COFFE TIME

1675 Words
Deniz memandangi Yasmin dengan saksama. Yasmin mengenakan celana pendek selutut. Kaos T-shirt ketat dan kacamata hitam yang menggantung di kerah baju, tepat di atas dadanya. Sepatu sneakers menutupi hingga mata kaki, serta sebuah topi masih melekat di atas kepalanya.  Deniz tersenyum. Ia suka melihat gaya seorang Yasmin yang sangat cantik, namun seolah ia sembunyikan di balik pakaiannya yang maskulin. "Yasmin, Yasmin benar begitu?" Deniz memastikan. "Iya." Yasmin mengangguk. "Di negara kami, banyak wanita dengan nama yang sama sepertimu. Kami menyebutnya YASEMIN," ujar Deniz sambil memberikan senyuman seraya memperhatikan Yasmin lebih lekat. "I see," Yasmin mengangguk perlahan. Senyuman Deniz yang menawan membuatnya hampir pingsan. Tidak kuasa melihat keindahannya. "Yasmin, duduklah dulu. Kau mau sesuatu?" Deniz menawarkan dengan tulus. "Aku sangat ingin. Tapi Kapten, banyak yang harus aku kerjakan. Aku harus pergi sekarang." Yasmin menolak dengan halus. "Saat ini coffee time. Ayolah aku memaksa, kau mau apa? Biasanya, aku akan turun ke bawah, tapi kali ini aku akan minum bersamamu. Aku bisa meminta mess boy (helper) membawakan kita minuman dan kudapan. Jadi, ada yang kau mau?" ujar Deniz sambil memegang gagang telepon dan menekan nomor panggilan ke dapur. "Selim, aku minta ice coffee Yasmin, kau mau apa?" tanya Deniz sambil menatap Yasmin menunggu jawaban. "Aku minta yang sama denganmu," jawab Yasmin. Ia tidak mampu lagi keluar dari paksaan yang sangat manis dari sang Kapten. "Yasmin, duduklah. Kau bisa melepaskan topimu. Tidak ada matahari di dalam sini. Kau aman," ucap Deniz kembali tersenyum manis sambil tertawa pelan. 'Astaga, dia suka sekali tersenyum' dunia Yasmin terasa mengabur seketika. "Hem ... baiklah," Yasmin mendudukkan dirinya di atas kursi yang berada di tengah ruangan itu. Meja dan kursi itu berwarna krim. Berbingkai kayu dengan warna coklat tua. Terdapat pengait di bagian bawah kursi, agar tidak bergerak saat gelombang air laut melanda. 'Benar kata Mirza, harusnya aku menyisir rambutku,' gumam Yasmin di dalam hati.  Ia melepaskan topi, lalu mengaitkan di celana pada bagian pinggang. Yasmin merapikan sedikit rambutnya dan menyelipkan di belakang telinga. Mereka duduk berhadapan. Deniz mengambil rokok dari sakunya. "Rokok?" ujar Deniz menawarkan rokok kepada Yasmin. "Tidak Kapten, terima kasih. Perempuan di Indonesia tidak merokok, akan dipandang buruk bagi masyarakat luas." "Benarkah?" matanya membulat, "bolehkah saya. Deniz mengacungkan rokoknya. "Silahkan." Yasmin mempersilahkan sambil membuka tangannya. Deniz menjepitkan sebilah rokok di antara kedua bibirnya. Menyalakan dengan pemantik lalu menghisapnya dalam-dalam. "Di Turki tidak masalah perempuan merokok. Itu adalah hak setiap orang," Deniz berkata dengan cuek sambil menatap Yasmin dengan lekat. Iris matanya yang berwarna coklat terang terlihat sangat berbinar. Yasmin menundukkan wajahnya. Dia menghalau kecanggungan di antara mereka saat saling bertemu pandangan seperti itu. Ada perasaan aneh yang menyusup perlahan dan membuat dadanya berdebar tak beraturan. "Kapten, apa ada kamar kosong? Bolehkah aku meminjamnya?" Yasmin meminta penuh harapan, dan dia berusaha agar tidak terlihat gugup dan salah tingkah. Gadis itu tidak ingin terlihat bodoh karena salah dalam bersikap.  "Ada. Aku akan berikan kamar untukmu. Kau seorang perempuan, tentu kau perlu privacy sendiri," ujar Deniz. Dia tidak dapat melepaskan pandangan matanya menatap wajah Yasmin. Ia sangat mengagumi gadis di depannya. Deniz meraih radio HT-nya dan bicara dengan seseorang. "Yasmin, aku sudah meminta kamar untukmu.  Kau ambil saja kuncinya pada *chief officer." "Terima kasih." Yasmin tersenyum. Seorang lelaki berdiri di depan pintu sambil membawa nampan dengan kedua tangannya. "Excuse me, Sir," dia menunggu dipersilahkan memasuki ruangan itu. "Robert, come in,"  jawab Deniz sambil melambaikan tangan. Robert melangkah masuk dan meletakkan nampan di atas meja.  Nampan itu berisi dua gelas bubble ice coffe dan sepiring kudapan. Ada pula secawan madu. Dilihat dari bentuknya, kudapan itu mirip dengan roti goreng jika di Indonesia. Yasmin memperhatikan Robert.  Wajahnya serupa dengan orang Indonesia. "Dia orang Philipina," ujar Deniz. Sepertinya ia mengerti apa yang dipikirkan Yasmin.  Yasmin tersenyum kepada Robert. Ia sangat senang melihat Robert, seakan baru saja memenangkan undian. Setelah selesai, mess boy itu pergi meninggalkan mereka. Mereka berdua lantas menyantap makanan dan minuman yang tersedia di atas meja.  'Ini memang roti goreng dengan saus madu.' Yasmin membatin. Dia senang makanan yang ia santap bukanlah sesuatu yang asing baginya. "Yasmin seberapa jauh kita dari kota. Apa namanya? Uhm Bann-jhar, mashin?"  "Hahahaha, iya BAN-JAR- MA-SIN," Yasmin mengeja dengan pelan. "BAN-JAR- MASIN?" Deniz melafalkannya dengan aksen Turki yang kental. "Iya, benar begitu. Saat air laut tenang seperti saat ini, hanya membutuhkan waktu 90 menit. Namun saat gelombang besar, butuh waktu 2-3 jam."  "Uhmm OK. Lalu berapa lama lagi kita menunggu untuk mulai loading?"  "Sekitar 3-5 hari lagi, Kapten."  "Kurasa, aku akan turun ke kota selama 2-3 hari. Apakah kota punya klub malam? " "Ya, banyak klub malam di Banjarmasin." "Apa kau bisa menemaniku? Maksudku, mengantarkanku jalan-jalan di kota. Aku berencana berbelanja di Mall." "Maafkan aku, Kapten. Aku tidak bisa. Tapi jika kau mau, kau bisa minta kepada agenmu. Kau akan aman saat pergi bersamanya. Dia adalah orang yang ditunjuk oleh perusahaanmu untuk melayani kebutuhan kalian. Kau sudah bertemu dengannya?" "Iya sudah," jawab Deniz sambil mengangguk pelan. "Kapten, aku harus pergi." kata Yasmin sambil melihat arlojinya yang sudah menunjukan waktu pukul 10:30. Yasmin berdiri dari kursi. "Tunggu di sini." Deniz pun ikut berdiri. Ia memasuki kamar tidurnya, lalu keluar sambil membawa sesuatu di tangannya. "Selimut ini masih baru, ambillah. Ini untukmu. Jika ada sesuatu yang kau butuhkan katakan saja." Deniz menyerahkan selimut yang masih terbungkus tas plastik transparan. "Wah, terima kasih Kapten. Kau baik sekali."  Yasmin merasa sangat senang. Kamarnya memang akan sangat dingin. Kapal memiliki sistem pendingin udara sentral yang langsung dialirkan ke seluruh ruangan di dalam kapal. Dan terasa lebih dingin daripada AC rumahan. "Jika ada sesuatu yang kau butuhkan katakan saja," ujar Deniz. Raut wajahnya terlihat sangat tulus saat mengatakannya. Dia mengantar Yasmin hingga ke depan pintu. "OK, terima kasih, Kapten." Yasmin mengangguk pelan lalu melangkah pergi. "Yasmin, jangan lupa ambil kunci kamarmu." Yasmin menoleh ke belakang, "Iya."  Yasmin menghilang dari balik pintu menuju tangga, derap langkahnya masih terdengar dari mulut pintu ruangan Deniz dan perlahan menghilang. Yasmin mencari CO (cheif officer) di kantor kru yang berada di dek paling bawah. Dia menemukannya dan mendapatkan kunci kamarnya. Setelah Yasmin membereskan beberapa barang pribadinya di dalam kamar. Dia keluar menuju dapur. Ia mencari Robert. Lelaki itu tengah membantu Selim.  Selim adalah lelaki yang memiliki jabatan sebagai chief cook (tukang masak). Robert sedang memotong bahan makanan untuk dimasak sebagai hidangan makan siang. "Robert," Yasmin memanggilnya. Lelaki muda berusia 23 tahun itu melihat ke arah sang pemilik suara yang memanggilnya. "Ya, ada yang bisa kubantu?" ujar Robert sambil berjalan mendekat. "Robert, aku lapar, kau punya nasi?" tatapan mata Yasmin memelas. "Ya, aku punya. Ambillah di atas kabinet," Robert menunjuk sebuah panci penanak nasi. "Oh, terimakasih."  Yasmin sangat senang. Walaupun Yasmin tadi sudah memakan kudapan, ia tetap saja merasa masih lapar.      Yasmin sudah dua tahun bekerja sebagai shipper. Ia bertemu orang-orang dari berbagai negara. China, Korea, Jepang, India, Malaysia, Thailand, Myanmar, Rusia, Ukraina, Kroasia, Polandia, Yunani dan Turki. Ia tetap tidak begitu menyukai makanan mereka.Bagi Yasmin, tetap belum makan, jika belum makan nasi.     Lidah Yasmin sudah beradaptasi pada beberapa makanan. Terkecuali macaroni, dia sangat tidak menyukainya dan juga makanan Korea, gadis itu tidak dapat menelannya.  Yasmin sudah mengenali tabiat dari mereka.  Setiap orang memang memiliki sifat yang berbeda, tapi mereka kebanyakan mereka bersikap sama dalam menyikapi sesuatu. Sebagai contoh, jika orang Philipina dengan mudah menawarkan makanan saat mereka tengah menyantap makanan. Dan mereka juga akan berbincang dengan ramah meskipun baru saling mengenal. Namun tidak demikian dengan beberapa orang-orang dari negara lainnya. Orang Philipina berkeyakinan, nenek moyang orang Indonesia dan Philipina sama. Karena itu penduduknya memiliki wajah yang mirip dan bahasa yang hampir sama. Setelah makan, Yasmin kembali ke dalam kamarnya dan tenggelam dalam kesibukan membuat laporan untuk perusahaan tempat ia bekerja.  Karena Kelelahan, ia tertidur. Yasmin terbangun saat waktu menunjukkan pukul 17:30. Dia segera mandi. Setelah selesai bersiap, ia melangkahkan kaki menuju ruang makan untuk kru. Saat di kapal, mereka menyajikan makan malam pada jam 5 sore. Yasmin memakan menu makan malam dengan lahap. Menu hari ini adalah ayam goreng dan kentang rebus. Yasmin kembali meminta nasi Robert.  Saat ia tengah menyantap makan malam bersama teman-temannya sambil berbincang ringan dengan kru kapal lainya, sebuah suara mengejutkan mereka semua. "Hai semua, malam ini kita akan mengadakan pesta. Kalian semua diundang untuk datang," suaranya terdengar senang dan berwibawa di saat yang bersamaan. Yasmin memandangi sang pemilik suara. Benar saja, Deniz berdiri di tengah-tengah ruangan. Semua orang tertawa dengan riang. Keriuhan pun terjadi. Mereka merasa senang. Deniz duduk di kursi dan berbincang ringan dengan kru. Sesekali dia melihat ke arah Yasmin dan tersenyum saat mereka beradu pandangan. Sebenarnya ruang makan Deniz berada di sisi lain. Ruang makan para atasan dipisahkan dengan bawahan.  "Dan kau, Nona Yasmin, datanglah, ajak teman-temanmu." Deniz tersenyum kepadanya. Yasmin hanya tersenyum dan mengangguk pelan. Ia tidak berniat hadir. Menurutnya, akan berbahaya baginya berada di antara sekumpulan para lelaki mabuk. Setelah selesai menyantap makan malamnya, Yasmin melangkah meninggalkan ruang makan untuk kembali ke kamarnya. "Yasmin," seseorang memanggilnya. Yasmin menolehkan wajahnya, "Kapten," ujar Yasmin terkejut. "Kau akan datang ke pesta?" tanya Deniz dengan raut wajah penuh harap. "Maafkan aku Kapten, aku sangat ingin. Tapi, sepertinya aku tidak bisa datang. Aku harus bekerja." "Oh, ayolah... kita belum loading. Apa yang kau kerjakan?" "Menurutku, akan jadi ide buruk seorang wanita di antara sekelompok lelaki mabuk. Maafkan aku.  Tapi ... kau tau maksudku?" Yasmin berkata dengan hati-hati. "Ya aku mengerti. Tapi tidak akan ada yang mengganggumu. Tidak akan ada yang berani. Duduklah di sampingku," Deniz kembali tersenyum. 'Lama-kelamaan bisa mati aku di sini, terbunuh oleh senyumnya.' Yasmin membatin. "Oh ... uhm, maafkan aku. Kurasa aku tidak bisa," Yasmin berkata dengan nada seolah menyesal dengan apa yang diucapkannya. "Baiklah bagaimana jika kita menikmati sekaleng bir di bridge sambil melihat matahari terbenam?" wajah tampan itu kembali memohon. Yasmin terdiam mematung. "Ayolah, hanya satu kaleng bir," Deniz menarik pergelangan tangan Yasmin. Memaksa gadis itu mengikuti langkahnya. ******** *Coffe time istirahat bekerja selama 30 menit untuk minum dan makan cemilan. Coffe time dilakukan pada jam 10 pagi dan jam 3 siang **Chief Officer. Jabatan tepat di bawah kapten. *Loading/ proses memuat batu bara dari tongkang ke dalam palkah (tempat berbentuk kotak untuk menyimpan batu bara) * Bridge/ Anjungan kapal
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD