Chapter 1

1019 Words
Gadis berponi dengan bulu mata lentik tengah sibuk memasang pakaian seragam serba putih di ruangan ganti. Asistennya menghampiri, membantu memulas sedikit make up di wajah cantiknya agar terkesan lebih natural. Kali ini ia sedang berada di kawasan Bintaro, cuaca sangat dingin. Sebelum mulai bekerja ia meminta sahabat sekaligus asistennya untuk membelikan sarapan ayam geprek kesukaannya melalui ojek online. Lola sang asisten telah memperingati si model agar tidak sarapan makanan yang pedas-pedas di pagi hari. Terlebih lagi Laura belum mengisi apa pun ke dalam perutnya sejak bangun tidur. Jam sudah menunjukkan pukul sepuluh pagi. Ini merupakan sarapan yang menurut Lola kesiangan, mengingat jadwal Laura akan padat hingga malam hari. Lola takut modelnya akan sakit perut karena mengalami masalah pencernaan. Sayang, Laura yang keras kepala tak mendengarkan saran asistennya. Sarapan pun tiba. Tak lama seorang driver ojek online mengetuk pintu dan memberikan sebungkus makanan yang dipesan oleh Lola.  "Kamu yakin mau sarapan ini?" tanyanya sambil menggenggam bungkusan. Dengan perasaan ragu Lola menyerahkan makanan Laura. "Ya yakin lah, Lola. Kamu jadi asistenku berapa lama, coba? Masa belum hafal juga, aku tuh paling gak bisa kalo gak makan yang pedes-pedes. Kamu pilih deh, mau aku mati kelaparan atau biarin aku makan pedes?" Laura mulai mengeluarkan jurus andalan. Yakni mengancam sang asisten yang dianggap cerewet. "Ya udah nih makan, daripada kelaperan. Tapi awas yah kalo perut kamu sakit gara-gara makan yang pedes-pedes. Aku ga akan tanggung jawab, ya," cebik Lola seraya meninggalkan Laura yang mulai membuka bungkus makanannya.  Laura pun memakan ayam gepreknya dengan lahap dan antusias, sampai-sampai sambal ayam geprek mengenai seragam putih yang ia kenakan. Lola sigap beraksi saat melihat baju yang dikenakan Laura kotor terkena cipratan sambal. Ia segera mengambil tisu basah dan membersihkan noda bekas sambal. Kontan Laura merasa terganggu karena acara makannya itu belum selesai.  "Ishh … nanti dulu dibersihinnya. Aku belum selesai makan, Lol." Laura menepis lengan Lola yang sibuk membersihkan noda sambal di bajunya. Lola berhenti mengusik Laura. Ia mengurut d**a sebelum berkata, "Pelan-pelan makannya, ini baju buat syuting iklan lho. Kalo kotor keliatan di kamera gimana?"  "Iya, iya… aku pelan-pelan nih makannya, biar gak nyiprat ke mana-mana. Nanti cantikku berkurang kalo keliatan pake baju kotor di kamera. Ya, 'kan?" Laura melanjutkan makan dengan berhati-hati. Sementara Lola bergidik menyaksikan bagaimana lahapnya Laura menyendoki sambal. Lola hanya mengkhawatirkan keadaan perut Laura, ia takut saat pemotretan berlangsung Laura akan mengalami kontraksi perut. Seseorang mengetuk pintu, dia adalah salah satu kru dari proyek iklan yang dibintangi oleh Laura. Lola yang mendengar modelnya tengah dipanggil segera mempersiapkan keperluan Laura dan menyuruh sang model untuk bersiap-siap. Acara makan Laura pun terhenti karena syuting akan segera dimulai. Baju perawat terlihat sangat pas di tubuhnya. Kali ini Laura di dapuk sebagai model untuk iklan Rumah Sakit Permata Hijau yang baru akan dibuka bulan depan. Laura diminta berperan sebagai perawat yang tengah bertugas melayani pasien dengan sepenuh hati di UGD Rumah Sakit Permata Hijau. Iklan itu rencananya akan ditayangkan di saluran televisi lokal dan di semua televisi yang ada di setiap sudut rumah sakit. Lola merapikan kembali make up dan pakaian yang Laura kenakan, memberikan air mineral selagi Laura menghapal naskah. Sutradara menghampiri mereka, mengajak Laura duduk untuk mengobrol