Syarat Aneh

1616 Words
Citra tersenyum sumringah saat memasuki kafe dan langsung melihat sosok kekasihnya sedang duduk sendiri menunggunya. Ia langsung menghampiri kekasihnya itu. Andra yang sedari tadi fokus pada ponselnya langsung mengalihkan pandangannya saat menyadari kehadiran Citra yang sudah duduk di hadapannya. "Kamu tumben ngajak aku makan siang bareng?" tanya Citra. Biasanya Andra akan sangat sibuk bahkan di jam makan siang seperti ini. Biasanya jika tidak ada jadwal pemotretan, Citra lah yang akan menghampirinya ke kantor dan membawakannya makanan.  "Aku memang sengaja mau ketemu kamu, ada yang mau aku omongin." "Oh ya? apa?" Citra menopang dagunya bersiap untuk mendengarkan apa yang akan dikatakan oleh kekasihnya itu. "Aku mau kita nikah bulan ini." Seketika terdengar suara gelak tawa dari Citra yang membuat Andra keheranan. Ia sedang membicarakan hal yang serius, mengapa gadis itu malah tertawa. "Kok malah ketawa?" "Lagian kamu lucu bercandanya. Ada-ada aja sih, abis ngajak makan siang, masa ngajak nikah. Udah ah pesan makan yuk, aku udah laper banget." "Aku serius, aku mau kita nikah." Kali ini Citra tidak tertawa. Ia mencoba menatap Andra lekat-lekat untuk mencari kebohongan di matanya, tapi tidak ada, yang ada hanya kesungguhan.  "Tapi kenapa? kenapa mendadak gini." "Papa aku mau aku segera menikah." "Ya tapi gak bulan depan juga Baby." Citra mengelus tangan Andra yang berada diatas meja. Kabar ini benar-benar mengejutkannya dan ia tidak duga-duga sebelumnya.  "Kenapa? kamu gak mau nikah sama aku?" "Ya aku mau, tapi gak secepat ini. Kamu tau sendiri aku sedang terikat kontrak yang masih satu tahun lagi yang gak bolehin aku buat nikah," jelas Citra. Sebagai model profesional, tentu saja Citra sudah terikat oleh kontrak dari beberapa brand yang tidak membolehkan ia untuk menikah. "Ya tinggal putusin aja kontrak kerja samanya. Aku bakal bayarin ganti rugi kamu nantinya." "Masalahnya bukan itu aja Baby. Nama aku sekarang lagi bagus-bagusnya, aku gak mungkin menyia-nyiakan kesempatan ini. Kita bisa nikah tahun depankan. Lagian aku belum siap untuk menikah, mengurus rumah tangga, memiliki anak, aku belum siap sama semua itu." "Oke, aku anggap berarti kamu gak mau." Andra bangkit dari duduknya kemudian berlalu pergi begitu saja. "Baby... Baby.. Andraaa..." Andra sama sekali tidak menggubris panggilan Citra. Citra mengusap wajahnya gusar. Bagaimana caranya untuk membuat Andra mengerti, ia benar-benar belum siap untuk menikah. *** "Kenapa pak bos minta gue terus sih yang wawancara manusia nyebelin itu. Gue itu gak mau ketemu dia lagi." Agatha tidak henti-hentinya mengomel sembari berkemas untuk pergi ke lokasi dimana ia harus kembali mewawancarai Andra Ghani setelah salah satu produk dari perusahaannya rilis dan mendapatkan penjualan tertinggi untuk diterbitkan di berita online dari perusahaan tempat Agatha bekerja. "Ya mungkin pak bos suka sama hasil wawancara lo kemarin. Udahlah terima aja, lo tau sendiri kalau pak bos gak suka ditentang. Bisa-bisa lo dikunyah," kata Jinny menakut-nakuti yang malah membuat Agatha terlihat makin kesal. "Biar aja, biar gue kunyah balik," ketus Agatha kemudian berlalu pergi karena ia sudah ditunggu oleh kameramen dan kru lainnya.  "Semangattttt..." pekik Jiny untuk menyemangati sahabatnya yang belakangan ini sudah mulai hilang semangat. Agatha hari ini harus menemui Andra yang sedang berada di salah satu pabrik furniture milik perusahaannya untuk mengontrol. Agatha beserta tim sudah membuat janji terlebih dahulu dengan sekretaris Andra dan mereka memiliki sedikit waktu untuk mewawancarai Andra. Nama Andra sebagai penerus perusahaan ayahnya yang sudah sangat sukses ini sekarang banyak dibicarakan oleh orang-orang di dunia bisnis karena penasaran apakah kemampuan Andra sama dengan ayahnya. Wawancara terlihat sangat lancar. Meskipun hanya memiliki waktu wawancara selama 5 menit, Agatha bisa memaksimalkannya dan mendapat cukup banyak data yang bisa ia jadikan laporan nantinya. "Pak, saya boleh bicara sebentar?" tanya Agatha usai sesi wawancara selesai dan rekan-rekannya yang lain sudah berpamitan. "Kenapa selalu saja meminta waktu lebih, tidak profesional sekali," sindir Andra. Agatha mengehela nafas pelan, ia harus ekstra sabar menghadapi seseorang di hadapannya sekarang ini.  "Oh iya, ini udah hari terakhir kamu bayar hutang kamu ke saya. Mana?" "Itu dia masalahnya Pak. Uang saya belum cukup, jadi saya minta waktu satu bulan lagi aja ya Pak." Agatha memperlihatkan tatapan memohonnya berharap Andra akan luluh dan memberinya waktu lebih lama lagi. "Enggak," tolak Andra tegas. "Saya tunggu malam ini, hubungi saya dimana kamu akan kasih uangnya. Oh iya, ada penambahan bill dari orang yang memperbaiki mobil saya sebanyak 25 juta. Jadi kamu harus ganti 125 juta," jelas Andra. Mata Agatha membulat sempurna, bagaimana bisa hutangnya malah bertambah banyak saja. "Jika kamu tidak bisa membayar nanti malam, terpaksa akan saya bawa masalah ini ke pihak berwajib dan ke kantor kamu biar bos kamu tau." "Kenapa sih lo gak punya hati banget? gak semua orang bisa semudah lo punya uang. Sepaling tidak lo harusnya punya rasa kasihan sedikit." Nada Agatha terdengar bergetar, matanya juga terasa menanas hingga tanpa sadar air matanya menetes. Ia benar-benar kesal karena masalahnya dengan Andra tidak kunjung usai bahkan malah bertambah. "Terserah aja kalau lo mau laporin gue." Setelah mengatakan itu Agatha langsung berlalu pergi sementara Andra hanya menatap kepergian gadis itu dalam diam. Sesaat kemudian ia pun berlalu kembali memasuki pabrik. Agatha berjalan menuju mobil kantornya dimana rekan-rekannya yang lain sudah menunggu. Ia terus menyeka air matanya yang terus menetes. Ia langsung terpikir akan orang tuanya, ia pasti akan sangat merepotkan jika orang tuanya tahu akan hal ini, Oleh karena itu Agatha harus menanggungnya sendiri. "Maa.. maaf Pak." Agatha yang berjalan sambil terus melihat ke bawah tanpa sadar menabrak seseorang. Saat mengetahui bahwa lelaki paruh baya di hadapannya adalah ayah dari Andra membuat Agatha langsung menunduk sopan. Tentu saja ia tahu tentang sosok Tio Abdul Ghani ini. "Kamu tidak apa-apa?" tanya Tio saat melihat air mata Agatha yang masih berlinang. Ditanya keadaannya saat sedang sedih seperti ini membuat suasana hati Agatha semakin melow hingga ia kembali menangis, bahkan kini suaranya lebih kencang pertanda bahwa ia tidak sednag baik-baik saja. Bahunya bahkan naik turun. Tio dibuat semakin bingung melihat tangis gadis itu semakin pecah. "Andra kenapa jahat banget sih, gak punya hati. Bisa-bisanya dia nyakitin hati cewek kayak gini. Rasanya sakit banget." Agatha memegang dadanya yang terasa sakit. Saat mendengar nama putranya disebut membuat dahi Tio menyernyit. Apa yang sudah dilakukan putranya pada gadis ini? "Memangnya apa yang dilakukan Andra sama kamu?" sesaat Agatha langsung tersadar dengan siapa ia tiba-tiba melampiaskan kekesalannya ini. Ia langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya yang tanpa sadar sudah mengatakan hal yang tidak-tidak. "Maa. maaf Pak, saya harus pergi. Permisi." Agatha langsung berlari pergi. Tio benar-benar dibuat keheranan.  Tio akhirnya kembali melanjutkan langkahnya untuk menuju pabrik yang tadi sempat terhenti karena ada seorang gadis yang tidak sengaja menabrak bahunya. Sesaampainya di dalam pabrik, ia melihat Andra yang tengah berbincang dengan pekerja. "Papa, ngapain disini?" tanya Andra menyadari kehadiran ayahnya. "Mau ngontrol, apa semuanya baik-baik aja?" Andra mengangguk sebagai jawaban. "Oh iya, cewek itu siapa? bukannya pacar kamu Citra?" "Cewek yang mana?" "Itu, yang tadi kamu bikin nangis." Andra tampak berpikir sejenak mencerna ucapan ayahnya dan mencari tahu siapa perempuan yang ia maksud. Setelah beberapa saat, Andra baru sadar bahwa perempuan yang ayahnya maksud ada wartawan itu. "Oh, bukan siapa-siapa." "Bukan siapa-siapa kok nangisnya kayak gitu. Gak baik bikin cewek nangis kayak gitu, apalagi calon menantu papa." "Calon menantu apaan sih Pa? akukan udah bilang dia bukan siapa-siapa." "Alah gak usah bohong, gak mungkin dia tiba-tiba nangis karena kamu. Papa lihat dia anaknya baik kok, polos juga, dan pastinya cantik." "Terserah Papa deh, yang penting aku udah bilang dia bukan siapa-siapa." "Ingat ya, waktu kamu cuma sebulan." Setelah mengatakan itu, Tio langsung berlalu untuk kembali melihat-lihat pabrik sekaligus tempat gudang penyimpanan. Andra hanya mampu menghela nafas kasar, diingatkan seperti itu malah membuat dirinya kembali pusing. *** Agatha memasuki kafe dengan tidak bersemangat. Ia hanya bisa pasrah jika nantinya Andra akan mengatakan bahwa ia sudah membuat laporan ke kepolisian karena Agatha tidak bisa membayarnya. Apalagi Agatha sekarang hanya memiliki uang 25 juta yang artinya masih sangat jauh dari angka hutangnya. Itupun ia sudah menguras semua isi tabungannya, menjual jam tangan kesayangnnya yang dulu juga ia beli hasil menabung. Agatha duduk di hadapan Andra yang sudah menunggunya sejak beberapa menit yang lalu. Untuk sesaat suasana menjadi hening. Agatha tidak menatap Andra, ia hanya menatap jari-jarinya yang ia mainkan diatas meja. "Gue akan anggap hutang lo lunas," kata Andra tiba-tiba yang membuat Agatha langsung mengangkat kepalanya. "Seriusan? ah gue udah yakin banget kalau lo gak seburuk yang gue pikir. Makasih banget ya." Agatha terlihat bukan main senangnya. Ia tidak menyangka bahwa Tuhan sangat baik padanya dan membeikan keajaiban seperti ini tanpa ia duga-duga. "Asalkan..." Andra menggantung kalimatnya membuat Agatha penasaran lanjutannya. Ah tentu saja Andra tidak akan memberikannya secara cuma-cuma. "Lo mau nikah sama gue." "HA???!!!" Agatha berteriak membuat mereka menjadi pusat perhatian seisi kafe untuk sesaat.  "Bisa pelanin gak suara lo?" "Maksud lo apa?" kini Agatha sudah memelankan nada suaranya. "Ya lo nikah sama gue, setelah itu gue anggap hutang lo lunas." "Lo gila ya? lo mau beli gue?" "Ya gue cuma bantuin lo doang. Jadi lo harus bantuin gue juga." "Gue masih gak paham." Agatha mengusap wajahnya frustasi. Otaknya seolah tidak berfungsi sekarang. "Papa minta gue buat nikah dalam bulan ini. Jadi ya kita akan nikah bulan ini." Agatha menggeleng bingung masih tidak mengerti. "Ya kenapa harus gue. Lo kan ganteng, pasti banyak cewek lain yang mau. Kenapa harus gue sih?" "Ya emang gue ganteng, tapi yang lagi bermasalah sama gue kan lo. Lagian papa tadi udah ketemu lo kan? papa pikir lo pacar gue. Jadi gue gak susah-susah lagi buat kenalin yang lain." "Kayaknya lo harus periksain otak lo deh. Bisa-bisanya tiba-tiba ngajak orang nikah. Bener-bener sarap." Agatha mengambil tasnya di atas meja kemudian langsung bergegas pergi keluar dari kafe. Andra menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi sambil melipat kedua tangannya di depan d**a. Bisa-bisanya gadis itu malah menolaknya padahal Andra sudah membesakannya atas hutangnya. Andra mengacak rabutnya kasar merasa sangat frustasi.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD