"Akan ada satu orang yang benar-benar setia denganmu."
*****
Katrina memasuki mobil dengan kesal. Ia memancing rasa ingin tau ketiga sahabatnya yang awalnya ingin memarahi Katrina karena gadis itu terlalu lama sehingga membuat mereka menunggu. Katrina meraup wajahnya kasar dan kepalanya ia sandarkan di jok mobil. Naya melihat Edel dan Cellyn bergantian, keduanya mengangkat bahu. Sepertinya ada sesuatu yang telah terjadi dan mereka tidak mengetahuinya.
"Lo kenapa sih dateng-dateng mukanya kayak ketiak Naya? Asem banget." Cellyn mendapatkan pelototan tidak terima dari Naya.
"Ketek gue wangi ye," sela Naya tidak terima dan membela keteknya.
"Kenapa lagi sih Kat? Tadi baek-baek aja." Edel lama-lama juga gemas sendiri dengan mood Katrina yang mudah sekali berubah akhir-akhir ini. Apalagi semenjak ada kasus dengan Niel dan Aldi membantunya, sepertinya Katrina semakin uring-uringan setelahnya.
"Makan orang dosa nggak sih?" tanya Katrina melantur. Ia mengantuk-antukkan kepalanya ke jok mobil.
"Eh, kalau lo berniat bunuh diri jangan di mobil gue juga njir!" Naya menarik kerah belakang jaket Katrina agar dia berhenti bertindak bodoh.
"Selain dosa paling lo masuk penjara," ucap Edel enteng. Ya memang apalagi yang mau diharapkan? Berkeliling Indonesia setelah membunuh? Yang benar saja.
"Ya sebelum itu terjadi, gue tanya siapa yang mau lo makan? Bukan gue kan?" Cellyn begidik ngeri membayangkan. Walau itu tidak mungkin terjadi.
"Ah taulah. Jalan Nay, gue pingin cepet sampai apartemen terus kerja." Katrina menyandarkan punggungnya ke tempat duduk dan mengembuskan napas kasar. Ini tidak bisa dibiarkan lagi. Ada sesuatu yang salah dengan dirinya. Katrina merasakan itu, tapi ia masih belum bisa menemukan apa yang salah itu.
"Bukan karena Aldi kan?" tanya Cellyn.
"Bukan," jawab Katrina ragu pada dirinya sendiri. Ia tidak bisa memberi tau ketiga sahabatnya kalau ia telah terjebak dengan Aldi dalam 4 permintaan. Akan jadi aneh kalau tiba-tiba mereka menanyakan alasannya dan Katrina tidak bisa menjawab karena jawaban itu adalah masalah pribadi Aldi dengan papanya.
"Nggak biasanya gue lihat lo kayak ayam mau betelor gini. Mumet ae nggak jelas." Naya berkomentar sembari meraih botol minumnya saat lampu merah, tenggorokannya kering.
"Ada yang lo sembunyikan, kita tau itu Kat. Tapi sebagai sahabat, kita nggak akan maksa buat cerita. Kalau lo memang nggak bisa menampungnya sendiri, lo bisa bagi ke kita." Ucapan Edel diangguki oleh Naya dan Cellyn.
Ah beruntungnya Katrina punya mereka. Setidaknya kalau keluarganya membencinya, ia masih punya sahabat yang menyayanginya, walau mereka sedikit tidak beres.
"Hm," gumam Katrina sebagai jawaban.
Lampu berubah menjadi hijau dan Naya mulai menancapkan gas.
"Siap-siap guys, gue pakai kecepatan penuh."
Dan ya benar, Naya membuktikan ucapannya dengan menambah kecepatan pada mobilnya membuat satu mobil berteriak ketakutan kecuali Naya yang menikmatinya. Katrina menarik kata-katanya tadi. Selain beruntung, ia juga s**l mempunyai sahabat dari kecil seperti Naya yang urakan tingkat dewa.
"Gue muntahin lo baru tau rasa!" teriak Katrina kencang sebelum ia benar-benar membuktikan ucapannya muntah tapi di luar mobil.
Berapa kali lagi ia harus mengatai sahabatnya itu? Dasar gila, bisa-bisanya kakak Cellyn suka dengan Naya.
"Gue nggak tau pelet apa yang lo pakai sampai-sampai abang gue mau sama lo," ucap Cellyn begitu mereka sampai di depan lobi apartemen Katrina.
"Darrel cinta gue tanpa alasan kalau kalian mau tau," jawab Naya bangga diri.
Katrina memutar bola mata malas. Lebih baik ia segera ke kamarnya dan mengistirahatkan diri sebelum masuk kerja nanti malam.
"Sana masuk lo. Semakin lama lo di sini merusak pemandangan tau nggak." Katrina mendorong Naya ke dalam mobil dan menunggu mobil itu melaju. Ia menggelengkan kepalanya, mereka unik.
Begitu sampai di kamarnya, Katrina melempar tas belanjaannya ke kasur dan tidur di sampingnya tanpa melepas sepatunya. Ia sebenarnya rindu mamanya, tapi apa boleh buat. Katrina tidak mau menelan omongnnya sendiri. Ia akan pulang setelah sukses nanti dan membuktikan ke semua orang bahwa dia bukan hanya anak yang tidak bisa diandalkan. Huft, manusia memang selalu punya rahasia dan misteri. Bahkan manusia setenang Aldi. Katrina memukul kepalanya dengan tangan, kenapa ia jadi menyangkutkannya dengan Aldi? Katrina harus mandi untuk membuang Aldi dalam kepalanya.
*****
Bekerja di malam hari membuat Katrina mengantuk saat pagi. Terutama saat di sekolah apalagi pelajaran matematika menyambutnya pagi ini. Tidak ada tempat tidur ternyaman selain di meja kelas. Ia meletakkan kepalanya begitu saja karena kantuk yang sudah menyerang hebat. Padahal di depan sana, ada guru matematikanya yang sedang menuliskan soal. Naya melirik Katrina yang nyaman sekali dengan tidurnya.
"Dia pikir ini kafe apa, tidur seenaknya," batin Naya.
Tiba-tiba ia punya ide gila yang mungkin tidak disukai Katrina. Naya mengambil bolpoin di atas meja Katrina yang tidak dipakai. Dia memasukkan ujung bilpoin yanh tumpul ke dalam hidung Katrina. Menunggu beberapa saat hingga cewek itu bersin mengagetkan satu kelas. Yash, berhasil. Naya menyimpan kegirangan dan pura-pura mencatat lagi.
Katrina mengangkat kepalanya dan mengusap hidungnya yang terasa gatal tiba-tiba. Sekelas terkikik karena kelakuannya. Pak Karsiman menghentikan menulis soalnya, ia menghadap Katrina.
"Katrina, apa kamu sakit? Ke UKS saja daripada di sini tidak fokus."
Sakit? Katrina baik-baik saja saat ini. Lagipula ia hanya bersin mengapa jadi separno ini gurunya? Ia tidak sengaja melihat bolpoinnya yang basah dengan pandangan bertanya. Sejurus kemudian ia melihat Naya yang menahan tawanya. Dasar sahabat tidak tau diri.
"Heh kunyuk, awas aja ya lo," geram Katrina. Membuat Naya semakin ingin tertawa melihat muka sahabatnya.
"Pak, saya nggak sakit," ucap Katrina.
"Saya kira kamu sakit karena tidur di kelas. Lanjutkan tidur kamu di UKS sampai jam pelajaran saya habis. Percuma ada murid yang ikut seperti ini kalau malah tidur," ucap Pak Karsiman tegas.
Sedari tadi memang guru itu tau Katrina tidur, hanya saja menunggu selesai mencatat soal untuk menegurnya. Tapi Katrina sudah terlanjur bersin dan sekalian saja menyuruhnya keluar.
"Tapi Pak, saya lagi nggak pingin ke UKS."
Pak Karsiman berbalik ke papan, tidak memedulikan Katrina. "Terserah mau ke mana asal jam pelajaran saya kamu keluar."
Katrina mendengus dan melirik Naya dengan pandangan bersungut. "Awas aja lo keraknya badak, gue bales nanti."
Naya terkekeh, tapi tadi maksutnya tidak sampai Katrina dikeluarkan, tapi ia tidak tau-menahu kan? Lagipula Katrina biasanya senang belajar di 'luar'.
"Sorry bro," ucap Naya terkikik.
Edel dan Cellyn memperhatikannya saat keluar. Mereka menggeleng melihat tingkah dua orang yang duduk di balik bangku mereka itu. Cellyn menoleh ke belakang saat Pak Karsiman mencuci tangan di luar.
"Lo apain Nay?"
"Gue masukin hidungnya pakai bolpoin, terus dia bersin," jawab Naya tanpa dosa.
Cellyn melihat bolpoin dengan ujung yang basah itu. "Idih ingusnya nempel. Musnahkan Nay."
Naya mengangguk semangat. Ia mengambil tisu yang selalu tersedia di lacinya dan mengangkat ujung lincip bolpoin Katrina dan membuangnya ke jendela. "Beres."
Cellyn mengacungkan dua jempolnya lalu kembali menghadap papan.
*****
Katrina bingung harus ke mana untuk melanjutkan tidurnya. Sekolah cukup sepi karena masih dalam jam pelajaran. Ia tidak mungkin ke UKS, di sana pasti ada petugas penjaga. Ke kantin juga perutnya belum lapar. Ia hanya mengikuti instingnya berjalan hingga kakinya memasuki aspal berwarna merah biru, lapangan basket. Katrina menuju tribun dan mencari tempat duduk ternyaman. Ia bisa tidur dengan duduk di sini. Baru sebentar memejamkan matanya, Katrina bangun karena kepalanya terkena lemparan bola basket.
"Sakit b**o!" teriak Katrina refleks. Ia mendongak mencari siapa pelakunya. Semuanya kakak kelas yang bermain di lapangan, ia tidak peduli. Hingga tatapannya berhenti pada seorang cowok yang sedang berjalan ke arahnya.
Cowok itu berhenti di depan Katrina dan mengulurkan tangannya. "Maaf ya, temen gue nggak sengaja."
Katrina terdiam sesaat memandanginya. "Anjir gila," teriaknya dalam hati. Cowok itu seperti impian Katrina saja, sangat sempurna.
"Lo nggak papa? Atau kepala lo sakit?" tanya cowok itu lagi.
Katrina sadar dan menggeleng. Tapi bohong, mana ada kepala tidak sakit saat terkena bola basket. "Cuma ganggu tidur gue aja."
Cowok itu kembali mengulurkan tangannya. "Gue Alex," ucapnya memperkenalkan diri.
Setau Katrina, ia tidak pernah melihat ada kakak kelasnya itu.
Seperti tau kernyitan di dahi Katrina, Alex menjelaskan. "Gue baru pulang dari Kanada mewakili sekolah dalam turnamen basket. Pasti lo nggak tau karena murid baru kan?"
Katrina mengangguk, ia baru enam bulan bersekolah di Merah Putih.
Alex mengambil bola di bawah kakinya. "Gue duluan ya."
"Iya." Katrina memandangi punggung Alex yang menjauh. Ia menggeleng, salah, pikirnya. Jantungnya berpacu lebih cepat, tidak mungkin langsung jatuh hati kan?
Katrina buru-buru beranjak dari sana. Ia memilih ke toilet untuk mencuci mukanya. Namun langkahnya terhenti karena seseorang yang menabraknya.
"Lo lagi, lo lagi. Kenapa sih lo hobi banget muncul?"
Aldi tidak menjawab perkataan Katrina. Ada urusan yang lebih penting dari itu. Dan Katrina baru menyadari sesuatu, Aldi membawa tas sekolahnya.
"Dia bolos?" gumamnya. Katrina yakin Aldi tidak pernah bolos sebelumnya. Tapi kenapa hari ini bolos? Nah kan, kalau berlama-lama begini dia bisa melantur seperti kemarin. Katrina melanjutkan langkahnya ke toilet seiring bel istirahat yang berbunyi.