bersama sebelum syuting dimulai. Memberikan arahan tentang apa saja yang harus Laura lakukan selama pengambilan video dan foto. Briefing singkat berakhir, Laura kemudian bersiap menuju tempat ia akan berakting. Sutradara berteriak, "Kamera … rolling and action." Scene pertama, ambulance datang membawa pasien kecelakaan ke depan pintu UGD. Laura bersama beberapa tim medis menghampiri dan membawa bad pasien dari dalam mobil ke dalam untuk diberikan pertolongan. Tampak Laura melihat keadaan umum pasien, pura-pura memasangkan selang oksigen, memeriksa tekanan darah, nadi, suhu tubuh, pernapasan, serta bagian tubuh mana saja yang terluka. Aktingnya apik dan meyakinkan.  Kamera mengambil gambar tindakannya yang sedang sibuk menangani pasien dan menyoroti alat-alat baru serta ruangan UGD yang rapi, bersih, serta nyaman untuk pasien. Laura berakting menangani pasien dengan telaten dan ramah. Setelah melakukan adegan pertolongan pertama, serta mengobati setiap luka pada bagian tubuh pasien. Laura kini berakting memberikan konseling kepada keluarga pasien. Namun, saat scene memberikan konseling akan diambil, perutnya terasa panas dan mulas.  Laura berusaha menahannya, paling tidak sampai syuting berakhir. Masih ada satu scene lagi yang belum ia lakukan, syukurlah sutradara memberikan waktu istirahat sebentar sebelum memasuki scene selanjutnya. Laura segera berlari menghampiri Lola, berbisik di telinga asistennya, "Bikin sutradara menunda pengambilan scene berikutnya. Aku mau ke toilet bentar, gak kuat lagi nahan." Diremasnya perut yang terasa sakit, sambil mengambil tisu di dalam tas yang Lola bawa. "Tuh kan, sakit perut, yah? Dibilangin jangan makan yang pedes-pedes, kamunya malah ngeyel, sih." Lola menggerutu kesal.  "Jangan bawel, ih. Aku ke toilet dulu." Laura setengah berlari menuju toilet terdekat. "Dasar keras kepala, udah dibilangin ngeyel sih, tanggung sendiri akibatnya. Masa bodo ah, nyebelin." Lola mengacak rambut dengan frustrasi. Bagaimana jika syuting tertunda, lalu profesionalitas modelnya dipertanyakan? Bisa-bisa job Laura di masa depan jadi surut.  Sesopan mungkin Lola menyampaikan ke sutradara, permintaan Laura menunda beberapa menit karena harus pergi ke toilet. Untung saja Laura sudah kembali dan menyerahkan tisu pada Lola yang sedang berdiri mematung menunggu kedatangannya. "Lama banget sih, untung sutradaranya mau nunggu kamu." "Maaf, abisnya perutku sakit." Laura tersenyum dan menyikut tangan asistennya yang lagi cemberut. Kembali berakting di scene selanjutnya sampai lima belas menit berlalu. Laura ia merasakan perutnya kembali berkontraksi. Kali ini lebih terasa perih dan mulas. Ia tak bisa menahan ekspresi wajahnya. Terlebih Laura terus memegang perutnya saat berakting, membuat sutradara harus melakukan pengambilan ulang beberapa adegan agar lebih sesuai konsep dalam script. Laura mencoba kembali menahan rasa sakit sampai proses pengambilan gambar berakhir. Keringat dingin bercucuran di dahinya. Lola curiga dengan gelagat si model dan segera menghampiri Laura yang sudah selesai berakting. "Kenapa lagi?" tanya Lola pada Laura yang sedang menunduk. "Sakit banget perutku, Lol," jawab Laura singkat. Ia berlari ke toilet tanpa menghiraukan Lola lagi. Setelah lima menit pergi, Laura kembali dengan tangan yang terasa dingin dan keringat makin bercucuran. "Toiletnya bauuuuu. Aku gak nyaman boker di situ. Mending kita pulang aja, Lol. Aku mau menuntaskan hajat ini di rumah aja," rengek Laura manja pada asistennya yang terlihat bingung. "Serius mau balik? Emang masih bisa ditahan?" 
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD