III . PEMANDANGAN INI CANTIK SEKALI

1223 Words
Mulut Yasmin terkunci rapat. ia tak dapat menolak tarikan tangan dari sang Kapten. 'Ini adalah perbuatan kurang ajar,' Yasmin menggumam di dalam hati.  Deniz memaksakan kehendaknya, namun entah kenapa, Yasmin justru tak dapat menolak apalagi marah. Ada perasaan aneh yang menggelitik dadanya saat Deniz menggenggam erat pergelangan tangannya. Bukan kali ini saja sebenarnya Yasmin bertemu dengan orang-orang yang memukau secara visual. Selama dia bekerja di perusahaan ini, sebagai shipper ia terjun langsung kelapangan bertemu dengan banyak orang dari berbagai negara. Mereka biasanya memperlakukan Yasmin dengan segan dan menghormatinya walau ia satu-satunya perempuan di antara puluhan lelaki yang bekerja. 'Baru kali … bagaimana bisa seseorang memperlakukanku sekehendaknya dan memaksaku dengan cara yang tak dapat kutolak?' pikiran itu terus terbesit di kepala Yasmin. "Yasmin, berapa usiamu?" tanya Deniz. Dia tersenyum memandangi Yasmin yang tak menolak mengikuti langkahnya menapaki tangga kapal "Dua puluh lima tahun." Yasmin berusaha menarik pergelangan tangannya dari genggaman Deniz. Namun si Kapten justru semakin mempererat genggamannya. "Allowed me" (izinkan aku) Deniz memandang Yasmin dengan sangat dalam 'Astaga Sifat arogannya justru semakin membuatnya semakin menarik' Yasmin berkata di dalam hati. Dia hanya bisa tersenyum tipis dan merasa canggung dengan situasi ini. Mereka akhirnya sampai di dek 4, tepat di depan pintu kamar Deniz. Lelaki itu membuka pintu seraya berkata, "Tunggulah di sini sebentar. Aku mau mengambil bir."   Deniz  kembali dengan 2 kaleng bir dan sebungkus besar keripik kentang. "Mari, hanya tinggal satu tingkat lagi," ujar Deniz kembali membuka pintu untuk menaiki tangga.  Yasmin mengikutinya dari belakang. Yasmin memperhatikan punggung Deniz. Entah kenapa, ia merasa tak berdaya untuk menolak keinginan Deniz. Dia mengekori langkah si Kapten untuk terus menaiki anak tangga hingga mereka sampai ke anjungan kapal. Anjungan adalah ruang kontrol untuk mengemudikan kapal hingga fungsi lainnya seperti menurunkan jangkar, mengoperasikan pompa, operasi sistem navigasi dan banyak hal lainnya. Anjungan atau Bridge kapal memiliki kaca tebal untuk melihat alam sekitar. Layaknya kaca mobil, namun puluhan kali lebih besar dan lebih tebal. Yasmin melihat ke sekeliling lautan. Semua terlihat jelas dari sini. Banyak pula kapal-kapal lain yang sandar di perairan ini. Mereka juga melakukan loading baik itu batu bara, playwood, biji Besi hingga bahan peledak. Deniz mengambil sebuah teropong di meja," Bisakah kau membuka pintu ini?" ujar Deniz, tangannya penuh kerema membawa bir, keripik kentang dan sebuah teropong. "Oh Iya, tentu." Yasmin membuka pintu baja itu dengan mendorongnya sekuat tenaga. "Nah … di sinilah kita sekarang," ujar Deniz. Dia tersenyum manis. Mereka sudah tiba di luar ruangan. Angin bertiup dengan deras mengibarkan rambut Yasmin. Aroma lautan lepas merasuk dan mengisi paru-paru Yasmin. Ia menarik napas panjang. Langit sore menjelang petang sangatlah indah memukau mata. Panorama yang selalu Yasmin rindukan saat ia kembali ke daratan. "Tunggu sebentar." Deniz kembali masuk ke dalam ruangan anjungan, ia kembali dengan membawa dua buah kursi. "Duduklah." Deniz menyurungkan kursi kepada Yasmin, sedangkan Deniz duduk di kursinya dan mengambil bir yang ia letakan di atas lantai. Dia memberikan satu kaleng bir kepada Yasmin. "Terima kasih, tapi aku tidak minum Alkohol," ujar Yasmin. Dia menolak meminumnya walaupun tetap mengambilnya dari tangan Deniz. "Kenapa? Ini hanya sekaleng bir, kau tak akan mabuk hanya karena meminum satu kaleng." "Aku punya masalah penyakit lambung. Dokter melarangku." ujar Yasmin. Dia beralasan yang menurutnya masuk akal untuk menolaknya. "Sayang sekali," gumam Deniz sambil mengangkat bahunya. "Tapi, sepertinya tadi tidak ada masalah waktu minum kopi." Deniz berkata sambil mengangkat alisnya dan melempar senyuman yang terlihat tidak biasa. Seperti punya artian 'aku tau kau berbohong.' Yasmin merasa tertangkap basah dan merasa malu seolah dia melakukan tindakan kriminal. Yasmin tersenyum hambar, "Maafkan aku. Aku hanya sedang tidak ingin sekarang, mungkin lain kali." Yasmin berkata dengan hati-hati. "Baiklah, aku tidak akan memaksa." Deniz mengangkat bahunya kemudian ia meminum bir yang ada di tangannya 'Apa?! Tidak memaksa? Bahkan aku berada di sini karena tak kuasa menolak paksaanmu. Yang kulakukan tanpa merasa terpaksa. Kalimat apa ini? Hahahah.' Yasmin bergumam dan tertawa sendiri di dalam hatinya.   Dia menggelengkan kepalanya pelan sambil tersenyum simpul. Yasmin menyadari, ia mengikuti Deniz hingga kesini adalah keinginannya. Bukankah Deniz tidak melakukan kekerasan? Bagaimana mungkin bisa dikatakan paksaan. "Apa..?" tanya Deniz. Dia yang sedari tadi memperhatikan Yasmin menangkap ada sesuatu yang dipikirkan gadis di depannya. "Tidak, aku hanya berpikir, bagaimana bisa lelaki muda sepertimu bisa di posisi ini sekarang? Aku menjumpai banyak kapten. Tapi biasanya usia mereka di atas 40 tahun. Namun kau semuda ini?  Berapa usiamu?" Yasmin bicara tanpa henti sambil tersenyum. 'Aku penipu ulung' ujarnya di dalam hati. "Tiga puluh empat," jawab Deniz. Dia tersenyum bangga untuk pencapaiannya. "Wow … bagaimana bisa?" ujar Yasmin terkejut. Matanya membulat karena takjub. "Aku terus bersekolah. Kau tau Yasmin, kru lain  menikah di usia 25-30 tahun. Saat mereka bekerja, mereka juga harus membiayai kehidupan keluarga kecilnya sambil menyisihkan sedikit uang sebagai tabungan untuk melanjutkan studi mereka.  Sedangkan aku, saat kontrak kerjaku habis. Aku kembali ke negaraku dan melanjutkan sekolah. Karena aku tidak menikah, maka tidak ada yang perlu kupikirkan." "Bagaimana dengan saudara atau orang tuamu?" Yasmin penasaran. "Mereka berkecukupan secara finansial." "Aaah, kau anak keluarga kaya rupanya." uajr Yasmin sambil tertawa. "Hahahaha … tidak juga. Tapi kami tidak kekurangan," ucap Deniz dengan nada suara terdengar bersyukur. "Dan kau Yasmin, wanita cantik sepertimu, bagaimana bisa terdampar di sini? Di lautan, saat gadis seusiamu menikmati hidup. Jalan-jalan, belanja di mall, atau berkumpul bersama teman-teman di cafe. Kau justru disini, di tempat yang membosankan. Tidak ada tepian, hanya Air laut yang terlihat sejauh mata memandang." "Aku mengambil jurusan sekolah pelayaran saat SMA, kemudian aku bekerja di sini. Di perusahaan ini. Mereka memberikan gaji yang lumayan besar daripada hanya bekerja sebagai staff admin di perkantoran." "Kau sekolah pelayaran? Wah hebat. Sekolah itu hampir seperti sekolah militer." Deniz merasa takjub dengan apa yang baru dikatakan Yasmin. "Hahahaha. " Yasmin tertawa gelak. "Yasmin tujukan kepadaku di mana arah kota?" Deniz meletakan teropong di kedua matanya.  Yasmin menarik lengan Deniz dan menunjukan arahnya,"Kau lihat pepohonan itu? Disanalah arahnya." Yasmin berdiri sangat dekat dengan  Deniz. "OK, di sana rupanya. Aku akan kesana beberapa hari lagi." ujar Deniz sambil menurunkan teropong dari matanya. Saat Deniz menolehkan wajahnya ke arah Yasmin,  matahari tepat terbenam di belakangnya. Dia terpukau di antara dua keindahan "Cantik sekali," ujarnya bergumam pelan. Yasmin terhenyak.  Dia memandangi wajah sangat rupawan yang berada tepat di depannya. Ia memiliki iris yang sangat indah, berwarna coklat terang dengan motif selaput pelangi yang terlihat jelas. Mata itu kini tengah memandangi dirinya begitu lekat dan dalam. Sayup-sayup ia mendengar kata-kata yang diucapkan Deniz.   Mereka terdiam dan saling pandang beberapa detik. "Ya? Kau bilang apa, Kapten?" Yasmin ingin meyakinkan apa yang ia dengar. "Ah ...tidak. Lihatlah pemandangan ini cantik sekali." ujar Deniz sambil tersenyum dan menunjuk matahari di belakang kepala Yasmin.  Bola raksasa jingga itu seolah sudah menyentuh air laut. Seluruh horizon berwarna jingga menyala. Arakkan awan memutih pun ikut terbias lembayung senja yang memikat. "Ya, itu cantik sekali." Yasmin tersenyum simpul. Dia menundukan wajahnya sambil tersipu malu. Mereka berdua merasa canggung sesaat.  Kebisuan hadir menyusup di antara mereka. "Kapten, aku harus pergi sekarang," ucap Yasmin memecah kesunyian sambil tersenyum kaku. "Ya.. terima kasih untuk waktumu. Aku sangat menghargainya." Deniz tersenyum dan mengangguk pelan. Yasmin pergi dan mempercepat langkah menuju kembali ke kamarnya. "Hari pertama yang gila," Yasmin bergumam pelan.Perasaannya Yasmin campur aduk.  Sementara Deniz masih termanggu menatap pintu yang telah Yasmin lewati.  Dia tersenyum sendiri dan kembali menatap cakrawala yang mulai menggelap. "Dia luar biasa," ujarnya bergumam sambil tersenyum. Raut wajahnya menunjukkan kebahagiaan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD