Drama

1351 Words
Qiran terus menatap bengis ke arah Rayza dari balik punggung wanita yang melahirkan pria menyebalkan itu. Sungguh setelah ibu kandung pria itu pulang, Qiran akan menganiaya pria yang sudah mengajaknya ikut terjun dalam drama keluarga mereka. Sejujurnya Rayza menyadari tatapan Qiran yang seperti macan siap menerkam mangsanya. Tapi Rayza berusaha acuh. Dia berjanji, jika ibunya sudah pulang Rayza akan menyelesaikannya dengan baik-baik. "Qiran kamu belum masak kan?" Tanya Rayza menatap hangat wajah Qiran yang ditekuk. "Hmmm..." Qiran hanya menggumam sebagai Jawaban. "Ummi kita makan di luar yuk." Ucap Rayza. "Ga usah. Ini Ummi sudah bawa lauk pauk untuk kamu. Cukup banyak untuk kalian makan. Jika saja Ummi tahu kalau ada Qiran di sini, pasti ummi bawakan lebih banyak." Ucap Zahra menunjukkan Lunch box yang dibawanya. "Ini Qiran kamu siapkan di meja makan. Ayo kalian harus segera makan. Jangan sampai kalian telat makan dan sakit." Ucap Zahra memberikan lunch box yang dibawanya kepada Qiran. "Terima kasih Ummi. Maaf aku belum sempat masak." Ucap Qiran tak enak hati. "Tidak apa-apa. Ummi pulang ya?" Zahra kembali bicara dengan senyuman keibuan yang indah di mata Qiran. Qiran pun mengangguk dan menampilkan senyum terbaik di wajahnya. "Lho kok cepat sekali. Lebih baik Ummi makan bersama aku dan Qiran." Ucap Rayza. "Ayahmu sedang banyak kerjaan. Kamu tahu sendiri jika pria itu sudah sibuk, dia akan melupakan sekelilingnya. Termasuk kesehatannya sendiri. Ummi harus pulang dan memastikan ayahmu tidak telat makan. Ummi pulang ya? Ingat kamu harus antar Qiran ke rumah sore ini." Ucap Zahra tak lupa mengingatkan Rayza untuk mengantar Qiran ke rumahnya. Sungguh Zahra lebih tenang jika Qiran tinggal bersamanya. Dia takut putranya akan khilaf. Terlebih lagi gadis itu memiliki tubuh yang ibdah dengan paras secantik Dewi. "Iya Ummi. Aku antar ya?" Ucap Rayza menawarkan diri. "Ga usah. Ummi ke sini diantar Pak Rahman kok. Sudah ya... Takut ayah mu telat makan. Assalamualaikum." Ucap Zahra kemudian berpamitan untuk pulang. Usai kepergian Zahra. Netra coklat Qiran kembali menatap netra hitam Rayza dengan aura kejam. Qiran pun merapatkan bibirnya hingga terdengar suara gemertak giginya. Sungguh Qiran begitu marah karena dia yang tak tahu apa-apa malah di ajak ikut serta dalam drama antara ibu dan anak itu. Walau sejujurnya Qiran sempat baper karena pernyataan Rayza. Tapi logika gadis itu masih normal dan tak ingin terus dibawa terbang lalu dijatuhkan. Pasti akan sangat menyakitkan. Rayza yang sadar melihat tatapan membunuh Qiran pun segera mengambil alih Lunch box di tangan Qiran. Dia berniat untuk menyiapkan makan siang mereka demi menghindari amukan gadis itu. "Sini aku siapin makan siang buat kita... Hehehe..." Ucap Rayza canggung. Tapi Qiran tak menjawab. Gadis itu malah menginjak kaki Rayza dengan kuat. Bahkan telapak kaki itu sengaja berputar untuk memberikan sensasi sakit yang lebih menyiksa bagi punggung kaki Rayza. "Aaawww..." Pekik Rayza kesakitan. "Qiran lepas Qiran... Aaawww... Ini sungguh sakit." Ucap Rayza menyentuh kaki kanannya yang diinjak Qiran. "Enakkan? Makanya kalo ngomong pakai otak." Ucap Qiran bar-bar. "Kalo ngomong pakai otak gimana caranya. Otak kan ga ada lidahnya. Makanya aku ngomong ga pakai otak... Aaawww... Lepas Qiran... Ini sakit..." Ucap Rayza membela diri. Mendengar jawaban Rayza yang seperti lelucon membuat Qiran semakin kesal. Gadis itu pun memilih untuk pergi meninggalkan Rayza. Dan mengambil lunch box di tangan Rayza dengan sangat kasar. Dengan langkah cepat dan mantap, Qiran pergi ke arah pantry dan menyiapkan makan siang untuk mereka. Sedangkan Rayza mengikuti langkah kaki Qiran tepat di belakang gadis itu. "Qiran kamu marah ya... Maaf ya... Aku tuh terpaksa bilang begitu." Ucap Rayza berusaha merayu Qiran agar gadis itu memberikan maaf. "Pikir aja sendiri." Ucap Qiran ketus. "Maaf aku tuh ga bermaksud buat kamu kesal. Maaf ya..." Ucap Rayza memohon. Sedangkan Qiran sudah tak peduli dengan apa yang diucapkan Rayza. Gadis itu memilih untuk mengabaikan Rayza dengan menyiapkan makan siang mereka. "Qi... Aku lebih suka kamu marah-marah dari pada diam seperti ini. Aku minta maaf Qi... Qi... Jangan diemin aku begini dong... Kalau kamu ingin marah dan memaki aku... Maki saja. Atau jika kamu ingin memukulku... Pukul saja... Aku rela. Dari pada kamu diam seperti ini. Aku ga ngerti... Aku bingung harus bersikap apa untuk meredakan amarah mu." Ucap Rayza kembali. Qiran pun segera membalikkan tubuhnya. Gadis itu mulai meneteskan air mata. Hal itu membuat Rayza semakin merasa bersalah. Sungguh saat Qiran marah-marah pada dirinya jauh lebih baik dibandingkan Qiran menangis karena kelakuannya. Air mata Qiran benar-benar membuat Rayza merasa seperti dihantam gelombang rasa bersalah yang bertubi-tubi. "Hiks... Hiks... Aku tuh ga mau nikah sama kamu. Hiks... Asal kamu tahu, aku tuh sengaja pergi dari rumah demi menghindari sebuah perjodohan. Tapi aku malah bertemu dengan mu. Dan aku siap bekerja apapun asal kamu mau membayar tenaga ku. Tapi sekarang... Kamu malah menjebak aku dalam drama keluarga mu. Kamu malah mengatakan aku calon istrimu. Hiks... Aku ga mau nikah sama kamu... Hiks... Aku belum ingin menikah... Aku belum siap menikah. Apalagi dengan pria yang baru aku kenal beberapa hari. Hiks... Hiks... Kita tuh baru kenal." Ucap Qiran menumpahkan segala kekesalannya. Rayza terpaku mendengar penuturan Qiran. Rayza merasa sangat bersalah. Qiran bahkan nekad pergi dari rumah demi menggagalkan perjodohan dengannya. Dan dia malah kembali menjerat Qiran dengan berbagai cara. Dimulai dengan menjadikannya sebagai pembantu. Dan sekarang dia malah semakin mengikat Qiran dalam permainan drama yang dia ciptakan dengan begitu lihai. "Aku minta maaf. Aku tidak bermaksud menyakitimu." Ucap Rayza merasa bersalah. "Hiks... Hiks..." Tangis Qiran semakin pecah. Sungguh dia ingin pulang. Kembali bersama Papinya. Setidaknya papinya tidak akan menjebloskan putrinya sendiri ke dalam kehidupan yang sulit. Pastinya sang papi akan berusaha mengenal lebih jauh calon suami putrinya sebelum memutuskan untuk melaksanakan sebuah perjodohan. Tapi Qiran malah kabur demi menghindar. Dan dia malah terjerumus kembali dalam perjodohan yang tak pernah dia duga. Bahkan dengan pria yang tak dia kenal seperti apa sifatnya, latar belakangnya, kebiasaannya... Qiran benar-benar buta, semua hal tentang Rayza. "Qi... Kita memang baru kenal. Tapi ucapan ku tidak main-main. Aku memang ingin menikah dengan mu. Bahkan jika kamu tak percaya. Aku akan membuktikan ucapan ku. Jika memang kamu ingin aku menemui orang tua mu dulu pun akan aku lakukan. Aku ingin menikahimu. Aku ingin kita menjalin rumah tangga bahagia. Apakah kamu tidak bisa menilai seberapa tulus aku mengatakan ini semua?" Ucap Rayza frustrasi. Sungguh dia bingung harus mengungkapkan kesungguhan hati pada gadis masa depannya. Mendengar penuturan pria di hadapannya membuat Qiran mendongak demi bisa menatap netra hitam milik pria itu. Qiran berharap bisa menyelami seberapa tulus ucapan Rayza. Dan benar saja tatapan itu seolah menggambarkan keteguhan hati seorang pria pada wanitanya. Hari Qiran sempat tersentuh saat menyadarinya. Namun sesaat kemudian dia memalingkan wajah. Dia tidak boleh terjerat pesona pria ini. Karena baru saja tadi pagi dia melihat Rayza merangkul pundak seorang wanita. Pria memang pandai menyembunyikan perasaannya. "Qiran... Kau masih tidak bisa percaya padaku?" Tanya Rayza semakin frustrasi. "Haruskah aku percaya pada pria yang bahkan belum pernah mengungkapkan cinta. Tapi malah mengajak menikah. Apalagi pria itu biasa bersikap ketus dan menyebalkan. Alasan apa yang harus aku jadikan sebagai penguat perasaan ku untuk percaya semua ini?" Tanya Qiran menahan emosi. "Sepenting itukah sebuah pernyataan cinta bagi mu?" Tanya Rayza menatap netra coklat dihadapan nya dengan dalam. Tapi sesaat kemudian dia sungguh menyesal. Rayza merutuki kebodohannya. Sungguh dia cerdas dalam bidang apapun. Tapi terlalu bodoh dalam urusan cinta. Mengapa harus memilih kalimat itu untuk dia ucapkan? Mengapa tidak dia ucapakan saja I love you? Mengapa dia malah harus memulai Drama lain? Di saat seharusnya drama yang sebelumnya selesai dengan sebuah pernyataan cinta, dia malah mengungkapkan hal yang seharusnya tidak diungkapkan. Sungguh bodoh. Dan kini dia hanya bisa menatap wajah kecewa Qiran. Sungguh Qiran kecewa karena bukan pernyataan cinta yang dia dapat, melainkan sebuah pernyataan yang membuat hatinya semakin ragu pada Rayza. Sudah cukup dia merasakan luka mendalam akibat pernikahan kedua orang tuanya. Entah apa yang terjadi dalam rumah tangga orang tuanya Qiran tak pernah tahu. Yang dia tahu adalah sebuah perpisahan tanpa memperdulikan perasaannya sebagai seorang anak. Dan hal itu membuatnya merasa takut menjalin hubungan dengan pria. Jangankan untuk menikah, berpacaran pun Qiran merasa enggan. Permainan drama kehidupan yang sebelumnya saja membuat dia merasa sendiri dan kesepian. Haruskah dia memulai Drama lain. Yang bahkan dia tak tahu akan berujung bahagia atau nestapa.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD