Tiga tahun kemudian..
Dua orang gadis muda sedang duduk di depan seorang Dokter, kedua wajah gadis itu sangat pucat saat mendengarkan penuturan sang Dokter setelah membaca hasil tes yang diberikan kepadanya.
“Maksud Dokter, Ibu saya harus segera dioperasi agar kankernya tidak menyebar ke organ lain?” tanya salah satu gadis itu dengan suara bergetar, sedangkan gadis satunya yang merupakan si adik, mulai menangis.
“Betul. Operasi harus segera dilakukan. Kalau tidak, dikhawatirkan kankernya akan menyebar ke organ lain dan kemungkinan untuk sembuh akan sangat kecil,” kata sang Dokter iba. Dia bisa melihat kedua gadis ini di depannya ini kebingungan. Melihat dari penampilan mereka yang sederhana, sepertinya mereka juga bukan orang berada.
“Be-berapa biaya yang diperlukan untuk operasinya, Dok?” tanya gadis itu terbata dan jawaban sang Dokter membuat gadis itu hampir pingsan, adiknya sudah menangis semakin kencang.
“Untuk perincian biayanya harus ditanyakan ke bagian administrasi. Tapi untuk perkiraan kasarnya sekitar satu milyar, itu termasuk biaya operasi dan paket perawatan yang harus dilakukan dalam beberapa bulan jika operasi berhasil.” kata Dokter menjelaskan.
“Ha-harus sekarang juga? Bi-bisakah saya membayarnya dengan mencicil?” tanya gadis itu dengan penuh harap.
“Maafkan saya, Nona. Saya mungkin bisa mengurangi biaya konsultasinya, tapi untuk biaya operasi dan administrasi, Nona mungkin bisa bertanya jelasnya ke bagian administrasi,” jawab Dokter yang iba pada kedua gadis yang sudah tidak memiliki siapapun kecuali Ibu mereka yang sekarang terbaring di salah satu kamar perawatan di rumah sakit ini.
“Terima kasih, Dok. Saya akan mencoba untuk bertanya pada bagian administrasi. Maaf merepotkan,” kata Gadis itu, setelahnya dia menarik adiknya untuk keluar dari ruangannya.
“Bagaimana ini, Kak?” tanya Alya, gadis yang sejak tadi menangis.
“Kita coba tanya dulu ke bagian administrasi,” jawab Ellena tenang, tepatnya dia berusaha tenang agar adiknya tidak semakin menangis, padahal dia sendiri juga ingin menangis.
“Dari mana kita bisa mendapatkan uang sebanyak itu? Dokter tadi bilang kalau operasi berhasil, Ibu masih harus melanjutkan perawatan yang lainnya. Meminjam dimanapun juga tidak akan dapat uang sebanyak itu. Untuk biaya operasinya saja sudah mustahil!” kata Alya. Suaranya serak dan tangisnya pecah.
“Kakak masih ada tabungan. Setidaknya bisa dipakai untuk pembayaran awalnya dulu. Nanti baru kita pikirkan lagi yang selanjutnya,” kata Ellena tidak yakin. Tabungannya hanya tersisa beberapa puluh juta, darimana dia bisa mendapatkan sisanya?
“Ada?” tanya Alya dengan tatapan penuh harap.
“Ya. Ayo kita tanya dulu ke bagian administrasi. Jika bisa dicicil, setidaknya kita memiliki waktu untuk mencari sisanya,” kata Ellena dan Alya mengangguk.
Mereka lalu berjalan ke bagian administrasi untuk bertanya, namun harapan mereka musnah saat staf rumah sakit bagian administrasi mengatakan kalau biaya operasi yang hampir tiga ratus juga, tidak bisa dicicil, biaya perawatan setelah operasi bisa dicicil, tapi untuk biaya operasi harus langsung dibayar sebelum tindakan dilakukan.
Dengan lunglai kedua gadis itu kembali ke ruang perawatan Ibu mereka, dimana itu juga hanyalah kamar perawatan kelas tiga dengan enam ranjang, dimana terdapat empat orang pasien lain disana selain Ibu mereka. Masih ada satu ranjang kosong disana yang sewaktu-waktu bisa diisi oleh orang lain.
Melihat sang Ibu yang masih tertidur, kedua gadis itu keluar lagi dari ruang perawatan itu, lalu mereka berjalan ke arah taman rumah sakit itu dan duduk berdua disana dalam diam.
Di kepala Ellena hanya ada satu orang yang menurutnya bisa membantunya mendapatkan uang itu, tapi pria itu pasti akan meminta tubuhnya sebagai imbalannya. Pria yang telah menghancurkan mimpi dan karirnya, dan juga membuat namanya rusak, tapi pria itu juga merupakan satu-satunya orang yang bisa membantunya sekarang. Dia tahu, sekali dia melangkah ke jalan itu, tidak akan ada jalan kembali, dia akan menjadi p*****r.
Dia menutup kedua matanya dan menarik nafas panjang, berusaha menekan semua gejolak yang ada di hatinya. Demi nyawa Ibunya, dia akan mencari pria itu. Apalah nilai harga dirinya jika dibandingkan dengan nyawa wanita yang telah melahirkannya dan merawatnya dengan penuh cinta selama ini?
“Kamu jaga Ibu disini dulu, ya, Kakak akan mencoba mencari pinjaman dari agensi tempat Kakak bekerja dulu,” kata Ellena pada Ayla dan sang adik hanya bisa menyetujui pengaturan sang Kakak, sambil berharap Kakaknya itu berhasil mendapatkan pinjaman.
****
Tidak sampai satu jam kemudian, Ellena sudah tiba di depan gedung Star Entertainment, perusahaan yang dulu pernah membesarkan namanya walau hanya sekejap. Gedung megah yang merupakan tempatnya pernah mencoba meraih mimpinya itu masih berdiri kokoh disana.
Dengan ragu, Ellena melangkah menaiki tangga dan berniat masuk ke dalam gedung, namun kakinya tidak bisa diajak bekerja sama. Ketakutannya pada pria tua bangka gendut yang telah menghancurkan mimpinya itu sangat nyata. Kakinya seakan menancap di lantai saat bayangan yang sudah berusaha dihilangkan dari kepalanya kembali muncul, bayangan saat pria itu berusaha melecehkannya di ruang kerja pria itu.
Di tengah kekalutannya, dia mendengar suara mesin mobil berhenti di belakangnya. Saat dia menoleh, dia melihat sebuah mobil Range Rover berwarna hitam mengkilap berhenti di depan lobby.
Dengan segera, dia menyingkirkan tubuhnya ke samping agar tidak menghalangi jalan orang yang sekarang sedang keluar dari mobil Range Rover itu. Melihat jenis mobilnya saja, dia sudah tahu kalau yang berada di dalam mobil itu pasti orang kaya dan mungkin merupakan salah satu petinggi perusahaan itu.
Seorang pria tampan keluar dari kursi penumpang belakang dan berdiri, lalu mengulurkan tangan, sesaat kemudian sebuah tangan terulur menyambut uluran tangan itu dan seorang wanita keluar dari mobil itu.
Pemandangan itu membuatnya tanpa sadar memperhatikan pasangan itu, dia seperti melihat adegan di film-film drama korea romantis. Walau dia belum melihat wajah wanita itu, tapi jika prianya saja tampan, wanitanya pasti juga cantik.
Merasa diperhatikan, wanita yang sudah keluar dari mobil dan berdiri itu, menoleh pada Ellena dan mata mereka bersitatap. Seketika tubuh Ellena membeku saat melihat wajah wanita itu.
Sekali lagi Ellena terpaku di tempat saat mengenali wajah wanita itu, yang mengingatkannya pada seseorang di masa lalu, kali ini bukan kenangan buruk. Memori manis itu masih terus tersimpan di hatinya sampai sekarang.
“Apa aku mengenalmu?” tanya wanita itu dan Ellena langsung menggeleng.
“Tidak. Anda sangat cantik. Permisi,” jawab Ellena. Dengan cepat dia berbalik dan berlari keluar dari gedung itu. Dia segera memesan ojek online untuk kembali ke rumah kontrakannya, dia ingin mencari sesuatu. Barang yang mungkin bisa membuatnya tidak harus menjual tubuhnya!
Sedangkan wanita yang ditinggalkannya menoleh pada pria di sampingnya.
“Apa aku begitu menakutkan hingga dia langsung pergi?” tanya wanita itu bingung.
“Bukankah dia mengatakan kalau kau sangat cantik?” jawab sang pria.
“Apanya? Dia seperti melihat hantu dan dia lari dengan begitu cepatnya seperti memang dikejar hantu. Apa kau mengenalnya?” dengus wanita itu yang menyadari kalau gadis tadi langsung pucat saat melihatnya. Dia merasa wajah wanita itu sepertinya pernah dia lihat dimana, tapi dia tidak ingat.
“Wajahnya agak familiar, tapi aku tidak ingat dimana pernah melihatnya,” jawab sang pria seenaknya. Dia lalu menarik pelan tangan wanitanya untuk mengikutinya masuk ke dalam lobby kantor itu.
“Aku juga merasa begitu,” kata si wanita.
“Abaikan saja, mungkin tiba-tiba dia kebelet ke toilet,” kata si pria dan si wanita langsung tertawa.
****