3. Malam pertama

1556 Words
"Mr. Razka dan Mr. Robin datang Mister?" "Suruh masuk" Pintu ruangan Aldo otomatis terbuka karena dua lelaki tampan yg ingin masuk itu. Mereka segera ber-tos ria ala lelaki. "Gimana pekerjaan lo?" Boy membuka topik tentang pekerjaan Aldo "Masih lancar lancar aja sih, gimana tuh nasib perusahaan gue di tangan lo lo pada?" tanya Aldo dengan gaya sombongnya. "Aman kali" balas Robin tersenyum bangga dengan mengangkat kecil kerahnya sombong. "A--" Arin tak jadi melanjutkan ucapannya melihat ada orang lain selain Aldo saja di ruangannya. Ketiga lelaki itu juga menoleh pada Arin yg baru saja keluar dari kamar mandi. " Ariana-kan?" tanya Robin ragu. "Em-i.. iya kak. Kakak, Robin kan?" Robin mengangguk. "Lo ngapain disini?" tanya Robin berkelanjutan membuat Aldo dan Boy memutar bola matanya malas karena tak diacuhkan. "Em..anu --" belum sempat menjawab tanya Robin, kini Robin malah beralih tanya pada Aldo, sahabatnya. "Lo gak mainin cewek polos, sekarang kan Do?" "Sialan lo. Emangnya dia sepolos apa sampe lo kelihatan kaget gitu?" tanya Aldo dengan sinis. "Ya ya ya, gue gak tau banget sih tapi memang setau gue dia masih polos alias masih segel" bisik Robin di telinga Aldo. "Woy, bagi bagi dong kalo cerita" Boy kesal karena tak diacuhkan oleh kedua sahabatnya. "Dia istri gue Boy, Bin" ujar Aldo What the..? "Jadi dia istri 10 menit yg di cari tante Apri?"  tanya Robin kaget. Ia menatap Arin dan Aldo secara bergantian "Nyesel gue waktu itu ninggalin acara nikahan lo yg lama banget. Kalo gue tau yg lo nikahin Arin -kan bisa gue batalin biar gue yg sama dia" Boy memukul kepala Robin yg berfikiran menikung itu. "Gitu deh" jawab Aldo acuh *** " Aldo, aku kenal Robin waktu aku kerja jadi pelayan club, dia pelanggan setia club itu. Tapi aku cuma bartender aja kok, bukan pelayan pelayan nafsu mereka" Aldo mengangkat alisnya bingung karena Arin menjelaskan tentang awal pertemuannya dengan Robin, sahabatnya. Padahal Aldo tak bertanya sama sekali soal itu. "Oh iya Aldo, aku mau izin ke rumah ayah malam ini. Aku kangen mereka, boleh?" "Terserah" Aldo memarkirkan mobilnya di depan mansionnya dan langsung memasuki mansion tanpa memperdulikan Arin yg masih di mobil. Arin turun dari mobil, ikut memasuki mansion milik Aldo yg sekarang jadi tempat tinggalnya. Arin menghampiri Dora, Tiris dan Riska yg tengah memasak. "Dimana Rika, Mona dan yg lainnya?" ketiga maid itu menoleh pada Arin dan membungkukkan badannya memberi salam hormat. "Mereka ke super market Nyonya, Nyonya butuh sesuatu?" "Engga kok, kalian memasak apa?" "Ini sop sama ayam goreng untuk Mr dan Mrs. Dan nasi goreng telur untuk maid Nyonya " "Kalian bisa bantu aku bikinin nastar kan? Nanti aku mau pulang ke rumah ayah" "Ny. Ariana pulang sendiri? Em maksud saya tanpa Mr. Blacker?" "Ya, memangnya kenapa?" "Tidak apa apa Nyonya, kami pikir bersama Mr. Blacker, karna dia kan suami Nyonya " ... *ALDO POV* Apa Arin sepolos ucapan Robin? Emh, dasar anak itu. Suka sekali mengira-ngira. Kalau Arin polos, dia tidak akan mau menikah dengan pria yg tidak di kenalnya sama sekali. Apa lagi ini malah terjadi karena uang bayaran Mommy. Hah, lagian kalaupun dia matre makanya nikah sama aku, hartaku ngga akan habis tujuh turunan. Inilah penyebab aku tidak pernah menjalin hubungan dengan wanita, karena yg ku tahu mereka hanya memanfaatkan orang kaya sepertiku. Ugh... Aku jadi ingin minum kopi untuk merilekskan otakku ini. Aku menuruni tangga rumahku yg besar ini, kemudian melangkah ke dapur. Ku lihat Arin dengan baju kaos putih dan celana pendek sepaha serta rambut di ikat asal, tengah melakukan sesuatu bersama tiga maid. Nafsuku tiba tiba naik saat melihat Arin berjinjit mengambil sesuatu dari lemari yg lebih tinggi darinya. Karena hal itu membuat bajunya serta celananya naik, membuat aura seksinya menggodaku. Shit, kejantananku menegang. Oh Aldo, efek macam apa ini?  Arin menoleh padaku karena mendengar umpatanku. Ia menghampiriku dengan langkah biasa namun terlihat menggoda di mataku. Oh ayolah, aku tidak semudah itu kan tertarik pada seorang wanita sepertinya. Gaya berpakaiannya saja biasa. Tubuhnya juga tidak termasuk berisi ataupun montok, hanya pas-pasan untuk bagian-bagian tertentu. "Kamu butuh sesuatu?" bukannya menjawab tanya-nya. Aku dengan tak sadar malah menarik tengkuknya dan langsung mencium bibirnya dengan lihai. Ia tak membalas juga tak memberontak sama sekali membuatku serba salah. Aku melepaskan pagutan kami dan menarik nafas teratur. Ku lihat wajahnya memerah membuat ia menunduk malu. Sudut bibir kiri ku terangkat membentuk senyum kecil atas tingkahnya. "Gue butuh kopi, Rin" ujarku  "Na-nanti aku antar ke kamar kamu" "Gue di ruang kerja" "Iya" Arin memasuki ruang kerjaku dengan wajah yg menunduk. Entah kenapa hal itu malah terlihat menarik di mataku, sampai kejantananku-pun bereaksi membesar. Oh, s**t. Apa lagi ini? Kenapa aku jadi segampangan ini? Apa aku memiliki banyak teman tidur karena terlalu mudah digoda? Rasanya tidak. Ugh.. Bahkan dia bisa merangsangku hanya dengan wajahnya yg menunduk, padahal sebelumnya ini tak pernah terjadi. Aku sudah terlalu biasa melihat seorang wanita berpakaian seksi, serba ketat dan transparan. Tapi mengapa aku terangsang pada Arin yg hanya mengenakan pakaian yg wajar. Kalau begini, kurasa ada kesalahan pada otakku. "Gue butuh yg lebih" tanpa sadar lagi, ucapan itu spontan keluar dari mulutku. "Apanya yg butuh lebih Do?" tanyanya tak mengerti  "Tubuh-mu" H-a-h Kulihat ekspresi keterkejutannya karena ucapanku, namun untuk berikutnya ia malah mengangguk membuat aku bingung. Apa maksudnya? Apa ia baru saja memberi lampu hijau untukku bergerak maju? Atau mengangguk karena tak mengerti? "Itu hak kamu, ta-pi aku punya syarat soal itu" "Apa?" "Aku mau kamu berhenti clubing dan berhubungan badan dengan wanita di luaran sana. Aku dengan sukarela mau menggantikan posisi wanita wanita jalang itu, untuk memuaskanmu" ujarnya terlihat yakin. Sontak kali ini aku yg buat kaget dengan ucapannya yg mengatakan 'aku dengan sukarela mau menggantikan posisi wanita wanita jalang itu, untuk memuaskanmu' Syarat yg menantang sekali. Dengan senang hati aku mau meninggalkan para jalang itu, tapi bukan itu masalahnya. Aku bukan lelaki yg dengan lembut menyetubuhi wanitanya, aku lebih suka melakukan hubungan badan dengan kasar "Bagaimana?" kudengar suaranya bergetar sekaligus gugup. "Gue ngga bisa" jawabku mantap. Walau bagaimanapun dia istriku, bukan seorang jalang. Bagaimana mungkin seorang suami memperlakukan istrinya sama dengan jalang? Ok, kuakui bahwa aku bukan pria baik-baik, dan hubungan kami juga tidak baik. Tapi rasanya aku tak tega untuk menyakitinya dengan alasan nafsu bejatku. Meskipun dia bukan istri pilihanku, tapi aku tetaplah tidak bisa melakukan hal senista itu. Takut ia merasa sakit dengan perbuatanku. "Tapi aku bisa Do, aku yakin aku bisa muasin kamu. Asal kamu nggak clubing dan main perempuan lagi. Aku bisa" Astaga, aku yg gak bisa Rin. Aku yg gak bisa. Pekik ku dalam hati. "Aku akan ikutin semua mau kamu dalam hubungan badan kita, apapun itu"  ujarnya seperti mendengar seruan hatiku. "Aku janji akan buat kamu puas sama pelayanan aku"  tambahnya lagi membuatku tak bisa berkutik. Ini terlalu tiba-tiba. "Kamu bisa lakuin apa aja sama aku" Ia terus kekeuh menyampaikan permintaannya. Seolah-olah disini ia yang sedang menginginkanku. "Oke kalau memang keputusan lo seperti itu. Gue akan ikutin persyaratan lo" Putus ku pada akhirnya menyetujui.  *** Disinilah sekarang aku berada bersama Arin, di kamar-ku. Suasana canggung nampaknya menyelimuti kami hingga tak ada yg memulai pembicaraan lebih dulu. Entah setan apa yg merasuki diriku, aku menarik dagunya agar ia tengadah, lantas mencium bibir merah jambu itu dengan warnanya yg sangat menarik. Dia membalas ciumanku dengan kaku, tangannya bahkan sudah melingkar di leherku. Ia kelihatan tidak berpengalaman. Aku mendorong kasar tubuhnya ke ranjang kingsize-ku dan menindihnya. Tanganku bergerak melucuti pakaiannya dengan bibirku yg berulang ulang memberi kissmark di lehernya. "Ashh" desahannya yg tertahan itu membuatku semakin terangsang. Aku meremas kedua bongkahan d**a-nya yg tidak terlalu besar namun pas di tanganku. Lidahku bergerilya mengecup d**a dan perutnya hingga turun pada selangkangannya yg masih tertutupi celana pendek. Aku menariknya kasar hingga lepas bersama celana dalamnya yg berwarna hitam. Wangi aset rahasianya menyeruak di hidungku. "Ehm...mh..mm" ku lihat Arin dengan wajah memerahnya dan nafas tidak teraturnya memejamkan mata menahan malu karena wajahku tepat di depan selangkangannya. Ku jilat tanpa ampun pada titik sensitifnya hingga dia mengerang kenikmatan sekaligus geli. Tapi tangannya tak menyentuh tubuhku sama sekali. Kedua tangannya meremas kuat kain sprei yang terpasang di tempat tidur. Aku memasukkan satu jariku ke dalam miliknya yg sangat teramat sempit. Kemudian mengeluar masukannya hingga membuat cairan cinta-nya keluar dan langsung di sambut lidahku yg ku benamkan di sana. Aku mengarahkan kejantananku tepat di selangkangannya yg teramat basah, kemudian mendorong perlahan. Oh, sungguh ini sangat ketat. "Ashh...huh-huh" Arin memegang erat sprei ranjang dengan wajah yg tampak kesakitan. Aku menghentikan gerakanku dan mengecup bibirnya yg langsung di balasnya. Ku dorong kembali hingga setengah milikku menyatu dengan miliknya, air matanya keluar dari pelupuk matanya yg terpejam. Oh, maafkan aku, tapi kurasa ini harus terjadi karena pertama untuknya. "Biarkan seperti ini dulu, aku mohon" pintanya. Aku menurut. Aku benar benar tak tega melihat dirinya yg kesakitan seperti itu. Apa karena kejantananku yg terlalu besar? atau dirinya yg terlalu sempit? Argh... Ia mengerang kesakitan atas tindakannya sendiri yg menarik pinggangku membuat kejantannanku masuk sepenuhnya di dalam miliknya. "Apa yg kau lakukan?" tegurku namun ia hanya menggeleng tak apa. Setelah menunggu sebentar, aku menggoyangkan pinggulku keluar masuk pada kewanitaannya membuat kami sama sama mendesah merasakan nikmatnya penyatuan kami hingga akhirnya kami sama sama mencapai klimaks dan melanjutkan dengan ronde berikutnya. *** *Author Pov* Aldo bangun dari tidurnya dengan jam yg menunjukkan 12 malam. Ia melihat wanita yg tertidur pulas di ranjangnya, membuatnya mengingat kejadian yg mereka lakukan 2 jam sebelumnya. Ada bercak darah yg ia lihat di selimut putihnya, membuat Ia senang karena ia benar-benar orang pertama yg menyentuh Arin. Dan mulai sekarang ia hanya akan menyentuh Arin, tidak wanita lain. Seperti yg diinginkan Arin dan di sepakati oleh dirinya. Aldo bingung sendiri dengan dirinya yg semalam melakukan semuanya dengan sangat lembut dan hati hati. Sebelumnya ia tidak pernah melakukan hubungan badan dengan selembut bersama Arin. Walau ia sudah  pernah melakukan hubungan badan dengan gadis perawan di club, tapi tidak senikmat Arin. Tidak senikmat Arin. Rasanya Aldo jadi bernafsu setiap melihat Arin, bahkan walau dalam keadaan tidur, wanita itu terlalu menggoda dirinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD