4.Kesopanan Realdo

1585 Words
Arin bersemu malu karena godaan godaan para maid yg sedang bersamanya membersihkan pekarangan mansion. Sedari Arin keluar kamar, wanita itu langsung di sambut suara cieee oleh maid-maid mansionnya. Siapa yang tidak tau kalau Arin baru saja melakukannya semalam, sedangkan pagi ini wanita itu sudah keramas dan jalan dengan cukup aneh. Belum lagi dua maid di Mansion langsung membersihkan kamar dan menemukan bercak darah dengan bau yang cukup membuat mereka tau hal apa yang terjadi di atas ranjang itu. Arin sudah mencoba melarang Aldo untuk menyuruh maid membersihkan kamar mereka, namun dengan santai pria itu mengatakan "Tidak apa-apa. Mereka juga mengerti hal seperti ini" Dan masalah sebenarnya disini adalah Arin yang tidak mengerti mengapa pria itu bersikap sebiasa itu, sedangkan ia harus menahan malu. "Udah ahh, kalian ini pikirannya m***m semua ya" tegur Arin pada semuanya membuat mereka sontak tertawa melihat wajah cemberut Arin. Drtt.. Arin segera menggeser tombol hijau di layar untuk menyambungkan telpon dengan id caller 'Bunda' "Hallo bun" "---" "Maaf bunda, semalam Arin gak bisa pergi. Dan Arin lupa bilang sama bunda" "---" "Eh..m..tapi Bun?" "---" "Ya Bunda boleh datang" "---" "Iya Bunda" *** Arin meminta Reyga, supir Aldo yg lain selain Dika untuk mengantarkannya ke kantor Aldo. Reyga dengan senang hati mengantarkan Arin. Lagipula itu tugasnya kan. "Kamu gak punya pacar Rey?" tanya Arin memecah keheningan. "Nggak Nyonya, tapi ada yg lagi saya taksir sih" aku Reyga begitu saja. Ia juga tau bahwa Arin adalah orang yang santai sehingga ia berani mengutarakan hal privasi itu. "Siapa?" "Saya malu Ny. Arin" "Kenapa? Saya kan gak kenal sama gadis yang kamu suka" "Nyonya dekat malah sama dia" "Oh, berarti bagian di mansion juga" "Ia Nyonya, tapi saya gak yakin dia suka sama saya" "Siapa sih?" tanya Arin semakin kepo. "Tapi Nonya jangan kasih tau ya. Saya malu soalnya. Saya suka sama Tiris" "Oh itu, yaudah nanti saya cari tau tentang cowok idaman Tiris" "Nggak usah Nyonya, saya ini aja udah takut ngomong sama Nyonya. Masa mau manfaatin juga" "Saya ngga merasa gitu Rey, lagian kamu kan sering lihat saya dekat sama siapa aja yg ada di mansion" "Ia, Nyonya beda dari keluarga Blacker. Mereka bahkan ngga pernah ngajak bicara kalau ngga ada yg di butuhin. Eh maaf Nyonya, saya ngga bermaksud menjelek jelekan keluarga Mr. Blacker." "Iya gapapa. Oh ia nanti kamu tunggu di cafe sebrang kantor aja ya Rey, minum dulu aja" Arin memberikan dua lembar uang ratusan untuk Rey, agar bisa minum sambil menunggu Arin. Awalnya Rey sudah berusaha menolak namun Arin tetap kekeuh hingga akhirnya Rey mengambil uang itu. Arin tersenyum pada resepshionis yg langsung menyambutnya. "Ada yg bisa saya bantu Miss?" "Saya ingin bertemu dengan Mr. Blacker" "Sudah buat janji, Miss?" "Belum. Saya istrinya" "--" untuk beberapa detik resepsionis tersebut justru terdiam. " Arin, ada apa?" Arin melihat si pemilik suara yg nyatanya adalah orang yg ingin di temuinya, namun bukan sendirian melainkan bersama Boy dan Robin. "Kamu mau kemana?" "Makan siang, temani aku dan kedua sahabatku" Arin hanya menurut saja, mengikuti kemauan Aldo yg ingin di temani olehnya. Ia tak mungkin menolak permintaan Aldo didepan teman-teman pria itu. *** "Kita ke rumah lo ya Do?" ujar Robin. "Ngapain?" "Main aja" "Kayak anak kecil aja lo main" Aldo mendaratkan tangannya di kepala Robin "Ya kan emang gitu, masa ia cari cewek. Tapi kalo ada yg cantik ya kenapa enggak juga sih" Boy mengangguki perkataan Robin "Oh iya Rin, lo mau ngapain?" tanya Robin hingga Arin jadi teringat tujuannya sebelumnya menemui Aldo. "Em, ayah sama bunda udah di perjalanan menuju rumah. Mereka boleh nginap kan?" tanyanya menatap Aldo. "Ya ampun Arin, itu aja lo izin sama Aldo?" ujar Boy menggelenggan kepalanya. "Ya" jawab Aldo setuju tanpa menghiraukan sindiran teman-temannya. "Aku mau jemput mereka ke bandara" "Yaudah sana" Arin melenggang pergi dari cafe itu, dan menyuruh Rey menjemputnya untuk ke bandara. Kedua sahabat Aldo menggelengkan kepalanya dengan sikap gila Aldo kepada Arin. Bukan seperti sikap suami pada istri yg normal. "Lo gila bro, masa cewe kayak Arin masih lo anggap sama kayak cewek yg lainnya" Boy menyantap makanan di depannya namun mengangguki ucapan Robin. "Terus gue harus gimana?" "Do, cewek itu maunya di perhatiin, di lembutin dan disayangi. Kalo sifat lo kayak gini terus, Arin juga bakal jenuh dan memilih pergi. Walau yg kita lihat beberpa kali dia biasa aja di perlakuin gitu sama lo" Aldo hanya memandang tak acuh mendengar ucapan Robin . "Udahlah Bin, lagian memang semua cewek itu sama aja. Mereka itu gak bakal mencintai gue kalo gue miskin. Mereka itu cuma cinta sama harta dan marga gue" "Oke, gua paham maksud lo. Tapi kalo lo kayak gini terus, itu gak akan bisa buktiin kalo ada cewek yg bakal nerima lo apa adanya walaupun tanpa harta dan marga Blacker. Buka hati buat istri lo" *** "Arin" Arin mencari sumber suara yg memanggilnya, karena ramainya orang di bandara membuat Arin sulit menemukan seorang yg menyerukan namanya tadi "Arin.." Arin dapat melihat sahabatnya tengah melambaikan tangan padanya. "Glory" Arin segera saja menghampiri Glory yg kesulitan menggeret kopernya untuk melewati banyaknya orang. "Kangen" Arin terkekeh mendengar suara manja sahabatnya "Lo ngapain ke sini, gue kan gak ada bilang kalo gue pulangnya di percepat" Arin mendaratkan tangannya mengetuk kepala Glory "Ye..geer lo, gue mau jemput orang tua gue" "Ohh.. Gue kira ikatan batin lo kuat banget ke gue" "Oh iya, gue ke rumah lo ya" pinta Glory dengan antusias. "Ngapain?" "Main kali Rin, bosan kali di kos terus. Apa lagi lo udah gak sama gue lagi di kosan" Belum sempat membalas ucapan Glory, Arin justru melihat orangtuanya diantara keramaian. "Bunda, Ayah" Arin memeluk orang tuanya bergantian melepaskan rindu yg terpendam setelah 5 bulan tak berjumpa. "Om, tente" Glory menyapa keduanya dengan senyuman bersahabatnya "Ya udah yuk, kita pulang" ajak Arin. "Wah wah nduk, ini mobil siapa?" "Suami Arin yah" "Ayah duduk di depan ya, biar yg cewek di belakang aja" Rian mengangguki ucapan putrinya "Kamu suami-nya anak saya?" Rey segera menggeleng mendengar pertanyaan ayah majikannya. "Bukan pak, saya supir-nya Ny. Arin" "Walah walah nduk, supir kamu aja gantengnya gini, gimana suami kamu ya?" "Loh, Om gak tau suami Arin?" "Engga nak Glo, wong waktu itu Om kan di penjara" "Om juga gak liat berita sama tante?" "Lah, kan tv di rumah juga udah di jual kemaren karena biaya sakit tante" "Suaminya Arin tuh-konglomerat-" ujar Glory. "Udah nyampe Nyonya" ujar Reyga hingga Rian tak sempat menanggapi ucapan Glory. "Iya Rey" Beberapa maid langsung menyambut Arin dan membantu membawa masuk barang barang bawaan orang tua Arin dan sahabatnya. "Aldo udah pulang Dor?" "Udah Nyonya, lagi renang tuh sama Mr. Razka dan Mr. Riganz" "Ayo Nyonya, Tuan, dan Nona masuk" ajak Tiris pada ke tiga orang yg di bawa Arin. "Rumah suami kamu besar banget nduk" puji Rian tak percaya. "Iya om, secara kan suami Arin orang terkaya se-Asia" Kedua orang tua Arin terkejut bukan main, pasalnya mereka tidak tau sama sekali tentang latar belakang suami anaknya "Kenapa nikah sama yg kaya nduk, ayah takut kalo kamu jadi di hina hina karena kita miskin" "Ngga yah, suami Arin gak gitu kok" "Tapi ayah khawatir nduk. Ayah takut kalo mereka semena-mena sama kamu" "Ekhm" suara deheman itu membuat semuanya menoleh pada sang pemilik suara. "Aldo yah, suami Arin" Aldo menyalam tangan Rian Helkov, ayah Arin dengan sopan. "Aldo bun, suami putri bunda" Aldo juga menyalam tangan Nisa Helkov, istri Rian Helkov sekaligus bunda Arin. "Aldo" "Gue Glory, sahabat Arin" Orang tua Arin memandang tak percaya dengan ketampanan suami putrinya sekaligus kesopanannya "Ayah sama bunda jangan sungkan, anggap aja rumah sendiri. Kalo butuh sesuatu panggil pelayan aja yah, bun. Glory juga jangan sungkan" *** Aldo membawa Arin ke kamarnya. Lelaki itu memandang heran saat menghadap ke arah Arin dan malah mendapati wanita itu sedang menatapnya dengan tatapan yang tak bisa Aldo artikan. "Lo kenapa?" tanyanya. "Em..engga, aku cuma mau bilang makasih karena kamu perlakuin orang tua aku dengan sopan" "Tapi itu semua ada bayarannya" desis Aldo. "Iya, aku tau. Aku harus siap ngelayanin kamu malam ini" tebak Arin. "Bagus kalo lo ngerti" Aldo mengecup bibir Arin dan melumatnya kasar dengan tangannya yg meremas b****g Arin. *** Robin mendapati seorang wanita yang hanya mengenakan bathrobe tengah celingak celinguk seperti mengawasi orang. "Heh, lo mau nyuri ya?" tuding Robin yang kebetulan lewat situ, ingin ke dapur. "Engg-ga, em ini. Gue gak tau cara ngisi bathtub di kamar ini, soalnya di kosan gue gak kayak gini. Make remot semua, gue gak ngerti" "Oh, sini gue tunjukin caranya" Robin menjelaskan pada Glory cara memakai remot untuk bathtub di rumah Aldo yg memang serba di remotkan. Glory hanya mengangguk sesekali bertanya jika ia kurang paham. "Lain kali jangan keluar pakai bathrobe kalau ngga bisa makai yg bener" "Gak ada yg salah kok" ujar Glory memandang tubuhnya tepatnya untuk penggunaan bathrobenya. "Ini nih yg di belakang berlipat, tinggi lagi" Robin menurunkan bathrobe bagian bawah belakang yg di pakai Glory, membuat Glory deg degan. Karena belum pernah ada yg memperlakukannya layaknya suami yg menasehati pakaian istrinya yg kurang baik. Udah ada Imran Glo... Inget. Peringat batin Glory yg lain. Sempat terpesona dengan perlakuan Robin. *** Semua makan malam di meja makan kecuali Arin dan Aldo, tadi Arin sempat memberitahukan mereka kalau dirinya akan menemani Aldo makan di kamar karena Aldo memang tak suka suasana ramai apalagi dengan orang-orang yg baru ia kenal. "Nih, kenapa nggak mau makan bersama" Arin menyerahkan nampan berisi makanan maupun minum untuk Aldo makan. "Gak suka" singkat pria itu. "Padahal kalo kumpul kan enak, bisa bagi cerita, denger cerita dan saling memberi solusi. Aku juga sering banget cerita tentang masalah masalah aku ke ayah dan bunda, dan itu buat aku lega karena gak nanggung sendirian. Kalau kamu ada masalah, kamu bisa kok cerita sama aku, atau sama orang orang yg kamu anggap bisa ngasih solusi yg baik buat masalah kamu, tapi aku yakin kok kalau orang orang yg deket sama kamu tuh, orang orang yg baik" "Itu gak bener, semua orang dekat sama gue cuma karena mau manfaatin gue. Termasuk lo, bukan karena tulus" "Itu karena kamu yg mikir gitu Do, kamu gak mau buka hati untuk ngenal orang lain" "Gue gak butuh orang-orang yg cuma mau manfaatin gue" "Ya udah kalo memang itu yg selalu ada di pikiran kamu, mungkin kamu lebih bahagia dengan sifat dingin kamu gini" "Rin" "Iya" "Gue butuh lo" "Aku tau, aku antar piring kamu dulu"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD