BAB 1

1125 Words
      Sebuah pernikahan tanpa Cinta adalah seperti mimpi buruk bagi siapa saja, tapi tidak ada yang pernah tahu bahwa mimpi buruk bisa menjadi manis bila takdir berpihak padanya.     Hari ini dia mengumandangkan ijab kabul dengan namaku yang sialnya terdengar merdu ketika di ucapkannya. Seharusnya bukan aku yang duduk dengan jantung berdebar disampingnya. Seharusnya bukan aku yang didandani seperti Putri Raja dan membuat semua tamu undangan memandang takjub setiap kali bertata muka.     Laki-laki itu,  yang sekarang mungkin boleh ku sebut suamiku. Sebenarnya adalah pacar sahabatku sendiri. Dan dia membenciku setengah mati. Sudah terbayang kan bagaimana nantinya pernikahan ini akan berjalan ?     Aku meremas kain kebaya yang membalut tubuhku dengan Indah. Tanganku berkeringat dan jantungku luar biasa berpacu. Ku lihat Nancy, memandangku dengan tatapn benci sekaligus terluka. Ku akui ketegarannya menyaksikan pacarnya menikahi sahabatnya sendiri. Tapi bukan aku yang menginginkan pernikahan ini. Aku memang pernah menyukai Adrian suamiku dahulu, saat kami masih duduk di bangku kuliah.  Sebelum dia mengenal Nancy. Tapi untuk bermimpi menjadi temannya saja aku tidak berani. Dia terlalu bersinar dan aku hanya gadis sederhana yang kebetulan mendapat beasiswa di kampus yang sama dengannya.     Aku biasa berteman dengan anak-anak biasa yang lebih banyak menghabiskan sebagian waktu luangnya di perpustakaan. Sedangkan Adrian adalah laki-laki populer dimana saat dia berjalan semua perempuan memandangnya takjub.  Ada yang menundukan wajahnya malu dan ada yang terang-terangan berteriak mengucapkan kata cinta kearahnya.     Semua acara sudah selesai. Para tamu undangan sudah pergi. Adrian menarikku sedikit kasar kedalam mobil yang akan membawa kami ke apartemennya. Dia menolak pemberian rumah dari tante Imel ibunya. Dia bilang kami akan tinggal di apartemen saja.     Aku sangat mengerti maksud dari semua itu. Dia pasti ingin membuatku menderita karena sudah berani menerima lamaran yang diajukan ibunya padaku. Aku menerima pernikahan ini bukan tanpa alasan. Adikku sakit jantung,  dan dia membutuhkan biaya yang banyak untuk pengobatannya. Kemudian tante Imel datang menawari bantuan dengan syarat aku mau menikahi putranya. Aku sudah menolak pada awalnya, tapi alasan yang diucapkan tante Imel membuatku terpaksa menerimanya.     Entah apa penyebab tante Imel sangat tidak menyukai Nancy. Dan Adrian berfikir akulah yang mempengaruhinya untuk tidak menyukai kekasihnya itu. Mungkin keputusan yang aku ambil ini bisa dibilang jahat. Tapi aku tidak bisa diam saja sementara adikku meregang nyawa di rumah sakit. Biarlah aku berkorban perasaanku. ***       “Puas kan, lo udah hancurin semua mimpi gue?” Adrian mendorongku sampai terjatuh di samping tempat tidur. “Dasar cewe matre,  gue tahu lo dibayar sama nyokap gue buat nikah sama gue.”  Adrian tidak pernah tahu,  atau lebih tepatnya tidak mau tahu alasan aku menerima uang itu. Aku terduduk dengan genangan air mata yang sebentar lagi akan jatuh tanpa mampu berkata apapun.  Karena pada kenyataannya memang benar. Aku baru saja menghancurkan mimpinya untuk menikahi seorang Nancy yang sangat cantik dan sempurna.     “Jangan mengharapkan apapun dari pernikahan ini,  apalagi uangku. Kau tidak akan mendapat apapun kecuali rasa sakit yang lama lama akan menggerogoti tubuhmu.”  Adrian berucap penuh kebencian kemudian keluar sambil membanting pintu keras-keras. ***     Sudah genap satu bulan aku menjadi istrinya. Tanpa senyum darinya,  tanpa kata-kata manis,  bahkan sekedar ucapan selamat pagi. Apartemen ini rasanya sangat sunyi. Dia selalu mengabaikanku seolah aku tidak ada. Aku masih bisa menerimanya. Ini memang salahku, setidaknya dia tidak kasar padaku.  Tapi ternyata pemikiranku salah.      Suatu malam dia datang ke kamar ketika aku sudah terlelap.  Dia mengikat kedua tanganku dengan tali ke salah satu besi di sandaran tempat tidurku.  Saat itu aku tersadar dan sedikit panik.     “A-Adrian kenapa aku diikat seperti ini?” Dia menyeringai sambil menatapku penuh gairah.     “Ibuku sudah membayar mahal dirimu,  bukankah rugi kalau aku tidak menggunakan apa yang sudah dibelikan ibuku untukku?” Aku panik.  Apa yang akan dilakukannya?  Aku menarik-narik ikatan tanganku tapi sangat kencang. Tanganku sedikit lebam dibuatnya.     Dia mulai melepas bajuku satu persatu hingga tersisa bra dan celana dalam berenda milikku. Aku hanya mampu menggelengkan kepalaku karena dia menyumpal mulutmu dengan saputangannya.     “Mari kita mulai permainan kita!” Ucapnya sambil tersenyum menakutkan.     “Tubuhmu lumayan juga,  kenapa kau tidak menjajakannya di club malam saja? Percayalah padaku, kau akan mendapatkan lebih banyak uang disana.” Dia menaikan satu alisnya sambil memandangku sedikit berfikir.     “Nanti saat permainan ini selesai,  beritahu aku sudah berapa puluh laki-laki yang menjamahmu?”     Air mataku sudah menggenang di pelupuk mata.  Sakit sekali mendengar setiap hinaannya. Sungguh aku bergandengan tangan dengan seorang laki-laki saja tidak pernah. Dia mulai meraba seluruh lekuk tubuhku,  dari lengan perut lalu berhenti di payudaraku dan meremasnya perlahan.  Mengirimkan perasaan geli yang seolah berkumpul di perutku. Dia melirikku, aku memandangnya penuh kebencian.  Tapi apa yang bisa ku lakukan selain menerima ini? Semuanya memang kesalahanku,  dan dia memang berhak atas tubuhku.     “Bagaimana? Nikmat?” Senyum mengejeknya berkembang dengan sempurna.     Dia meremas kedua payudaraku bersamaan.  Lalu kedua tangannya masuk kedalam cup braku dan meremasnya dari sana.  Aku menjerit tertahan ketika kedua tangan nakalnya memelintir putingku. Rasanya sedikit ngilu,  geli dan menyengat. Dia tertawa melihat reaksiku.     “Lihatlah bagaiman tubuh jalangmu merespon setiap sentuhanku!” Dia melepas bra-ku dan melemparnya ke sembarang arah.      “Lihatlah Lisa! Bagaimana payudaramu berdiri menantang meminta lebih.” Aku sangat malu,  marah dan terluka.     Dia memajukan wajahnya dan lidahnya menjulur menjilat p****g payudaraku. Sambil matanya melirik melihat reaksiku. Aku hanya mampu memejamkan mata, tanpa mampu berbuat lebih. Rasanya aku tidak tahan bila diperlakukan seperti ini. Dia menjilat lagi se    mentara tangannya mempermainkan payudaraku yang satunya.     “Bagaimana? Kamu sudah basah?” Dia menyeringai. Aku terengah-engah menahan perasaan yang ditimbulkan dari setiap sentuhannya. Dia memasukan putingku ke dalam mulutnya dan mempermainkannya dengan lidah.  Aku ingin menjerit tapi tertahan saat giginya menggigit putingku keras. Sementara tangannya sudah masuk kedalam celana dalamku yang entah sejak kapan mulai terasa lembab.     “Wah,  kamu sudah sangat basah sayang.  Setelah ini aku akan membuatnya semakin nikmat.” Adrian memberikan seringai yang menakutkan. Dia menggerakan jarinya di dalam sana. Mengusap sesuatu yang mengeras disana dan membuatku sungguh-sungguh tidak tahan. Aku menarik-narik ikatan tanganku,  aku yakin pergelangan tanganku sudah membiru sekarang.     Tapi aku hanya mampu menggerakan kepalaku ke kiri dan ke kanan dengan cepat. Seiring dengan jarinya yang semakin cepat,  perasaanku semakin tidak terkendali. Aku hampir sampai pada Puncak efek rasa dari perbuatannya ketika tiba-tiba dia berhenti dan mengeluarkan jarinya sambil memperlihatkan lendir dari kewanitaanku yang menempel di jari tangannya.Ada perasaan kecewa seperti sesuatu yang belum terselesaikan didalam diriku karena dia melepaskannya sebelum aku mencapai puncaknya.     “Kau fikir aku akan membiarkanmu merasakan kenikmatan itu baby?” Dia tersenyum sambil menggeleng.     “Tidak akan pernah!” Dia beranjak dan pergi meninggalkanku yang sudah sesenggukan menahan sakitnya penghinaan yang dia berikan.  Hingga aku tertidur tanpa sadar dan bangun keesokan harinya dalam keadaan ikatan tangan dan sapu tangan yang sudah terbuka. Aku memakai kembali semua bajuku. Dan berjalan menuju dapur membuatkan dia sarapan seperti biasa.     Aku tahu,  bahwa penderitaanku baru saja dimulai.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD