"Setidaknya dari sekian orang yang membencimu, ada satu yang masih menyayangimu."
*****
Perut yang keroncongan, gerah, suntuk, campur aduk sudah perasaannya di sore yang masih sangat panas ini. Menunggu di depan pintu masuk SMA MERAH PUTIH sendirian, ditemani pak satpam sekolah di posnya beserta Daffa yang ia tahan sampai dapat tumpangan.
Katrina menjadi bahan tontonan gratis untuk murid yang berlalu-lalang dari dan keluar SMA ini untuk bermain futsal di gedung olahraga milik sekolahnya. Bagaimana tidak menjadi perhatian? Ia memakai jaket super kebesaran milik Daffa untuk menutupi roknya yang sobek karena berebut kipas plastik yang ditinggal pemiliknya di depan kelas. Katrina malu jika membayangkan bagaimana posisinya saat jatuh dari menarik kipas itu. Yang benar saja, badan besar Daffa menarik kipas itu dan melepasnya saat Katrina menariknya kuat. Katrina terjungkal ke belakang yang merupakan taman depan kelas dan roknya terkena ranting yang kering. Bunyi rok yang sobek terdengar begitu keras di tengah keheningan saat ia terjatuh. Ketua kelas laknatnya itu tertawa terpingkal-pingkal dan ia untuk kesekian kalinya menjadi tontonan publik. Ingatkan Katrina untuk mencakar wajah Daffa nanti kalau tidak di sekolahan.
"Eh ketua kelas biadab. Gara-gara lo rok gue sobek ya. Jangan salahin gue kalau jaket lo nggak balik. Emang lo kira jahit rok gampang apa. Pingin gue cakar muka lo itu."
Daffa meringis mendengar ancaman Katrina. Bisa-bisa ia babak belur dicakar macan betina seperti Katrina. "Yaelah Kat, jangan baper dong. Gue kan nggak sengaja tadi. Lo sih kekencengan nariknya. Balikin jaket gue ya, please. Jangan diapa-apain, penuh perjuangan dapetin jaket itu," ujar Daffa memasang wajah melas.
Katrina memutar bola mata malas. "Salahin tenaga badak lo tuh."
"Lo terlalu kurus sih," bela Daffa. "Coba aja badan lo gedean dikit kayak Bila, nggak mungkin jatuh."
Helo? Seperti Bila yang bahkan celah antara bangku saja menurutnya sempit? Memang minta dimusnahkan Daffa.
"Emang gemukin badan semudah lo b***k apa!" teriak Katrina dengan suara kencang. Ia kesal, sangat kesal dengan hari ini.
Daffa menutup telinganya untuk menghindari teriakan susulan Katrina. Dalam hati Daffa hanya bisa beristigfar punya teman semacam ini. Spesies unik dan langka dari SMA MERAH PUTIH.
Jalanan sudah seperti dibakar, rasanya begitu panas dan menyilaukan mata. Dengan susah payah Katrina menajamkan penglihatannya menunggu jika saja ada taksi yang lewat.
Nihil, hanya kendaraan yang sibuk dengan aktivitasnya masing-masing lewat di depannya. Sudah jam 16.00 tapi ia belum sampai di apartemen. Belum istirahat, makan, dan lagi nanti malam harus bekerja, poor Katrina.
Mau memesan ojek online baterai habis. Si Daffa juga tidak punya kuota untuk memesan. Dasar ketua kelas tanpa modal. Malang benar nasib Katrina. Terlunta-lunta di depan sekolahan dengan wajah kusutnya sudah seperti anak jalanan yang tidak terurus. Miris.
Brum Brumm
Deruman motor dibelakangnya mau tidak mau membuat Katrina harus membalikkan badan dengan energi yang tinggal sepersen. Berniat ingin tahu siapa pemilik motor itu. Mengotori telinga saja.
Pelakunya adalah Alex dengan motor ninja berwarna putih yang mengkilap, tanda sangat terawat. Alex membuka kaca penutup helmnya dan tersenyum ke arah Katrina sambil menyipitkan mata karena silau terkena matahari.
"Belum pulang?"
Pertanyaan Alex sudah sangat basi untuk keadaan semacam ini. Sudah jelas meskipun Katrina tidak menjawab pasti orang lain juga tahu jawabannya. Tapi entah kenapa ia tidak ingin marah kepada Alex.
"Belum," jawab Katrina lesu. "Gue nunggu taksi lewat."
Alex terkekeh mendengar jawaban yang tidak logis menurutnya. "Jam segini mana ada taksi lewat di depan sekolahan. Mereka lebih milih ke kantor karena di sana ada banyak karyawan. Kalau anak sekolah, paling cuma satu dua yang butuh taksi. Sama gue aja, lo tinggal bilang alamatnya."
"Eh?"
"Taksinya nggak akan datang. Sama gue aja, ntar gue anter pulang," ulang Alex.
Daffa yang ada di sana memutar bola mata malas. Katrina itu lola atau memang tidak mengerti maksud Alex sih? pikir Daffa.
"Nah, lo kan udah ada tumpangan tuh. Gue cabut ya." Daffra segera berjalan secepat mungkin agar Katrina tidak bisa menahannya lebih lama di sini.
Sekarang hanya ada Katrina dan Alex yang saling diam menunggu keputusan selanjutnya. Katrina tidak ada pilihan lagi. "Oke, gue ikut."
Alex melepas helmnya yang masih ada di jok belakang, memberikannya kepada Katrina. Setelah memastikan Katrina naik, Alex melajukan motornya. Membuat suara bising itu kembali terdengar. Jujur Katrina risih dengan suara seperti itu.
"Rumah lo di daerah mana?" tanya Alex sedikit berteriak karena jalan yang padat.
"Gue tinggal di apartemen. Tepatnya di apartemen Kejora, deket rumah sakit Meha medical, tau kan?"
Awalnya Alex sedikit terkejut mengetahui Katrina tidak tinggal di rumah. Namun menurutnya, jika dipikir lagi, sekarang banyak anak remaja yang sudah tinggal di apartemen dengan alasan ingin mandiri. Mungkin Katrina salah satunya.
Tidak ada pembicaraan lagi setelahnya. Mereka baru bertemu tadi pagi dan tidak ada hal yang bisa dibahas. Katrina kembali memegang dadanya, berdetak lebih cepat lagi.
"Jantung lo sakit?" tanya Alex. Mengagetkan Katrina yang belum juga melepaskan tangannya dari tempat jantungnya berada.
"Ah, enggak. Gue cuma bersihin debu di baju gue. Iya, ada debu hehe," jawab Katrina sekenanya. Huft, hampir saja.
Motor berbelok ke arah bundaran HI, semakin padat saja kendaraan di sini membuat motor Alex harus berhenti sejenak.
"Kalau boleh tau, kenapa lo pakai jaket itu di bawah?" Alex melirik Katrina melalui spion motor.
Katrina memperhatikan jaket Daffa yang lungset. "Roknya sobek tadi. Makanya gue pakai jaket."
Alex mengangguk, sedikit mengecewakan Katrina. Lagipula, apa yang diharapkan Katrina? Berharap Alex membelikan rok baru? Pacar saja tidak, mau rok baru. Katrina mengusir pikirannya.
Sekitar lima menit kemudian, motor Alex sudah berhasil keluar dari kemacetan dan sekarang sudah ada di depan lobi. Katrina turun dibantu Alex yang memegang tangannya.
"Thanks ya. Gue masuk dulu," ucap Katrina buru-buru.
Alex menarik tangannya pelan dengan masih di atas motor. "Boleh minta nomor lo nggak?" Ia menggaruk belakang telinganya. "Kalau nggak mau gapapa juga." Alex melepas tangan Katrina dan menutup kaca helm. Berniat pergi tapi suara Katrina selanjutnya menghentikannya.
"Lo ada bolpoin nggak? Gue kasih."
Bukannya Katrina pelit tidak mau meminjamkan bolpoin, ingat kan kalau bolpoinnya dibuang Naya?
"Kan ada hp," jawab Alex.
Oh iya, Katrina melupakan hal itu. Setelah Alex mengambil ponsel dan menyiapkannya, barulah Katrina mendikte nomornya.
"Thanks ya ehm siapa nama lo? Aneh dari tadi kita udah bareng tapi nama satu sama lain aja nggak tau," Alex terkekeh.
Katrina mengulurkan tangannya. "Katrina Renata."
Alex menjabatnya dan tersenyum. "Alex Nugraha."
Sore itu berlalu dengan cepat. Katrina bersiap kerja dan seperti hari sebelumnya, ia kesiangan.
*****
Entah apa yang bisa ia lakukan, Katrina lakukan. Ia kesiangan lagi dan belum apa-apa. Akhirnya Katrina mandi secepat mungkin juga bersiap-siap secepat yang ia bisa. Saat memakai rok abu-abunya yang di atas lutut, barulah ia sadar roknya sobek dan belum ia jahit.
"s**l, pake acara sobek lagi."
Katrina mencari-cari peniti yang sekiranya ada di sana. Ia merangkai peniti itu untuk menutupi rok yang sobek di bagian samping sampai semua itu tertutupi. Sekarang rok Katrina penuh dengan hiasan peniti yang memanjang. Ia tidak peduli jika banyak yang menatapnya heran di sekolah. Yang penting ia memakai rok.
Baru selangkah ke ruang tamu, bel pintu berbunyi. Seingatnya Katrina tidak memberitahu siapapun nomor kamarnya selain sahabatnya. Tidak mungkin mereka ke apartemennya karena ini sudah hampir jam masuk sekolah.
"Iya bentar-bentar." Katrina membuka pintu dan terkejut melihat siapa yang ada di sana. "Alex, lo kok tau nomor apartemen gue?"
"Ada resepsionis kan? Gue tanya di bawah."
Perhatian Katrina langsung tersita pada tas belanja di tangan Alex. "Itu apaan?"
Alex menyerahkannya pada Katrina. "Itu rok baru buat lo pakai. Lo nggak berniat pakai rok penuh peniti itu kan?" tanyanya sambil melihat rok Katrina.
Ah, bolehkah Katrina senang. Alex benar-benar sukses dengan kejutan kecil itu. Bahkan Katrina tidak meminta ia sudah peka. "Beneran? Makasih ya. Akhirnya gue ada rok baru. Eh lo masuk aja, tunggu di ruang tamu gue ganti dulu."
Alex menunggu di ruang tamu menunggu Katrina berganti pakaian. Jika dilihat, apartemen Katrina cukup mewah untuk ukuran remaja seusianya. Pasti Katrina anak orang kaya sehingga bisa menempati apartemen ini.
"Yuk cabut. Gue nggak mau telat lagi, ntar ada ulangan soalnya."
Alex tersadar dari pemikirannya dan mengikuti Katrina keluar. Setelah gadis itu menguncinya, mereka berangkat bersama dan tentunya menjadi pusat perhatian di sekolah. Karena seorang playgirl bisa bersama Alex yang diidamkan sesekolahan. Cowok basket dengan ketampanannya.