Bab 13

1316 Words
Katarina menarik napas dalam lalu mengembuskannya perlahan. Ia mengulanginya beberapa kali berharap dengan begitu degupan jantungnya bisa melambat. Sejak melangsungkan pernikahan dengan Ares pagi tadi, Katarina masih belum berbicara dengan pria itu. Ares terlalu sibuk dengan segala hal yang bersangkutan dengan keluarga besarnya yang hadir untuk memberi selamat atas pernikahannya ataupun berbelasungkawa atas meninggalnya Theo, adiknya. Katarina sendiri sejak tadi sibuk berduka atas semua hal buruk yang menimpanya. Jadi, karena kesibukan mereka itu, mereka masih belum berbicara apa-apa. Padahal, menurut Katarina, banyak sekali hal yang perlu mereka bicarakan tentang pernikahan mereka ini. Katarina kembali menghela napas. Kini tatapannya terarah pada bingkai foto di atas meja kerja Ares. Ya, saat ini Katarina sedang berada di kamar Ares. Mulai saat ini dirinya akan tidur di kamar ini karena status pernikahannya dengan Ares. Katarina sudah resmi menjadi bagian dari keluarga ini. Katarina bukan lagi seorang tamu di rumah ini. “Kenapa semuanya terasa begitu menyesakkan?” gumam Katarina seraya bangkit dari duduk lalu berjalan ke arah meja kerja Ares. Ia duduk di sana seraya mengambil pigura yang berisi foto keluarga Ares. Dalam foto itu, Katarina melihat sosok Theo yang tampak tersenyum bahagia sambil memeluk mamanya. “Aku kangen kamu, Theo,” kata Katarina seraya mengusap wajah Theo yang berada di dalam foto. Sebelum air mata Katarina tumpah, ia segera mengembalikan pigura itu ke tempatnya. Katarina sudah terlalu banyak menangis. Mungkin Katarina harus mulai memaksakan diri untuk menahan air matanya agar tidak tumpah. Pintu kamar tiba-tiba terbuka. Secara spontan Katarina langsung bangkit berdiri. Dilihatnya sosok Ares yang saat ini tengah mematung di ambang pintu dengan tatapan tertuju pada Katarina. Tampak sekali ekspresi terkejut di raut wajah Ares. “Aku mau ambil laptop,” kata Ares seraya berjalan mendekat ke arah meja kerjanya. Katarina menganggukkan kepala seraya bergeser agak menjauhi meja belajar. Namun, tiba-tiba saja kakinya tersandung kaki meja yang membuatnya hampir terjatuh. Beruntungnya Ares dengan sigap memegangi lengan Katarina yang membuatnya masih berpijak pada lantai. “Hati-hati,” ucap Ares. “Ah iya,” balas Katarina mencoba berdiri tegak. Ares menganggukkan kepala seraya melepaskan tangannya pada lengan Katarina. “Sebaiknya kamu beristirahat. Udah malam,” katanya. “Iya,” ucap Katarina lirih. Mendadak saja ia jadi takut menatap wajah Ares. Ia merasa sangat asing dan tidak nyaman berada di kamar yang sama dengan pria itu. “Kamu nggak perlu khawatir, malam ini aku nggak akan masuk ke kamar ini,” kata Ares seraya menyambar laptop yang berada di atas meja. “Selamat malam, Katarina,” tambahnya sebelum berjalan keluar dari kamar ini. Katarina menatap punggung Ares yang semakin menjauh dengan degupan jantung yang sangat kencang. Bagaimana bisa Katarina menikah dengan orang yang membuatnya canggung seperti ini? Apa jadinya kehidupan pernikahan mereka berdua nantinya? *** Katarina terbangun dengan napas tersengal-sengal. Ia menatap langit-langit yang tampak gelap di atasnya. “Hanya mimpi,” gumamnya. Katarina baru saja bangun dari mimpi buruknya. Di dalam mimpinya, Katarina bertemu dengan Theo. Pria itu tersenyum ke arah Katarina. Lalu, tiba-tiba saja Theo berbalik dan berjalan pergi meninggalkan Katarina. Katarina yang merasa takut ditinggalkan oleh Theo sontak saja hendak berlari mengikuti pria yang dicintainya itu. Namun, sesuatu menahannya. Sebuah genggaman tangan yang sangat erat membuat Katarina tetap tinggal. Ia memohon dan menangis untuk meminta dilepaskan. Tetapi, pemilik tangan itu tetap memegang erat tangan Katarina. Dan ketika Katarina mendongak untuk melihat wajah orang itu, ia menyadari bahwa orang tersebut adalah Ares. Katarina terpaku sejenak sebelum meronta meminta dilepaskan. Katarina hanya ingin bersama dengan Theo. Bayangan akan ditinggalkan oleh Theo begitu menakutkan hingga membuatnya terbangun dari tidur. Dan kini, setelah bangun, Katarina menyadari bahwa itu bukan hanya sebuah mimpi. Semuanya terjadi. Katarina ditinggalkan oleh Theo. Dan kini ia bersama dengan Ares. Katarina meraba tempat tidur untuk mencari ponselnya. Setelah ketemu, ia segera membuka pesan-pesan yang pernah Theo kirimkan. Katarina mencoba mengetikkan sebuah pesan untuk Theo dengan harapan bahwa Theo akan membacanya lalu membalasnya. Theo, aku rindu. Kirim. Tentu saja tidak ada balasan dari Theo. Bahkan, pesan yang Katarina kirimkan hanya centang satu. Katarina bangkit duduk. Ia mengamati kamar tidur yang ditempatinya. Seperti yang Ares bilang tadi, pria itu tidak pergi ke kamar ini. Ares tidak ada di sini. Karena merasa haus, akhirnya Katarina keluar dari kamar untuk pergi ke dapur. Malam ini orang tua Katarina kembali tinggal di hotel setelah sempat menginap di rumah ini kemarin. Beberapa kerabat dekat Theo yang juga kemarin tinggal di sini pun sudah kembali pulang ke kediaman mereka masing-masing. Rumah ini terasa begitu sepi setelah semua orang pergi. Hanya ada kedua orang tua Theo, Ares dan Katarina di rumah ini. Katarina melirik ke arah jam yang berada di ruang makan. Saat ini jam menunjukkan pukul dua pagi. Tanpa sengaja, Katarina menatap ke arah jendela yang mengarah pada halaman belakang rumah ini. Dari sini Katarina melihat sosok Ares yang tengah duduk di bangku panjang yang berada di sana. Pria itu tampak tengah menatap ke arah kegelapan yang berada di depannya. Katarina sempat berpikir jika Ares sedang tidur di kamar lain. Tapi, ternyata pria itu sedang sendirian di luar sana. Katarina hendak melangkahkan kaki menuju ke arah di mana Ares berada. Namun, ia segera mengurungkan niatnya itu karena ia merasa tidak tahu apa yang harus ia ucapkan ketika berhadapan dengan Ares. Akhirnya Katarina kembali berjalan menuju dapur untuk mengambil satu gelas air putih lalu meminumnya. Setelah itu, tanpa mempedulikan Ares lagi, Katarina langsung kembali ke kamar dan berharap bisa kembali tidur. Tapi, karena takut akan bermimpi buruk, akhirnya Katarina menghabiskan sisa malam itu dengan menatap langit-langit kamar seraya diliputi kerinduan yang mendalam terhadap Theo. *** Pagi ini kedua orang tua Katarina memutuskan untuk pulang ke rumah. Awalnya mereka mengajak Katarina untuk ikut pulang bersama mereka guna menenangkan diri. Namun, Katarina menolak. Ia merasa tidak enak hati jika harus pergi di saat keluarga Theo masih berduka. Selain itu, Katarina sudah menjadi istri Ares. Bukankah sudah selayaknya Katarina berada di sisi Ares? Membayangkan berada di sisi orang yang tidak dicintainya entah mengapa membuat perut Katarina mual. Katarina tidak suka dengan fakta bahwa dirinya kini sudah menjadi istri orang. Setelah mengantar kedua orang tuanya ke bandara, Katarina langsung pulang ke kostnya. Ia berniat untuk mengemas barang-barangnya dan akan membawanya ke rumah keluarga Theo. Kedua orang tua Theo meminta Katarina untuk tinggal di rumah mereka. Ares pun meminta hal yang sama. Jadi, rasanya tidak ada alasan bagi Katarina untuk menolak, meskipun sebenarnya Katarina enggan berada di sana. Katarina hanya merasa sungkan berada di sekitar mereka setelah Theo tidak ada. Meskipun mereka sangat baik kepada Katarina dan menganggap Katarina keluarga mereka sendiri, tapi tetap saja ia merasa asing. Katarina masih belum berbicara dengan Ares mengenai pernikahan mereka. Sejak kemarin, Katarina merasa Ares seperti tengah menghindarinya. Bukan berarti Katarina keberatan. Dirinya pun merasa tidak nyaman bertatap muka dengan Ares setelah resmi menjadi istrinya. Rasa canggung dan takut masih meliputinya setiap kali melihat sosok Ares. Katarina tidak tahu apa yang harus ia lakukan dengan pernikahan mereka ini. Katarina menatap foto dirinya dan Theo yang tertempel pada dinding kamarnya. Dalam foto itu mereka berdua tampak bahagia. Theo tersenyum ke arah kamera dengan lengan yang memeluk tubuh Katarina dengan erat. Katarina sendiri tampak sedang tertawa dalam jepretan foto itu. Katarina ingat betul kapan foto itu diambil. Foto itu diambil ketika mereka sedang kencan di Dufan tahun lalu. Itu adalah salah satu kenangan yang sangat membahagiakan baginya. Katarina ingat mereka berdua menaiki berbagai macam wahana permainan yang berada di Dufan. Katarina bahkan masih ingat suara teriakan mereka di tengah riuh teriakan pengunjung lain yang saat itu sedang berada di dalam wahana Kora-kora. Katarina mengambil ponselnya yang berada di dalam tas. Segera ia mengetikkan pesan untuk Theo. Kamu ingat ketika kita pergi ke Dufan tahun lalu? Aku pengen mengulang kembali kebahagiaan kita waktu itu. Tapi, sudah nggak mungkin lagi kan buat kita pergi ke sana bareng? Kirim. Kini rasa sesak di dalam dadanya kembali muncul. Katarina masih belum bisa mengubur harapan bahwa semua ini adalah mimpi. Dan Katarina tidak sabar untuk segera bangun dari mimpi buruk ini.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD