bc

Sweet Talk, Sweet Trap!

book_age18+
45
FOLLOW
1K
READ
billionaire
dare to love and hate
CEO
drama
sweet
bxg
office/work place
secrets
colleagues to lovers
like
intro-logo
Blurb

Bagaimana jika Wisteria Rhea—gadis yang memiliki segudang masalah—dipertemukan dengan sosok Cale Sanatana yang bermulut manis, misterius, dan menyimpan banyak rahasia? Sampai-sampai setiap saat, Rhea harus bersiap untuk kejutan baru yang akan terungkap.

Cale konsisten mendekati Rhea. Entah untuk tujuan apa, yang jelas pemuda itu melakukannya secara terang-terangan hingga dunia Rhea jungkir balik dibuatnya.

Sayangnya, Rhea tidak bisa lari dari Cale. Ke mana pun Rhea pergi, Cale selalu bisa menjangkaunya. Apalagi lama-kelamaan, Cale sukses membangun image sebagai tempat ternyaman bagi Rhea pulang. Jadi Rhea bisa apa?

Sial, Rhea terjebak. Padahal Rhea sadar kalau dia dalam bahaya besar!

“Hari ini berat, Rhe?” tanya Cale sambil menatap Rhea dengan teduh, “cerita aja kalau mau, biar kamu ngerasa lega. Tapi kalau kamu mau simpan sendiri, nggak apa-apa juga. Cuma kamu harus ingat, aku selalu ada di sini buat dengerin kamu, kapan pun kamu butuh aku.”

Oh, tidak, Rhea berada di ambang dilema!

chap-preview
Free preview
1. It's Complicated
Pagi itu, derasnya hujan mengguyur permukaan bumi, menyarukan suara saling membentak dari orang-orang yang tinggal di sebuah rumah bercat putih di ujung jalan ini. Untungnya lagi, lingkungan perumahan elite itu sedang sepi. Jadi siapa yang tahu kalau di dalam sana ada dua orang yang berseteru? Namun tak berselang lama, sebuah mobil tampak menepi di rumah tusuk sate itu. Pengemudi mobil itu ternyata seorang wanita yang sepertinya sudah kepala empat dengan gaya yang cukup nyentrik jika dibandingkan dengan wanita seumurannya di zaman sekarang. Mengenakan atasan hitam tanpa lengan dan kain bercorak yang melilit pinggang hingga mata kaki serta riasan wajah tipis dan juga rambut panjang sepinggang yang dikepang, wanita itu berlari-lari kecil memotong jalan di halaman untuk langsung menuju ke teras. Tentu saja, wanita itu tidak luput dari tetes demi tetes air hujan yang sukses membuat badannya basah. Mengembuskan napas sedikit keras, wanita itu mengibaskan bulir air yang jatuh di kepala dan bahunya. Cukup lama berada di teras membuat wanita itu samar-samar mendengar suara dari dalam rumah. Ia memutar bola mata, tampak bosan dengan kejadian berulang seperti ini. Dengan satu tarikan napas, wanita itu membuka pintu. Sementara di dalam rumah, seorang gadis yang usianya diperkirakan masihlah awal dua puluhan dan seorang lainnya yang dipanggil Mami tampak beradu mulut. Atau lebih tepatnya, Wisteria Rhea—si gadis berusia awal dua puluhan—tengah mengungkapkan kekesalan yang ia pendam selama ini. "Mami selalu aja kaya gini, belain anak tiri Mami yang nggak tahu diri!" pekik Rhea tertahan saat menyadari ada orang yang datang yang tak lain adalah bibinya. Rhea sudah menduga apa yang akan terjadi selanjutnya. Mami mengabaikan ucapan Rhea dan justru menoleh serta mengajak bicara adiknya—Tante Ganeeta—yang hanya terpaut dua tahun lebih muda dari Mami. "Neeta, bawa Rhea pergi dari sini. Aku mau ke warung, sudah ditunggu." Ganeeta yang memang dipanggil ke sana untuk membawa Rhea pergi pun menganggukkan kepala tanpa bicara apa-apa. Ia berniat melangkah mendekati Rhea. Namun Rhea meminta Ganeeta untuk tidak memaksanya pergi dari sana. "Rhea masih mau bicara sama Mami, Te," ujar Rhea, "jangan halang-halangi Rhea lagi." Ganeeta berhenti melangkah. Wanita itu melempar tatapan bergantian, pada Greesa—kakaknya—dan Rhea. Menjadi penengah seperti ini selalu membuat Ganeeta merasa serba salah. "Mami ada urusan, Rhe!" tegas Mami memecah keheningan. Wanita itu mengemasi barang-barang yang akan dibawanya dengan tergesa dan memasukkan barang-barang itu ke dalam shopper bag. Rhea angkat bicara, "Selama ini Rhea selalu menahan diri. Tiap Rhea mau bicara, Mami selalu menganggap Rhea ingin cari masalah. Mami panggil Tante Ganeeta ke sini buat bawa Rhea pergi. Sampai akhirnya Rhea nggak bisa ngomong apa-apa ke Mami." Mami meneguk ludah dan menenteng tasnya. "Titip Rhea ya, Neet," pesan Mami kemudian berlalu. Rhea mengambil langkah cepat untuk mengejar Mami. Ia berteriak, "Asal Mami tahu, Rhea lebih suka manggil Mami dengan sebutan Bunda, panggilan yang Rhea kenal sejak Rhea kecil. Rhea sepakat panggil Bunda dengan sebutan Mami karena Lasmaya Amartya si anak tiri Bunda yang tidak tahu diri itu minta Rhea buat mengganti panggilan Rhea ke Bunda, biar cocok sama panggilannya ke Papi." Mami masih tidak mengacuhkan ucapan Rhea. Ia mengenakan sandal dan bersiap menuju mobilnya yang terparkir di halaman. Masa bodoh dengan hujan, wanita itu akan menerjangnya. "Sekarang Papi udah nggak ada," kata Rhea dengan berani, "kalau bisa, Rhea nggak akan panggil Mami dengan sebutan Mami. Rhea nggak sudi harus menuruti perintah Lasmaya. Rhea nggak sudi buat sama kaya Lasmaya si cewek pembangkang yang bahkan nggak menghargai Mami lagi setelah kepergian Papi! Apa Rhea bilang, lebih baik Mami nggak menikah lagi. Menjanda setelah berpisah dari Ayah itu bukan masalah besar buat Mami. Buat apa Mami menikah lagi sama laki-laki yang sudah penyakitan, istrinya saja pergi entah ke mana. Mami yakin Papi sayang sama Mami? Papi menikahi Mami untuk menguras tenaga Mami, minta Mami mengurus rumah dan bisnisnya!" Langkah Mami terhenti, urung masuk ke dalam mobil, dan memilih menutup kembali pintu mobil yang sudah ia buka sebelumnya. Rahang wanita itu mengeras. Ucapan Rhea cukup keterlaluan untuk Greesa abaikan. Wanita itu membalikkan badan dan menghampiri Rhea lalu melayangkan tamparan keras ke pipi putrinya. "Kamu lupa Rhea? Mami dan kamu bisa hidup karena Mami mengelola bisnis papinya Lasmaya. Kita bisa melanjutkan hidup karena Mami menikah dengan Prama Amartya. Kamu pikir setelah Mami ditinggal ayahmu yang selingkuh itu, Mami nggak kerepotan? Mami yang cuma ibu rumah tangga kala itu bisa apa? Dari mana Mami harus menghidupi kamu, membayar kuliahmu, dan membiayai kebutuhanmu? Asal kamu tahu, Mami nggak peduli apakah Papi cinta sama Mami atau memang hanya tenaga Mami yang Papi butuhkan untuk mengurus rumah dan bisnisnya. Dengan Mami diterima di keluarga ini saja, Mami sudah bersyukur!" Rhea menahan agar air matanya tidak sampai keluar dan mengalir di pipi. Sementara tangannya menangkup pipi yang tadi sempat ditampar keras oleh Mami. Sakit, tapi Rhea masih sanggup untuk bersikap keras alih-alih menangis. "Sudah-sudah, Kak Grees berangkat saja ke warung. Rhea biar sama aku. Kalian bicara lagi kalau kepala kalian sudah dingin," pinta Ganeeta. Wanita itu meraih Rhea ke dalam rangkulannya dan memberi isyarat agar kakaknya cepat pergi dari sana. Greesa menarik napas dalam, cukup menyesal karena bersikap impulsif dengan menampar pipi putrinya. Tak biasanya Greesa kasar. Wanita itu cenderung tenang dan memilih menghindari perdebatan, meski itu menjadikan Greesa harus menghindar dari putrinya untuk beberapa kesempatan. Greesa meninggalkan Rhea dan membiarkan rasa penyesalan menggelayut di pikirannya. Ia ingin meminta maaf segera kepada Rhea, namun ia tidak ingin menarik kata-katanya tadi. Greesa merasa Rhea perlu tahu soal itu. *** Sepeninggal Mami, Rhea dibawa ke rumah sang bibi. Rumah itu adalah rumah pusaka keluarga Rhea, dengan pendopo di bagian depan yang belakangan ini difungsikan sebagai studio tari milik Ganeeta. Lalu pendopo itu terhubung ke rumah utama yang bangunannya masih terlihat kuno di tengah megahnya perkotaan. Namun justru itulah yang menjadikan rumah tradisional ini memiliki daya tarik tersendiri. Sehingga tak jarang orang berkunjung ke sana untuk sekadar mengambil foto dengan suasana klasik atau mengadakan acara dengan meminjam tempat di pendopo—umumnya untuk menggelar pertunjukan kesenian tradisional. Rhea sudah tidak asing dengan tempat itu. Sejak kecil, ia juga tinggal dan besar di sana. Itu karena ayahnya yang seorang pelaut atau pelayaran ikut kapal pesiar sehingga jarang bersama istri dan anaknya hingga tidak kunjung membeli rumah sendiri dengan alasan hal itu belum dibutuhkan. Alhasil mereka tinggal bersama-sama dengan keluarga besar di rumah itu. Sampai satu per satu dari penghuninya memiliki rumah sendiri atau harus pindah ke tempat lain, menyisakan Ganeeta dan anak lelakinya untuk melanjutkan mengurus rumah itu. Dalam hal ini, Rhea dan ibunya juga pindah dari sana lantaran akhirnya Greesa bercerai dan menikah lagi lalu ikut dengan suami barunya. "Ngelamun aja," tegur Ganeeta pada keponakan yang konsisten memasang wajah suram sejak tadi, "pipimu masih sakit? Tante obati, ya?" Rhea menggelengkan kepala. "Nanti aja, Te. Aku ke kamar dulu." Ganeeta berhenti melangkah dan memperhatikan kemenakannya yang berjalan ke arah beranda rumah lalu melipir ke sebuah ruangan yang difungsikan sebagai salah satu kamar tamu di rumah itu. Seberes memastikan Rhea aman, Ganeeta pun melanjutkan aktivitasnya. Sementara di dalam kamar, Rhea memilih duduk di kursi malas sambil menghadap ke jendela yang mempertontonkan halaman rumah dengan hijaunya tanaman dan rindangnya pepohonan. Apalagi efek hujan tadi membuat suasana semakin sejuk, syahdu, dan cenderung dingin hingga sesekali terasa menusuk tulang. Rhea menghela napas. Gadis itu lalu memejamkan mata cukup lama. Jemari Rhea meraba pipi yang masih terasa kebas efek tamparan yang menyasarnya. Satu dua bulir air mata tak dapat gadis itu tahan-tahan lagi. Bersikap sok keras begitu bukanlah gambaran dari sosok Rhea. Namun bisa dibilang, keadaan memaksanya bersikap demikian. Setidaknya ketika Rhea berhadapan dengan orang lain. Rhea baru bisa mengekspresikan dirinya dengan baik ketika ia sedang sendirian seperti sekarang ini. Semua itu tentu memiliki alasan. Ya, itu karena Rhea selalu diabaikan. Memang benar, untuk urusan finansial, Rhea tidak kekurangan. Namun kasih sayang? Boro-boro ia dapatkan. Sejak menikah lagi, Mami lebih menyayangi Lasmaya. Itu semakin menjadi ketika Papi tiri Rhea alias Prama Amartya akhirnya meninggal dunia setelah berjuang lama melawan penyakitnya. Mami lantas selalu beralasan bahwa Lasmaya teramat tidak beruntung hingga Mami merasa perlu untuk memperhatikannya dan menyayanginya sebaik mungkin, menggantikan sosok ibu yang pergi dari rumah begitu saja dan menjadi sosok ayah yang telah meninggalkan Lasmaya selama-lamanya. Lalu Rhea bertanya-tanya, bagaimana dengan dirinya? Bukankah pada akhirnya, Rhea juga sama tidak beruntungnya dengan Lasmaya? Rhea kehilangan figur ayah kandung. Rhea tidak pernah merasa disayang oleh keluarga barunya, baik Prama maupun Lasmaya. Mami pun bersikap demikian. Rhea benar-benar menyedihkan bukan? Di tengah asyiknya meratapi nasib, sesuatu justru mengganggu indra penciuman Rhea yang mana itu juga memaksa Rhea untuk kembali membuka mata. Gadis yang sedang menikmati wanginya petrikor itu justru lama-kelamaan mencium bau asap rokok yang terasa menyesakkan. Asap rokok itu sepertinya berasal dari luar kamar dan menyeruak masuk ke dalam kamar melalui jendela. "Orang kurang ajar mana yang bikin suasana hatiku makin buruk?" omel Rhea sembari beranjak dari kursi malasnya. Gadis itu melongokkan kepala keluar jendela untuk melihat siapa orang yang berani merokok di depan kamar Rhea. Seperti tidak ada tempat lain saja! Dan saat kepala Rhea sudah menyembul keluar, ia mendapati seorang pemuda tengah bersandar di tiang penyangga rumah persis di depan pintu kamar Rhea sambil asyik merokok serta meniupkan asap rokok itu ke mana-mana seolah tak menyadari ada orang yang terganggu dengan aktivitas merokok itu. "Bisa nggak kamu jangan merokok di depan kamarku?" sentak Rhea ketus maksimal.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
209.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

My Secret Little Wife

read
103.2K
bc

Tentang Cinta Kita

read
192.9K
bc

Siap, Mas Bos!

read
14.9K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
4.0K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook