Menyesal

1294 Words
"Sepenting itukah sebuah pernyataan cinta bagi mu?" Rayza merasa menyesal setelah mengucapkan pertanyaan itu. Sungguh dia tak menyangka bibirnya selalu tidak mengikuti perintah otak. Dan kini sebuah penyesalan tak berarti karena Qiran sudah terlanjur marah padanya. Bahkan kini tanpa mengucap sepatah katapun, Qiran menyelesaikan pekerjaannya yang tertunda. Dia merapihkan lauk pauk yang dibawa oleh ummi Rayza di meja makan dan juga menyiapkan nasi serta minuman Rayza. Rayza mengikuti langkah Qiran di belakang gadis itu. Dia sendiri bingung harus meminta maaf dengan cara apa. Sudah terlalu sering dia meminta maaf. Nyatanya dia selalu mengulang kesalahan yang sama. Mulutnya benar-benar harus diberi pendidikan khusus. Terbiasa ketus terhadap wanita membuatnya juga ketus pada Qiran. Padahal hatinya sungguh tak ingin melukai perasaan gadis itu. "Silakan makan." Ucap Qiran kemudian bergerak menjauh dari pantry. "Qiran..." Panggil Rayza menatap punggung Qiran yang menjauh darinya. Tapi Qiran tak mau menghentikan langkahnya. Gadis itu mengabaikan panggilan Rayza untuknya. Rayza pun mengejar langkah Qiran kemudian berhenti tepat di depan pintu apartemennya sebelum Qiran berhasil keluar dari sana. "Rayza minggir." Ucap Qiran. "Enggak." Ucap Rayza. "Rayza aku mohon minggir." Ucap Qiran memelas. Sungguh dia tak ada energi untuk berdebat. "Qi... Aku mau kamu makan dulu. Aku ga mau makan sendirian." Ucap Rayza. "Aku udah kenyang." Ucap Qiran. "Bohong. Aku tau kamu lapar." Ucap Rayza. "Sok tahu." Jawab Qiran menatap bengis wajah pria tampan di hadapannya. "Kan kamu pasti lelah seharian merapihkan apartemen aku. Kamu pasti lapar dong setelah bekerja. Ayo makan bareng aku." Ucap Rayza. "Aku ga lapar. Udah ah minggir." Ucap Qiran kesal dengan sikap Rayza yang selalu memaksa. Krriiiuuukkk... Tapi sayang suara perutnya tak bisa diajak kompromi. Hal itu membuat Rayza menahan tawa karena Qiran berbohong padanya. "Tuh kan kamu lapar." Ucap Rayza. Wajah Qiran langsung memerah karena malu. Sungguh Qiran merasa kesal dengan suara perutnya yang tak bisa berbohong. Qiran pun mulai menekuk wajahnya dan memanyunkan bibir tipisnya. Sedangkan Rayza merasa khawatir mengingat Qiran memiliki riwayat penyakit maag yang cukup parah. Rayza tak ingin Qiran kembali sakit karena dirinya. Tapi dia sadar, Qiran adalah gadis paling keras kepala yang ditemui olehnya. Jadi Rayza akan tetap memaksa Qiran untuk kembali ke meja makan dengan cara apapun. "Aaaa..." Pekik Qiran saat merasa tubuhnya melayang di udara. Bukan dengan posisi bridal style yang romantis tapi malah seperti karung beras yang dipanggul. "Rayza turunin aku." Ucap Qiran kesal. Gadis itu memukul punggung lebar Rayza dengan brutal. Tapi sayang semua itu tak membuat Rayza menghentikan aksinya. "Diam! Atau aku akan nikahin kamu hari ini juga." Ucap Rayza mengancam. "Aku mau dibawa kemana? Turunin aku! Rayza turunin aku!" Teriak Qiran karena kesal. Rayza pun membopong tubuh itu ke arah pantry dan mendudukkan Qiran dan di kursi. "Diam!" Perintah Rayza dengan wajah tegasnya. Hal itu membuat Qiran memutar bola matanya jengah. Sedangkan Rayza sibuk menyendok kan nasi ke piring beserta lauk pauknya. "Makan! Kalau sudah makan, terserah kamu mau apa." Titah Rayza. Tanpa menjawab perintah Rayza, Qiran segera menghabiskan makanannya. Kemudian pergi dari apartemen Rayza menuju apartemennya. Rayza pun tak mencegah langkah Qiran. Dia merasa cukup lega jika Qiran sudah makan. Sungguh Rayza hanya tak ingin Qiran kembali sakit. Itu saja. Bukan karena tak ingin repot lagi. Tapi melihat Qiran sakit membuatnya ingin menggantikan posisi itu. Dan kini Rayza membiarkan Qiran pergi. Dia tak ingin membuat Qiran semakin membencinya. Rayza pun merapihkan bekas makannya dengan Qiran lalu mencucinya di wastafel. "Sepertinya Qiran benar-benar marah padaku. Apa aku kelewatan?" Ucap Rayza bermonolog. "Aku harus menemui dia." Ucap Rayza kembali. Namun notifikasi handphone mengalihkan perhatiannya. Rayza pun meraih handphone nya dan melihat siapa yang menghubunginya. "Ummi?" Ucap Rayza. Kemudian pria itu segera menarik tanda hijau ke arah atas. "Assalamualaikum Ummi." Ucap Rayza. "Waalaikum salam Nak. Ummi cuma mau mengingatkan. Jangan lupa ajak Qiran ke rumah. Kenalkan dia dengan ayah mu." Ucap Zahra dalam panggilan telepon nya. "Iya Ummi. Ini aku siap-siap. Aku dan Qiran baru saja selesai makan." Ucap Rayza. "Ya sudah kalo gitu. Ummi juga mau mengingatkan, bilang sama Qiran. Dia harus tinggal di rumah. Ummi hanya khawatir kalian akan melakukan hal di luar batas jika kalian tinggal satu apartemen." Ucap Zahra khawatir. "Astagfirullah hal adzim... Ummi... Berapa kali aku harus bilang... Kami tidak tinggal satu apartemen. Kami tinggal di unit yang berbeda." Ucap Rayza frustrasi. Sungguh kehadiran Ibunya yang tiba-tiba, membuat kacau semua rencananya. Rencana yang tadinya sudah dia rangkai dengan begitu apik. Bahkan rencananya untuk melamar Qiran secara romantis sesuai saran dari ayah Qiran. Semuanya mungkin tak akan bisa di realisasikan mengingat kemarahan Qiran saat ini. "Ya siapa tahu... Setan itu memiliki berbagai cara untuk menggoda umat manusia. Ingat itu Rayza. Walaupun kalian tidak melakukan hal di luar batas. Tapi tetap saja sekedar berpegang tangan pasti kalian lakukan. Padahal berpegang tangan pun haram jika kalian belum menikah. Jangankan menyentuh tangannya, kamu menatap wajahnya saja, itu sudah zinah pandangan Nak. Astagfirullah hal adzim... Ummi hanya berusaha menjaga kalian." Ucap Zahra menceramahi putranya. Rayza pun mendesah panjang. Dia memang seharusnya mengiyakan ucapan ibunya. Karena kenyataannya baru saja Rayza melakukan hal yang tidak seharusnya dilakukan. Membopong Qiran. Bahkan Rayza sering kali terpesona menatap kecantikan Qiran. "Tuh kan kamu diam. Itu artinya kamu merasa bersalah." Ucap Zahra kembali. "Iya Ummi... iya... Aku akan bujuk Qiran agar tinggal di rumah." Ucap Rayza. "Nah gitu dong... Tenang saja Ummi akan perlakukan Qiran dengan baik. Ummi ga akan jadi mertua yang jahat. Hehehe..." Ucap Zahra terkekeh dengan ucapannya sendiri. "Ummi bisa aja." Ucap Rayza. "Oke. Ummi tunggu di rumah ya... Assalamualaikum." Ucap Zahra mengakhiri panggilan teleponnya. "Waalaikum salam..." Jawab Rayza. "Haah... Membujuk Qiran untuk tidak marah saja belum selesai. Bagaimana dengan membujuk Qiran agar mau tinggal bersama Ummi? Ya Allah... Kenapa jadi rumit begini..." Ucap Rayza mengacak rambutnya. Dia benar-benar bingung harus bagaimana membujuk Qiran agar mau tinggal bersama Umminya. Sedangkan Qiran saja menolak untuk menikah dengannya. Rayza pun ke kamar untuk mengganti pakaiannya dengan kemeja dan celana jeans. Usai merapihkan penampilannya, Rayza bergegas ke unit apartemen Qiran. TING NONG... TING NONG... Rayza menekan bel. Namun Qiran tak kunjung membuka pintu apartemennya. Sebenarnya Rayza juga memiliki kartu untuk akses masuk apartemen Qiran, hanya saja dengan kondisi Qiran yang marah padanya membuat dia tak enak hati jika langsung masuk ke sana. TING NONG... TING NONG... Rayza kembali menekan bel, karena Qiran tak kunjung membuka pintu untuknya. Dan kini hatinya berdenyut khawatir. Rasa bersalah membuatnya takut Qiran meninggalkan dirinya. Akhirnya Rayza pun membuka pintu dengan akses yang dimilikinya. Usai membuka pintu apartemen Qiran. Rayza segera berlari menuju kamar Qiran. Sungguh hatinya dihantam rasa bersalah dan menyesal karena apartemen itu telah sepi penghuni. "Qiran! Qiran! Qiran... Kamu di mana Qiran?" Teriak Rayza sambil terus mencari Qiran di setiap sudut ruangan. Tapi sayang Qiran memang sudah pergi meninggalkan dirinya. Dan kini netra hitamnya terkejut menatap sebuah kertas di atas nakas. Bahkan di atas kertas itu juga ada kartu debit dan kunci mobilnya. Dengan jantung berdebar Rayza meraih kertas tersebut dan mulai membacanya. Assalamualaikum... Terima kasih sudah menampung saya. Maaf jika sudah merepotkan. Kini air mata Rayza luruh. Rayza benar-benar takut Qiran meninggalkannya. Rayza sungguh menyesal telah memulai Drama yang seharusnya tidak dia lakukan. Seandainya saja dia tak mengatakan pada ibunya bahwa Qiran calon istrinya, mungkin semuanya tidak akan seperti ini. Seandainya saja dia mengatakan Qiran sebagai pembantunya, mungkin ibunya tidak akan memaksa Qiran untuk tinggal di rumahnya. Tapi sungguh saat itu dia hanya tidak rela mengatakan bahwa Qiran pembantunya. "Ya Allah... Qiran... Kamu benar-benar meninggalkan aku?" Gumam Rayza. Namun setelahnya pria itu berlari menuju jalan utama. Berharap Qiran belum pergi jauh. Setidaknya Qiran masih menunggu taksi. Jadi Rayza bisa mencegah Qiran meninggalkan dirinya. Tapi sayang... Sejauh mata memandang tak ada sosok Qiran di sekitarnya. Hanya ada jalanan yang ramai dipenuhi bus kota dan kendaraan pribadi. Penyesalan sudah tak ada gunanya saat ini. Lalu kemana Rayza harus mencari Qiran? Semuanya membuat hatinya bergetar hebat karena rasa bersalah yang mendalam.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD