Ch. 3 - Ethan

1044 Words
"Hey kau baik-baik saja?" Ares mendekati anak yang terbaring di tanah itu, sebagai pembaca 'I Need' yang budiman tentu saja Ares tau apa saja kekuatan yang di miliki tokoh utama, dan salah satunya adalah heal. Sebenarnya Ares kurang tau cara mengendalikan mananya tapi beberapa ingatan dari pemilik tubuh sebelumnya membuat semua semakin mudah. Ia menyentuh tubuh penuh luka itu sambil membantunya duduk, sedikit demi sedikit luka yang ada pada tubuhnya sembuh dan mata yang awalnya tampak tak hidup itu kini lebih bercahaya. Ares terkesima, mata itu sangat indah bahkan seperti berlian ungu-hijau yang tercampur rapi dan memantulkan cahaya dari sinar bulan saat anak itu memandangi dirinya, tapi entah kenapa mata itu terasa akrab baginya namun entah di mana ia melihatnya, tidak mungkin jika di dunia aslinya, toh tidak ada hal seperti itu di sana namun sepertinya bukan di dunia ini karna Ares baru ada di sini beberapa waktu lalu. "Terima kasih Tuan" ucap anak itu, suaranya indah dan terdengar seperti sangat jernih dan lembut. "Iya... Hey namamu siapa?" "Ethan" "Umur?" "7 tahun" "Woahhh seumuran adikku" "Kenapa mereka melakukan itu padamu" "Aku tidak tau, tapi kata mereka mataku menakutkan, seperti monster" Ares terdiam, pantas saja tadi sebelum ia membantunya duduk anak ini nampak seperti menyembunyikan wajahnya. "Kataku matamu bagus, bahkan seluruh dunia harus melihatnya! Aku juga mau jika memiliki mata sebagus itu" "Tapi kata mereka mataku adalah kutikan Tuan" "Iya, itu adalah kutukan bagi mereka yang memiliki iri hati dan dengki karna tidak memiliki apa yang kau miliki" Sayup-sayup Ares dapat mendengar seseorang memanggilnya, sejenak ia tadi memang melupakan keberadaan Kakak itu. "Kakak aku di sini!" setelah teriakan itu bunyi orang berlari terdengar semakin keras dan berhenti tepat di sebelah Ares. "Bukankah Kakak bilang untuk menunggu?! Dan dia? Siapa dia?" suara Lucas sedikit tinggi, pasti orang itu sangat kebingungan melihat adiknya tidak berada di mana pun. "Hehe... Ah Kak ini Ethan dan Ethan ini Kakak ku" Ethan hanya menunduk sedangkan Lucas tidak bergerak sama sekali dari tempatnya. Di dalam keheningan itu tiba-tiba suara perut yang cukup kencang terdengar, Ethan kini menundukkan wajahnya lebih lagi, jika cahaya di tempat itu lebih terang makan mereka akan sadar seberapa banyak kulit wajah Ethan memerah. "Hmmm? Kak bukankah kita belum makan malam?" Ares melihat ke arah Kakaknya yang masih terpaku di tempatnya, orang itu hanya mengangguk ringan. "Ethan ayo ikut kami makan malam" Ethan segera menatap wajah Ares yang tersenyum ramah, lalu ia menatap takut-takut kepada Lucas dan segera kembali menunduk, hal yang tidak di ketahui Ares adalah selama sedetik Lucas mengarahkan hawa pembunuh pada Ethan secara langsung. "Itu.. Maaf" "Ini bukan ajakan, tapi aku sedang memerintah mu, Ia kan Kakak?" "Tentu saja" saat Ares menoleh ke arah Lucas pemuda itu memasang tampang paling manis yang pernah ada. Saat mereka mencari tempat untuk makan secara tidak langsung Ethan selalu berjalan tepat di belakang mereka, agar tidak tertinggal Ares pun mulai menggenggam tangannya dengan erat. Setelah berkeliling sebentar berhentilah mereka di salah satu kedai, banyak yang mereka pesan di sana dari mulai tumisan, sup, ikan asap, berbagai olahan daging dan lainnya. "Ini enak, Ethan makanlah yang banyak! Kau bisa tambah kalau kau mau" ucap Ares sambil terus menyendokkan berbagai makanan ke atas piring Ethan, anak itu nampak ingin menolak tapi entah bagaimana harus mengatakannya. "Ethan sehabis ini kau mau ke mana?" Ares bertanya, ia menjauhkan piringnya dengan dua jari sambil menyangga dagunya, sesekali mata biru bak berlian yang tersimpan baik itu mengerjap, bulu matanya yang putih dan lentik itu bergoyang lembut setiap kali ia membuka atau menutup matanya. "Ah itu, ada suatu tempat yang aku kunjungi" "Di mana itu? mungkin aku bisa mengantarmu?" "Itu, tidak Tuan, itu tempatnya sangat jauh.... aku tidak bisa menyusahkan Anda lagi" Mereka melanjutkan percakapan itu sambil berjalan keluar dari kedai, hari itu sudah benar-benar berganti sehingga mereka memutuskan untuk pulang, awalnya Ares mengajak Ethan untuk pergi ke rumahnya namun anak itu terus menolak padahal karna ia tidak punya keluarga Ares kira akan jadi mudah untuknya. Akhirnya ia memberikan banyak uang untuk Ethan sebagai bekal perjalannya, Saat itu Lucas masih ada di dalam kedai untuk membayar jadi percakapan mereka sedikit lebih ringan. "Tuan uang ini terlalu banyak" "Tuan, Tuan, Tuan, bisa kau panggil aku Kakak saja? entah kenapa aku merasa akan akrab denganmu di masa depan" "Tapi Tuan?" "Hey" "Baik K-Kak" "Ethan, mari kita bertemu lagi di masa depan?" Ethan terdiam, wajahnya nampak terpesona karna kecantikan orang yang berada tepat di hadapannya ini, entah kenapa ia juga merasa ingin bertemu dengan orang ini lagi. Saat angin malam bertiup Ethan ikut tersenyum lembut, cahaya bulan seperti terpantul dari dirinya. "Kakak terima kasih, kau adalah orang yang sangat baik, aku berjanji akan menemuimu di masa depan.... dan sebagai balasannya akan ku biarkan membiarkan tempatmu aman....... .......... ..." Ethan berbicara namun suaranya seperti tertiup angin hingga beberapa kata tak terdengar. "Aman......" Ares bergumam, matanya sama sekali tidak dapat teralihkan dari Ethan, sehingga saat Lucas memanggilnya ia terkejut dan sontak berbalik melihat arah sumber suara namun saat ia melihat kembali ke depan tidak ada siapa pun di sana, Ethan menghilang seperti tak pernah ada sebelumnya. "Eh? Di mana anak itu?" "Dia pergi, sepertinya takut dengan tampang mu" "Huh?! Aku juga tidak suka dengannya" "Ehhh? Kenapa?" "Entahlah, dia terasa seperti akan mengambil hal penting dari diriku" Lucas melirik adik kecilnya itu sekilas, nampak Ares hanya diam lalu tak berapa lama ia mengajak sangat Kakak untuk pulang. Setelah beberapa waktu lamanya tibalah saat di mana Lucas akan berangkat menuju Akademi, Saat keluarganya mengantar Ia hanya tersenyum sambil memeluk mereka namun saat bersama Ares ia hanya di tatap dengan intens, setelah itu Lucas mencubit pipinya keras membuat sang empu berteriak kesakitan. "Aku akan sering-sering pulang" Lucas berbisik tepat di sebelah telinga Ares. "Tidak usah pulang kau b******n" Ares membuang muka, tangannya yang kecil itu mengelus-elus pipinya yang masih terasa sakit. "Hehe" Lucas kembali menegakkan tubuhnya lalu mengusap kepala adiknya itu lembut. Saat dirinya memasuki kereta kuda semua orang mengantarnya dengan senang hati kecuali Ares yang entah kenapa mulai merasa waswas, senyuman Lucas dari jendela kereta kuda yang mulai bergerak itu menanamkan ketakutan tersembunyi pada dirinya. Di dalam mata birunya yang jernih anak itu diam-diam menyimpan sebuah dendam karna ketakutan, ia berjanji pada dirinya sendiri mau itu di kehidupan lamanya atau di kehidupan ini dia akan membakar siapapun menjadi abu jika berani mendekati teritorinya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD