Bab 10

1117 Words
Katarina menunggu Ares di depan gedung kantornya. Ia masih tidak tahu tujuan Ares ingin menemuinya. Yang bisa Katarina pikirkan adalah apa pun itu sepertinya ada hubungannya dengan Theo. Katarina sempat menghubungi Theo lagi tapi, nomor pacarnya itu masih tidak aktif. Sepertinya Theo memang tengah sibuk. Tak butuh waktu lama hingga Katarina melihat sebuah mobil hitam menepi tepat di hadapannya. Kaca jendela mobil itu turun dan menampilkan sosok Ares yang tengah berada di depan kemudi. “Masuk,” kata Ares tanpa perlu berbasa-basi. Dengan helaan napas dalam Katarina membuka pintu mobil lalu masuk ke dalam. “Pakai sabuk pengaman,” kata Ares lagi sebelum Katarina mengatakan apa-apa. Setelah Katarina memasang sabuk pengaman, Ares langsung tanjap gas membelah padatnya jalan ibu kota. Diam-diam Katarina mengamati ekspresi wajah Ares. Namun, sayang sekali Katarina tidak bisa membaca ekspresi wajah pria itu. “Aku nggak tahu kamu udah sampai Jakarta,” kata Katarina membuka pembicaraan. “Theo bilang kemungkinannya sangat kecil buat kamu datang hari ini.” “Aku pun nggak berencana buat datang hari ini,” jawab Ares dengan tatapan terpancang pada jalanan di depannya. “Lalu?” Ares diam, tidak menjawab pertanyaan Katarina. Sekelebat Katarina bisa menangkap ekspresi cemas pada wajah Ares. Mendadak saja perut Katarina seperti terlilit. Jantungnya mulai berdegup cemas. “Kamu mau bawa aku ke mana, Res?” tanya Katarina bingung. “Nanti kamu tahu,” jawab Ares tanpa menoleh ke arah Katarina. Jawaban Ares itu semakin membuat Katarina cemas. Ia merasa ada hal yang tidak beres. Tapi, Katarina tidak tahu apa yang tidak beres. Katarina pun jadi takut untuk menebak-nebak. Katarina hanya berharap kecemasannya tidak berarti apa-apa. Sekitar setengah jam setelahnya, mereka sampai di sebuah rumah sakit. Ares menyuruh Katarina turun dan mengikutinya memasuki rumah sakit. “Ares,” panggil Katarina dengan sedikit panik. Kakak Theo itu masih saja berjalan cepat dan mengabaikan Katarina seolah dia tidak mendengar panggilan Katarina tadi. “Ares!” panggil Katarina lagi dengan suara agak kencang. Kini Ares berhenti dan menoleh ke arah Katarina yang berada beberapa langkah di belakangnya. “Kenapa kamu bawa aku ke sini?” tanya Katarina dengan degup jantung yang menggila. Rasanya jantungnya bisa meledak kapan saja. Ares menghela napas dalam lalu berjalan mendekat ke arah Katarina. Mimik muka khawatir Ares kini tampak lebih jelas. “Kenapa kita di sini?” tanya Katarina. “Theo,” kata Ares. “Dia..., dia mengalami kecelakaan.” Jawaban Ares itu membuat kedua kaki Katarina lemas. Jika bukan karena Ares yang dengan sigap memegangi Katarina, sudah bisa dipastikan saat ini Katarina sudah terduduk di lantai. Kabar buruk yang Ares sampaikan rasanya seperti tebasan pedang pada jantung Katarina. “Saat ini Theo sedang berada di ruang operasi.” Katarina menatap Ares dengan tatapan tidak percaya. “Dia nggak apa-apa kan?” tanyanya dengan suara tercekat. “Sebaiknya kita ke ruang tunggu. Papa sama Mama ada di sana.” Dengan air mata yang masih mengalir di pipinya Katarina menganggukkan kepala. Lalu, Ares membawa Katarina menuju ruang tunggu di mana kedua orang tuanya sedang menunggu Theo yang sedang dioperasi. Dalam hati Katarina merapalkan semua doa yang ia bisa untuk kesembuhan Theo. Katarina berharap keadaan Theo tidak begitu parah hingga tidak mengancam nyawanya. Rasanya hati Katarina seperti tercabik membayangkan tubuh Theo yang mungkin saja dipenuhi luka. Ia tidak henti-hentinya meminta kepada Tuhan agar Theo baik-baik saja.. Ketika memasuki ruang tunggu Katarina melihat kedua orang tua Theo yang saat ini tengah berbicara kepada seorang pria berjas putih. Tampaknya pria itu adalah seorang dokter yang tengah mengabarkan kondisi Theo. Langkah kaki Katarina semakin melambat ketika melihat dokter itu menggelengkan kepala diikuti tangis Mama Theo yang langsung pecah. Katarina mungkin tidak mendengar ucapan dokter itu. Tapi, Katarina tahu betul apa pun yang diucapkan dokter itu bukanlah berita baik. Bahkan, Katarina bisa langsung menebak berita apa yang dikabarkan oleh dokter itu dari reaksi Armila yang saat ini tengah menangis histeris. Sontak saja kini Katarina merosot jatuh ke lantai. Katarina hanya bisa berharap apa pun yang terjadi saat ini adalah sebuah mimpi. Dan Katarina ingin segera bangun dari mimpi buruk ini. *** Katarina mendapati Mamanya duduk di pinggir tempat tidur ketika dirinya terbangun. Rasanya Katarina baru saja melewati mimpi yang panjang dan menakutkan. Bahkan, rasa takut masih ia rasakan ketika dirinya sudah terbangun. Seakan perasaan cemas dan khawatir menggerogoti hatinya. “Katarina,” panggil Mamanya membantu Katarina bangkit dari posisi duduknya. “Mama kenapa?” tanya Katarina dengan suara serak. Ia mengamati wajah Mamanya yang tampak sembab seperti habis menangis. Mendadak saja ingatan tentang Ares yang menjemputnya untuk pergi ke rumah sakit, gelengan kepala dokter berjas putih, tangis Mama Theo yang pecah berdesakan masuk ke kepala Katarina. Katarina ingat berada di rumah sakit dan menerima kabar buruk mengenai Theo. Sontak saja sengatan rasa nyeri pada rongga dadanya membuatnya tercekat. Ia merasa seperti kesulitan bernapas. Tangisnya kembali pecah. “Theo,” gumamnya dengan air mata yang mengalir deras dari kedua matanya. “Ma, Theo.” Tatapan matanya terpaku pada Mamanya, berharap Mamanya dapat menyelamatkannya dari rasa sakit kehilangan Theo untuk selamanya. Tadi Katarina sempat pingsan di rumah sakit setelah mendengar kabar Theo meninggal dunia. Lalu, setelah itu Ares membawa Katarina pulang ke rumah orang tuanya. Kedua orang tua Katarina yang mengetahui kabar duka itu langsung bergegas ke rumah orang tua Theo karena putri mereka berada di sana dan sedang tidak sadarkan diri. Ramita merengkuh putrinya ke dalam pelukannya. Ia menepuk-nepuk pelan punggung Katarina untuk menenangkannya. Air matanya pun ikut jatuh karena rasa duka yang juga melingkupinya. “Theo udah nggak ada,” kata Katarina di sela isak tangisnya. “Iya, Mama tahu,” balas Ramita lirih. “Kita harus tabah. Theo udah tenang di sana.” “Aku harus gimana,” ucap Katarina begitu pilu. Katarina tidak pernah membayangkan berpisah dengan Theo dengan cara seperti ini. Katarina pikir dirinya dan Theo akan bersama-sama selamanya. Kalaupun mereka berpisah, putus, Katarina berharap masih dapat melihat Theo di dunia. Katarina tidak sanggup berpisah dengan orang yang dicintainya itu. Apalagi perpisahan itu begitu cepat dan tiba-tiba. Rasanya sangat sulit untuk diterima. Padahal, tadi Katarina masih menerima buket bunga lily dari Theo waktu di kantor. Katarina masih ingat betapa dirinya sangat bahagia menerima buket itu. Lalu, tiba-tiba saja kini Theo sudah tidak ada. Theo telah pergi meninggalkan Katarina. Dan Theo tidak akan kembali lagi. Membayangkan hidup tanpa Theo membuat Katarina begitu hancur. Kehilangan Theo untuk selamanya begitu menakutkan. Katarina tidak tahu bagaimana hari-harinya kini tanpa adanya Theo di hidupnya. Tidak ada lagi Theo yang membuatnya tertawa. Tidak ada lagi Theo yang mengatakan betapa dia mencintai Katarina. Tidak ada lagi Theo, ayah dari anak dalam kandungannya. Dua hari lagi seharusnya mereka berdua menikah. Tapi, maut sudah dulu memisahkan mereka. Kini Katarina tidak tahu lagi apa arti hidupnya tanpa ada Theo di sisinya. Dunia Katarina benar-benar hancur berantakan.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD