan malas berurusan dengan orang, malah lebih sering menegur Erin, memperhatikan bahkan sampai menggangu Erin hanya karena masalah sepele. Jelas semua ada alasannya, namun hanya mereka berdua lah yang tau, Erin tak ingin apa yang saat ini ia jaga akan terbongkar hanya perlakuan konyol dari Upal. Dan lagi sesuatu itu memang tak pantas untuk di kemukakan untuk sekarang. Mengalihkan tatapannya dari lapangan ke jari manis yang tersemat cicin emas putih dengan ukiran sederhana yang sudah hampir 1 tahun ia kenakan, cincin yang memiliki banyak arti untuk dirinya. lalu tanpa terasa, seukir senyum tulus tercetak di kedua sudut bibirnya. Mengelus pelan seolah tengah mengelus sosok yang begitu ia rindukan sekarang ini. Ah rasanya ingin cepat pulang untuk menghabiskan banyak waktu dengan sosok itu, walau mungkin waktu yang akan di habiskan dengan mengganggu sosok itu, tapi itu jelas lebih menyenangkan ketimbang terjebak di sekolah dengan banyak pekerjaan, tanpa bisa bertemu bebas dengan sosok yang ia rindukan saat ini. Ah rasanya ingin cepat pulang untuk menghabiskan banyak waktu dengan sosok itu, walau mungkin waktu yang akan di habiskan dengan mengganggu sosok itu, tapi itu jelas lebih menyenangkan ketimbang terjebak di sekolah dengan banyak pekerjaan, tanpa bisa bertemu bebas dengan sosok yang ia rindukan saat ini. Sungguh sial, andai waktu bisa diputar kembali, sepertinya dia akan merasa sangat senang dengan semua ini, bermanja dan menghabiskan waktu bersama. Sesuatu yang benar-benar dia inginkan. Ah ... Kapan waktu pagi ini berlalu, rasanya dia sudah tidak sabar untuk itu.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
190.5K
bc

My Secret Little Wife

read
98.4K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
206.0K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook