2. Tangis Ariana

1299 Words
Beberapa maid memperhatikan langkah Tuannya yg tertatih-tatih linglung karena pengaruh alkohol. Ini memang menjadi hal biasa setiap paginya bagi para pelayan di rumah Aldo. Hampir setiap pagi juga wanita berbeda yg mengantarkannya ke rumah apabila dirinya terlihat sangat mabuk dan tak bisa pulang sendirian. Dan kini pria itu membuat semuanya bangun dijam 3 pagi.  Arin memandang heran melihat Aldo yg tampak seperti orang gila yg kehilangan arah dan tak ada yg memapahnya. Tentu saja. Bukankah jelas di katakan bahwa maid tidak boleh berdekatan dengan majikannya. Dan itulah yg di lakukan para pelayan di mansion ini, hanya melihat tanpa membantu. Arin memapah Aldo ke kamar lelaki itu, sebelumnya ia meminta agar Tiris membawa segelas air hangat ke kamar Aldo. "Do, kamu ini sadar apa enggak sih?" Arin menggoyang-goyangkan tangan Aldo pelan. Tak ada jawaban. Ugh.. Sabar Arin, dia ini lagi mabuk. Arin membuka sepatu dan kaus kaki Aldo dengan telaten lantas menyelimuti tubuh lelaki itu. "Ny. Arin, ini minumnya" Arin meraih segelas air hangat dari Tiris kemudian membiarkan wanita itu pergi meninggalkan kamar Aldo. "Minum dulu Do" dengan gugup Arin membantu Aldo untuk minum sampai air di gelas itu tandas habis. Arin memainkan ponsel barunya, kiriman dari mertuanya semalam. Dengan ragu ia menelpon nomor sahabatnya. Tut tut.. Arin ragu jika Glory brenanve, sahabatnya. Akan mengangkat telpon darinya melihat jam yg kini menunjukkan angka 3. Menjelang subuh. "Hallo" Arin terkekeh mendengar jawaban malas dari sahabatnya. "Hallo. Siapa sih nih? Kalau mau usil sama yg jomblo aja sana, gue udah punya pacar kali" lagi lagi Arin di buat terkekeh dengan jawaban Glory. "Ini gue Arin, Glor" "What? Arin? Arin, Ariana Helkov" ia nampak terkejut, itu terdengar dari suaranya yg sedikit menyentak "Kita video call, tapi lo yg nelpon. Gue mau cuci muka dulu, hehehe" mendengar kekehan bodoh sahabatnya, Arin hanya menggelengkan kepala walau ia tau sahabatnya itu tak akan bisa melihat ekspresinya sekarang. Dengan segera ia kembali menghubungi Glory seperti yg di inginkan sahabatnya itu, video call. Arin dan Glory kini dapat saling melihat wajah satu sama lain. Arin dapat melihat wajah khas bangun tidur sahabatnya, yg begitu jelek. Sedangkan Glory dapat melihat wajah Arin yg terkekeh geli. "Kenapa lo jutek gitu?" Arin dapat melihat wajah jutek sahabatnya. "Lo pacaran sama konglomerat gak bilang bilang sama gue, parah lo ya. Sekarang pake acara udah nikah lagi" "Gak gitu Glo, ini tuh gak seperti yg lo pikirin" "Maksud lo?" "Gue nikah sama Realdo karena uang" "What the hell? Lo nikah bayaran?" "Sebenarnya--" mengalirlah cerita Arin tentang kejadian yg di alaminya. "Ya ampun Rin, jadi gimana kabar rumah tangga lo? Lo gak di paksa muasin Aldo itu kan?" "Ya ampun Glo, pikiran lo tuh ya" "Ya abisnya kan gosipnya, Realdo Blacker, suami lo itu selalu clubing buat main sama jalang dan mabok-mabokan" "Iya sih, gue tau itu. Tapi dia gak gitu kok ke gue, lagian gimana mau gituan, dianya aja dingin banget" balas Arin jutek. Ada nada kesal dalam bicaranya. "Ya ampun, ternyata walaupun selama ini lo gak pernah pacaran tapi pikiran lo m***m juga ya. Jadi lo mau melakukan itu sama Realdo?" "Eh-bukan gitu, cuma gue sih ngerasa kalo dia gak nafsu deh sama gue" sanggah Arin cepat. "What? Lo tuh ya mikirnya kependekan. Coba deh lo pake bikini pasti deh dia langsung nyosor tuh" "Iih lo apaan sih, entar dia ngiranya gue murahan lagi" "Heh, Arinku, Lo tuh istrinya dia, jadi ya wajar dong kalo lo berpakaian gitu di depan dia" "Ah tapi gue gak akan nyoba gitu gitu deh" tolak Arin cepat. "Btw, Realdo itu masih sering clubing ya?" "Gitu deh, gue sih gak terlalu peduli. Oh iya, btw lo kapan balik?" "Gak tau sih, tapi ya kira kira satu minggu lagi deh" "Oh oke, jangan lupa bawa oleh oleh ya buat gue." "Sip. Bye sayang, mwah" "Mwah" Tut Arin memejamkan matanya yg terasa kantuk setelah satu jam berkomunikasi dengan Glory. *** Pagi ini untuk hari kedua setelah statusnya berubah, Aldo dapat melihat Arin berbaur dengan para maid-nya tanpa canggung. Lelaki itu berdehem keras membuat mereka sontak menoleh dan membungkuk hormat, kecuali Arin. Wanita itu langsung menghampiri Aldo dan mengambil tas kantor yg di bawa lelaki itu ke sofa. Kemudian menyiapkan sarapan di piring Aldo. "Aldo" "Hem?" Arin memandang ragu melihat Aldo yg selalu menanggapi ucapannya hanya dengan deheman. "Nanti Bunda aku datang ke sini sama Ayah. Kalo bisa--" "Enggak bisa" "Oh oke" Arin mengangguk tanpa protes. Padahal ia belum menyampaikan keinginannya secara tuntas pada pria itu. *** Aldo berjalan dengan kepala tegap memandang ke depan dengan wibawa-nya. Membuat kaum hawa maupun adam akan terpesona melihat kharisma seorang Aldo. Seluruh sapaan hanya menjadi angin berlalu bagi Aldo, karena ia sama sekali tak membalas maupun memberi senyuman pada siapapun yg menyapanya. Imran mengikuti langkah bos-nya ke dalam ruangan pribadi lelaki itu. Kemudian membacakan jadwal yg Aldo lewatkan dan di gantikan dengan hari lain, lantas pertemuan yg di tangani Imran sendiri. Hingga jadwal hari ini. "Mr. Razka dan Mr. Riganz kemarin datang Mister. Mereka mencari Mr. Blacker dan nanti jam makan siang mereka akan kembali datang" "Baiklah, saya mengerti. Saya tidak bisa di ganggu kecuali oleh Boy dan Robin" "Baik Mr." Imran keluar dari ruangan Aldo dan duduk di kursi kerjanya di depan ruangan Aldo. "s**t" Aldo memaki dirinya yg melupakan dua map perusahaan lain miliknya yg harus ia periksa hari ini. *** Disisi lain, Arin tengah di seret paksa oleh satpam kantor Aldo hingga membuatnya menjadi pusat perhatian karyawan kantor yg bekerja di lantai satu dan dua. Banyak bisikan bisikan menghina dari para karyawan Aldo karena mendengar ucapan Arin yg mengatakan bahwa ia istri seorang Realdo. Mereka memang mengetahui bahwa bosnya sudah menikah, namun mereka tak tahu menau soal wanita yg di nikahi bosnya. Karena berita yg beredar hanya menyebut bahwa Realdo Blacker telah menikah dengan seorang gadis bermarga Helkov, tanpa tau rupa gadis itu. Arin merasa miris dengan dirinya sendiri, siapapun tak akan percaya bahwa ia adalah istri Realdo Blacker seorang pebisnis handal sekaligus orang terkaya se-Asia. Seharusnya ia tidak datang ke tempat ini. Ia tidak menduga sebelumnya jika ia akan mendapat perlakuan seperti ini. Tangannya mengambil ponsel dari tasnya untuk menelpon Aldo. Setidaknya ia akan meninggalkan map di tangannya ke satpam bila Aldo mengatakan map itu penting, tapi kalau sebaliknya maka ia akan pulang membawa map itu lagi. "Hal-hallo" dengan suara bergetar ia menyapa Aldo lewat telpon. "Ada apa? Lo nangis?" "Eng- ini, aku bawa map kamu yg ketinggalan di meja kamar kamu ke kantor. Soalnya, Tiris bilang, kamu gak akan ninggalin map perusahaan di kamar kalo itu ngga penting. Katanya map yg di bawa ke kamar berarti penting, jadi aku bawa ke kantor kamu" "Oke, map itu penting banget. sekarang lo minta antar salah satu resepshionis ke ruangan gue" "Aku gak bisa, ta- hiks" air mata Arin berjatuhan membuat isak tangisnya terdengar jelas di telpon. "Lo kenapa Rin?" Rin... Aldo nyebut nama lo Arin. Ya ampun ini keajaiban. Sorak hati Arin. Shit, bukan waktunya bersorak. Batinnya mengingatkan.  Ia terdiam beberapa waktu hingga tak menanggapi ucapan Aldo. Pria itu bahkan saking khawatirnya langsung berlari ke lift dan turun dari lantai kerjanya. "Ak--" Arin meneguk ludahnya karena tak sanggup mengatakan kalimat yang tertahan ditenggorokannya. "Ehm" Arin menoleh ke belakang saat mendengar deheman keras khas Aldo yg beberapa kali ia dengar saat ia sedang bercanda bersama para maid di mansion. Yg membuatnya jadi mengenal deheman seksi itu. "A-Aldo.." Arin semakin terisak saat melihat wajah devil Aldo dengan mata tajamnya. "Kita masuk, hm?" Arin mengangguk Aldo menggenggam tangan kanan Arin dengan tangan kirinya, memasuki kantor "Kalian semua saya pecat" sontak semuanya terkejut dengan ucapan Aldo pada semua karyawan lantai satu dan sebagian karyawan lantai dua yg melihat kejadian itu. Arin mengikuti langkah Aldo tanpa sepatah katapun. Sampai di lantai 40, lantai paling atas khusus jejeran tingkat kedudukan tinggi. "Maaf, karena aku kamu harus kehilangan banyak karyawan kamu" "Emh" "Seharusnya aku gak datang sampe buat keributan sama mereka. Aku janji ini gak akan terjadi lagi" "Ayah sama Bunda udah datang?" "Mereka gak jadi datang, aku bilang kamu sibuk." Kring.. Telpon meja kerja Aldo berbunyi membuatnya harus mengangkatnya. "Ada apa Im?" "Ada Mr. Andre Blacker disini, Mister. Boleh masuk?" "Silahkan" "Baik Mr" Ceklek "Owh, ada kakak ipar" "Ada apa Dre?" tanya Aldo menatap adiknya jengah "Mommy sama Daddy ngundang kakak ke rumah. Ada yg mau di bicarain" "Oke, silahkan pergi" "Ya ampun kak Aldo, pengen banget ya lo berdua-duaan sama kakak ipar sampe ngusir ngusir gue"
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD