Bab 12

1285 Words
Katarina menatap kosong tembok yang berada di hadapannya. Ucapan Ares siang tadi masih terngiang-ngiang di kepalanya. Ares mengajaknya menikah demi anak yang dikandung Katarina. Seharusnya Katarina lega ada yang mau bertanggungjawab atas kehamilannya setelah Theo tidak ada. Tapi, bagaimana bisa Katarina lega jika orang itu adalah Ares, kakak kandung Theo. Rasanya semua ini seperti lelucon yang tidak lucu. Lelucon yang hanya bisa membuat Katarina menangis. “Katarina,” panggil suara dari arah pintu. Katarina menoleh dan mendapati Gina sudah berdiri di ambang pintu. “Gina,” balas Katarina lirih. Gina berjalan masuk ke dalam kamar lalu memeluk Katarina yang saat ini tengah duduk di ujung kasur. “Gue turut berduka cita atas apa yang menimpa Theo,” kata Gina dengan suara serak. “Kalau lo butuh apa-apa, gue di sini.” Gina melepaskan pelukannya lalu menatap Katarina. Katarina menganggukkan kepala. “Thanks,” ucapnya. Malam ini Katarina masih berada di kediaman keluarga Theo. Awalnya Katarina hendak pulang ke kostnya. Namun, orang tua Theo melarang. Mereka meminta Katarina dan kedua orang taunya untuk tinggal di rumah mereka untuk sementara. Selain itu, Ares pun sudah mengutarakan niatnya untuk menikahi Katarina kepada Mama Katarina. Tentu saja Mamanya Katarina dengan senang hati menerima tawaran Ares itu. Papanya Katarina pun setuju asal Katarina juga setuju. Kedua orang tua Theo pun tidak keberatan untuk Ares menggantikan Theo di pelaminan besok. Tampaknya setelah kedua belah pihak setuju, pendapat Katarina tidak lagi penting. “Gue tadi ketemu sama Mama lo,” ucap Gina. “Kami sempat mengobrol sebentar sebelum beliau bilang kalau lo ada di sini. Kata Mama lo, besok pernikahan lo akan tetap berlangsung. Apa benar?” Gina menatap Katarina dengan ekspresi bingung. Katarina menganggukkan kepala ringan. Hatinya terasa tersayat-sayat membayangkan menikah dengan orang selain Theo. Apalagi orang itu bukanlah orang yang dicintainya. “Dengan Ares?” tanya Gina lagi dengan ekspresi tidak percaya. Katarina menganggukkan kepala. Air mata kembali mengalir di kedua pipinya. “Bagaimana bisa? Dan kenapa?” Sebelum Katarina sempat menjawab pertanyaan Gina itu, ia terlebih dahulu menangis. Rasanya sulit untuk menceritakan alasan kenapa dirinya harus segera menikah dengan Ares. Gina yang paham rasa sakit yang diderita Katarina hanya bisa memeluk sahabatnya itu sambil menepuk-nepuk pelan punggung Katarina, berharap dengan begitu sahabatnya itu bisa lebih tenang. Setelah Katarina merasa agak tenang. Ia mulai menceritakan kehamilannya kepada Gina. Dan karena alasan itulah ia harus menikah dengan seseorang sesegera mungkin. Katarina pun mengungkapkan perasaan cintanya yang mendalam kepada Theo. Ia tidak ingin Gina berpikir jika cinta Katarina kepada Theo begitu dangkal hingga dirinya rela menikah dengan kakak Theo. Dan jika pernikahan itu terjadi karena bayi yang dikandung Katarina, Gina benar-benar paham serta mengerti. “Gue nggak cinta sama Ares,” kata Katarina. “Tapi, gue juga nggak bisa nolak pernikahan itu demi bayi yang berada di dalam kandungan gue.” Katarina mengelus perutnya tanpa sadar. “Mungkin memang itu yang terbaik buat lo dan bayi dalam kandungan lo,” ucap Gina. “Gue merasa seperti sedang berkhianat kepada Theo, Gin.” Katarina menatap Gina dengan sedih. Air mata kembali berjatuhan dari kedua matanya. “Bagaimana bisa gue menikah dengan kakak kandung, Theo? Bagaimana bisa gue sejahat itu sama dia?” tanyanya dengan perasaan terluka. “Theo bakal ngerti, Katarina. Dan gue yakin, Theo juga bakal merestui pernikahan lo dan Ares. Karena semuanya demi bayi kalian. Iya kan?” Gina mencoba untuk menghibur Katarina. “Gue takut,” ucap Katarina lirih. “Gue takut menjalani pernikahan ini nantinya.” “Semuanya akan baik-baik saja,” balas Gina mengusap air mata di kedua pipi Katarina. “Ares pasti akan jagain lo dengan baik. Meskipun Theo udah pergi jauh, tapi gue yakin dia juga pasti akan tetap jagain lo. Lo dan bayi lo akan baik-baik saja, Katarina.” Gina memberi seulas senyum untuk menguatkan Katarina. Katarina mengangguk kecil dengan air mata yang kembali menetes. *** Katarina menarik napas dalam lalu mengeluarkannya secara perlahan. Ia mengulanginya lagi beberapa kali. Semalaman Katarina tidak bisa tidur karena memikirkan apa yang akan terjadi hari ini. Dulu, Katarina mengira jika akan merasa sangat bahagia dan mendebarkan menanti hari pernikahannya. Tapi, semuanya tidak terjadi. Perasaan mendebarkan dan bahagia yang seharusnya ia rasakan malah digantikan dengan perasaan cemas dan penolakan. Semuanya demi bayi kami, kata Katarina dalam hati. Katarina menganggukkan kepala. “Silakan,” ucapnya kepada seorang perempuan yang hendak merias wajahnya. Hari ini Katarina akan melangsungkan pernikahan. Rencana pernikahannya tetap berjalan seperti yang dijanjikan oleh Theo. Hanya saja, rencana itu ada perubahan sedikit. Acara pernikahan akan diadakan sesederhana mungkin. Karena kedua pihak keluarga masih dalam keadaan berdua. Selain itu, mempelai pria pun akan berbeda dari rencana awal. Tidak akan ada Theo di samping Katarina melainkan Ares. Mendadak Katarina merasa sangat merindukan Theo dan berharap jika dia bisa kembali kepadanya dan menyelamatkannya di hari seharusnya menjadi hari bahagia Katarina. Katarina ingin Theo muncul di depan pintu dan menghentikan acara pernikahnnya nanti. Katarina tidak akan keberatan dengan drama murahan yang akan terjadi jika acara pernikahannya dengan Ares batal. Asalkan Theo bisa kembali kepadanya, Katarina benar-benar tidak keberatan. Butuh waktu yang cukup lama bagi Katarina untuk meyakinkan dirinya sendiri bahwa semua ini bukanlah mimpi. Semua ini nyata. Semua hal buruk yang terjadi kepadanya bukan bunga tidur semata. Dan Theo memang tidak akan kembali lagi kepadanya sampai kapanpun juga. Setelah sekitar satu jam setengah, akhirnya Katarina sudah selesai dengan make up dan sanggul. Ia pun sudah mengenakan kebaya putih sederhana yang tampak pas membalut tubuhnya. Meskipun dandanan Katarina tidak seheboh pengantin kebanyakan, tapi ia tampak begitu cantik dan anggun. Sungguh, Katarina ingin Theo melihatnya dengan riasan pengantin dan juga mengenakan baju pengantin. Katarina pun ingin Theo yang berada di sisinya, bukan Ares. Tapi, tentu saja Katarina kembali menelan pil pahit karena menginginkan hal yang tidak akan mungkin terjadi. “Kamu kelihatan cantik banget, Katarina,” ucap Mamanya yang saat ini sudah berdiri di sampingnya. Katarina memaksakan senyum tipis. Seharusnya Katarina menyambut hari pernikahannya dengan senyum bahagia. Tapi, yang Katarina rasakan hanya serbuan rasa sakit dan pilu. “Ayo,” kata Mamanya lagi. “Penghulunya udah datang. Semua keluarga juga udah nunggu.” Katarina menatap Mamanya yang tengah tersenyum lembut ke arahnya. Tampak sekali jika Mamanya sangat tidak sabar melihat putrinya segera menikah. Beda dengan Katarina yang sangat ingin lari dan kabur dari sini. Dengan perasaan berat dan tangis tertahan, Katarina menganggukkan kepala. “Iya, Ma,” ucapnya lirih. Dengan bantuan Mamanya, Katarina mulai berjalan meninggalkan kamar tempatnya dirias menuju ruang tamu yang saat ini sudah ada keluarga dan teman dekat Katarina. Katarina melihat Gina dan Andrini ada di antara tamu yang hadir. Di depan meja sudah ada Papanya yang duduk di sebelah pria paruh baya yang kemungkinan adalah penghulu. Mamanya membawa Katarina untuk duduk di sebelah Ares yang duduk berhadapan dengan Papa Katarina. Katarina tidak berani mengangkat kepala untuk menatap Ares. Rasanya begitu berat melihat pria yang berada di sampingnya bukanlah Theo. Katarina hampir menangis ketika kembali mengingat fakta bahwa Theo sudah tidak ada lagi di dunia. Tak lama kemudian ijab kabul dilaksanakan. Tak sekalipun Katarina mengangkat kepalanya. Ia hanya bisa memandangi jari-jarinya yang bertaut satu sama lain dengan pikiran melayang membayangkan bagaimana nasibnya setelah ini. Samar-samar Katarina mendengar isak tangis dari orang di sekitarnya. Kemungkinan itu adalah suara tangis dari Mama Theo dan beberapa orang terdekatnya. “Saya terima nikahnya dan kawinnya Katarina Ristya binti Farhan Kesuma dengan mas kawin tersebut tunai,” ucap suara di samping Katarina dengan lantang dan mantap. Kini jantung Katarina berdegup cukup cepat karena gugup dan takut. “Bagaimana para saksi? Apakah sah?” “Sah.” “Sah!” Dan dengan begitu Katarina sudah resmi menjadi istri Ares. Tanpa sadar air mata sudah mengalir dari kedua mata Katarina. Katarina merasa terjerumus ke dalam lubang hitam tanpa ujung. Ia tidak tahu lagi bagaimana hidupnya setelah ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD